Pedang Suci Sinar Matahari

982 73 1
                                    


Matahari mulai tergelincir diatas kepala. Suara uir-uir bernyanyi  berisik memenuhi pinggiran hutan Tumpasan.

Dibawah pohon jati yang mulai rontok daunnya,  terdapat rumah Mbah Rejan yang hampir roboh.

"Tidak mungkin Mbah,  ada manusia yang bisa tinggal didalam hutan Tumpasan, mustahil" ujar Murni keheranan.

Mbah Rejan meringis memperlihatkan gusi yang menghitam dan ditumbuhi satu dua buah gigi kekuningan seakan menertawakan bocah bau kencur dihadapannya yang belum banyak makan asam garam kehidupan.

"Ada Cah Ayu, rumah orang itu jauh di belakang rumah kepala desa. Memang tidak banyak yang tahu karena tempat itu berbahaya. Banyak mahluk jejadian, genduruwo, jerangkong, budak dari Kanjeng Ratu yang berkeliaran disana." jelas Mbah Rejan mewanti-wanti. Bibirnya monyong seraya asyik mengunyah bulir jagung.

"Tapi bagaimana bisa orang itu tidak dimangsa iblis penghuni hutan? Mbah tidak curiga dia adalah salah satu iblis?" tanya Murni keheranan.

"Nah itu dia Cah Ayu.  Akupun tak habis pikir bagaimana perempuan itu bisa hidup selamat sampai sekarang. Saat itu aku tersesat saat mencari kayu bakar. Dari batas tanah perjanjian antara rumah kepala desa dan hutan Tumpasan aku tak sengaja terus berjalan menyusuri jalan setapak sampai ke sebuah pondokan di dalam hutan,  terdengar batuk seorang perempuan dari dalam. Lalu aku teringat cerita kakek buyutku. Bahwa desa ini dulu memiliki seorang penjaga sakti, secara turun menurun dia bertugas untuk menjaga desa ini dari serangan kaum iblis,  aku menduga yang di dalam pondok itu adalah orang sakti yang dimaksud. Sebab bila dia termasuk kaum  iblis mungkin aku sudah ditelan bulat-bulat" sahut Mbah Rejan penuh rasa ngeri.

Murni terperanjat, "Benarkah demikian Mbah?  Aku kira desa ini bisa selamat karena adanya perjanjian ritual tumbal kembar, apakah Mbah sempat bertatap muka dengan orang sakti itu?"

"Awalnya juga aku berpikir begitu Cah Ayu. Ritual terkutuk tumbal kembar memang suatu keharusan, tapi aku juga percaya kata kakekku, mungkin dia benar turut menjaga desa  ini. Sayangnya kala itu aku mengetuk pintunya tidak dibuka, mungkin beliau masih belum berkenan atas kehadiranku sehingga aku urungkan niat untuk masuk ke dalam, takut kualat Cah Ayu.  Dan sampai sekarang aku masih yakin bila sampai sekarang perempuan itu masih hidup"

"Memangnya sudah berapa lama sejak kejadian itu?"

Mbah Rejan terdiam sejenak, otaknya yang tua  berusaha mengingat.

"Kalau tidak salah sudah lima tahun yang lalu Cah Ayu, aku tak pernah kesana lagi"

Ah, sudah lima tahun?  Apakah mungkin orang itu sekarang masih hidup?  Kecuali ia memiliki ilmu kesaktian,  bisa jadi itu benar. Walaupun kecil kemungkinannya tapi aku harus pergi untuk meminta bantuan, pikir Murni.

"Kok nglamun Cah Ayu?"

"Tidak Mbah,  cuma mau pamit,  Murni mau ketemu orang sakti itu" terang Murni dengan polos.

"Welah-dalah  bahaya Nduk! Jalan kesana banyak demitnya, bisa-bisa kamu dimakan penunggu hutan. Cilaka duabelas" sergah Mbah Rejan dengan marah.

Namun tekad Murni sudah membatu,  jika Mbah Rejan yang buta bisa kesana,  harusnya ia yang lebih muda bisa juga, apalagi nasibnya tengah diujung tanduk. Kepada siapalagi dia harus meminta bantuan? 

"lalu apakah Mbah Rejan bisa menyelamatkanku dari ritual tumbal kembar?" tagih Murni.

Orang tua itu terdiam dan kembali murung, "aku cuma orang tua yang hampir mati Nduk ... aku tak punya daya lagi ..."

"Karena itu biarkan Murni mencari bantuan Mbah! meskipun kecil kemungkinannya, Murni akan tetap berusaha" pinta Murni dengan sungguh-sungguh.

Orang buta itu tergetar akan kesungguhan bocah kecil itu, entah darimana keberanian yang ia miliki. Akhirnya dengan berat ia member restu, "Baiklah Cah Ayu ... Mbah cuma bisa mendoakanmu semoga kau temukan penolongmu"

LARANTUKA  PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang