Bunda menepuk bahuku dan mengangguk memberi tanda untuk Regi agar kami menyelesaikan masalah ini berdua. Bunda tidak pernah ingin memaksa kehendaknya padaku. Jika aku suka aku boleh begitupun sebaliknya jika aku tidak mau, Bunda tidak akan memaksa.
Aku melihat kearah Regi yang masih datar seakan informasi barusan itu tidak ada apa-apanya untuk dirinya. Padahal aku sendiri sudah tidak tau harus apa, kenapa juga Bu Indah pergi sebelum salah satu dari kami menjawab atau memberi tanggapan tentang keinginannya?
Menikah dengan Regi mana mungkin aku tidak mau? Menikah dengan laki-laki yang kita sukai sudah pasti hal yang sangat ingin aku capai tapi masalahnya bagaimana mencapainya itu perlu dipertanyakan.
Jika menikah dengannya dengan cara seperti ini, mana mungkin aku mau? Akulah yang akan jadi korban disini.
"Ayo, ikut aku." Ucap Regi sambil berjalan menuju taman.
Aku berjalan mengikuti Regi yang sudah berjalan lebih dulu. Aku melihat Regi yang setenang air, jika aku diposisinya sekarang aku pasti sudah panik dan entah harus berbuat apa.
"Kamu nggak mau yakinin Elsa lagi?" tanyaku akhirnya setelah keheningan sekian lama.
Regi masih menatap air kolam renang seakan mencari jawaban di sana, "Kamu denger sendiri, restu Mama udah nggak ada."
Aku menggaruk rambutku yang tidak gatal frustasi dengan keadaan ini, Regi seakan pasrah dan tidak berbuat apa-apa.
"Terus kamu mau gimana? Mama kamu mau nikahin aku sama kamu."
Regi melihat ke arahku membuatku salah tingkah, "Kamu nggak mau?"
Aku berdecak, "Emang kamu mau nikah sama aku? Kamu cintanya sama Elsa dan udah ngerencanain semua sama Elsa terus tiba-tiba jadi aku, emang kamu mau?"
Regi diam, membuatku tertusuk. Sudah jelas Regi tidak ingin menikah denganku kan? Kenapa juga aku sempat senang dengan keinginan Bu Indah?
"Kalau kamu nggak mau, kamu aja yang nolak ke Mama." Ucap Regi tanpa menjawab ucapanku sebelumnya.
Aku menghembuskan napas kasar, "Kamu harus tau, sulit untuk aku bilang 'nggak' ke Bu Indah."
"Kalau gitu kali ini kamu harus bisa bilang 'nggak' ke Mama." Ucap Regi dengan nada tinggi, "Mau sampai kapan sih kamu terus-terusan ikutin maunya Mama dan Papa? Kamu boleh banget nentuin jalan hidup kamu sendiri, Inara." Ucap Regi lalu berjalan meninggalkanku sendiri di samping kolam renang.
Aku tersenyum sinis sambil memandang bayanganku sendiri di air. Harusnya bisa aku mengatakan tidak pada mereka, tapi aku tidak pernah mau mengecewakan mereka karena kebaikan yang mereka sudah berikan.
Bagaimana Bu Indah dan Pak Buana menjagaku dan Bunda selama ini, bagaimana mereka tanpa perhitungan mengeluarkan uang untuk kamu dan bagaimana mereka selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk kami.
Aku melihat ke arah Regi yang sudah menjauh dan menghapus air mata yang dengan tidak diundang jatuh begitu saja.
*
Aku sedang berada di mobil bersama Pak Buana dan Bu Indah. Kami akan menghadiri acara charity rumah sakit. Awalnya aku sudah minta shift untuk jaga di rumah sakit tapi Pak Buana tidak membiarkanku, dengan cepat ia mengganti diriku dengan dokter jaga lainnya.
"Gimana, Ra? Kamu mau nikah sama Regi?"
"Ma, jangan paksa Inara."
"Mama nggak paksa Inara, Pa. Justru Mama tau Inara sama Regi bisa menikah. Mereka udah kenal dari kecil, cinta akan datang karena terbiasa, daripada Regi sama Elsa mending sama Inara kan?"
"Tapi, Bu Regi itu udah berharap nikah sama Elsa. Kalau tiba-tiba sama aku, dia pasti kecewa."
"Kalau boleh Ibu lancang, tapi kamu ada perasaan kan Ra sama Regi?"
Aku diam tidak bisa menjawab karena aku tau jawabanku akan menjadi masa depanku. Diam akan lebih baik kan ya?
"Tuh kan, Pa. Omongan aku benerkan kalau Inara ada perasaan sama Regi." Ucap Bu Indah lagi, "Waktu di meja makan aku minta Inara sama Raka, Inara langsung geleng kepala. Sedangkan pasa sama Regi, Inara diem aja."
Aku mengerjapkan mata beberapa kali lalu menggeleng, "Waktu sama Raka Bu Indah kan becanda kalau sama Regi kan serius." Elakku.
Bu Indah tertawa, "Ibu sama Bapak seneng kok kamu sama Regi. Malah lebih restui."
Sebelum aku menjawab mobil sudah berenti di depan hotel dimana acara akan dimulai. Aku bergegas turun mengikuti Pak Buana dan Bu Indah.
Ketika sampai di ballroom beberapa rekan dokter dan yang lain menyapa Pak Buana. Jika seperti ini, aku benar-benar seperti anak mereka. Padahal Regi sendiri belum terlihat batang hidungnya lalu Raka tidak usah dibahas. Meskipun Raka ada di Jakarta, aku bisa menjamin Raka tidak akan suka hadir diacara seperti ini.
Ketika Pak Buana sedang menjelaskan beberapa dokter hebat yang hadir, Adit menghampiri kami. Adit menyapa Pak Buana dan Bu Indah.
"Ini loh Dokter Adit yang aku sering ceritain, Ma."
Bu Indah hanya senyum simpul dan mengangguk.
"Kamu cantik banget malem ini, Ra."
Aku hanya tersenyum kecil.
Tiba-tiba saja aku merasa ada sebuah tangan yang mampir dipundakku.
"Inara memang selalu cantik, ya kan?" ucap Regi tiba-tiba membuatku kaget.
Kehadiran Regi yang tiba-tiba membuatku kaget dan bingung apalagi ditambah tangan yang merangkul diriku saat ini.
Aku melihat Bu Indah, wajahnya sudah berseri seperti mendapatkan hadiah sangat besar.
"Hah?"
"Tunangan aku memang harus cantik kan?" ucap Regi lagi.
Aku membulatkan mata kaget, sedangkan Bu Indah sudah menepuk-nepuk bahagia pundak suaminya.
"Tunangan lo?" Tanya Adit bingung.
Regi mengangguk, "Kita bakal nikah. Jadi, berhenti ganggu Inara, Dit."
"Bener, Ra?" tanya Adit padaku.
Aku yang masih bingung dengan sikap Regi hanya diam tidak bisa menjawab. Apapula Regi ini tiba-tiba datang dan merusak suasana.
Lagipula, tunangan? Menikah? Hah? Ini Regi salah makan apa sih? Atau jangan-jangan Regi habis terbentur kepalanya jadi sedikit bermasalah.
"Iyah, Regi dan Inara akan menikah."Jawab Bu Indah semangat.
"Elsa gimana? Bukannya lo mau nikahnya sama Elsa?"
Regi menggeleng, "Gue sama Elsa udah bubar." Ucap Regi, "Yuk, aku mau bawa kamu ke suatu tempat, Ra. Duluan Ma, Pa."
"Dadahh Regi, Dadadahh Inara." Suara Bu Indah sudah berseri-seri aku bahkan sempat melihat Bu Indah memeluk Pak Buana dengan senang.
Ketika sudah sampai di luar ballroom aku melepas tangan yang dipegang oleh Regi.
"Maksud kamu apa? Tunangan? Menikah? Bukannya kamu mau bilang ke Bu Indah kalau nggak mau menikah sama aku?"
Regi hanya mengangkat kedua bahunya, "Aku udah jawab barusan di depan Mama kalau aku mau menikah sama kamu. Kalau kamu mau nolak, kamu aja yang bilang ke Mama."
Setelah itu Regi pergi meninggalkanku mematung. Regi meninggalkanku disini bukannya justru tadi dia yang mengajakku pergi dan ingin membawaku ke suatu tempat? Kenapa juga aku ditinggal sendiri sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cherry On The Cake
RomanceMenjadi dokter hanya sebuah angan-angan bagi Inara. Tapi ternyata keinginannya tercapai berkat keluarga Admaja. Keluarga Admaja yang baik hati pada keluarganya yang membuat Inara sendiri bingung harus membalas keluarga Admaja seperti apa. Ditambah...