13. malam setelah nya

6.5K 508 12
                                    

Jangan lupa vote sebelum/sesudah membaca cerita ini, usahakan untuk komen dan follow akun author eca_saf

Terima kasih
&
Selamat membaca

Setelah pulang dari acara HUT batalyon, badan ku benar-benar ambruk dipelukan mas Jafran. Kepalaku terasa sangat berat dan pusing berputar-putar. Tubuhku kaku dan mati rasa, seluruhnya terasa pegal dan keram secara bersamaan. Bang Rehan yang baru sampai dirumahpun berniat mengembalikan Faza, tak jadi. Ia malah kembali pergi membawa Faza yang entah akan kemana.

Begitu pun dengan mas Jafran, niat hati mau membawaku masuk kedalam rumah, ia urungkan dan kembali memutar kemudi mobil untuk ke rumah sakit.

Aku ini mudah lelah, sakit. Apalagi setelah beberapa hari ini jadwal kegiatanku sangat padat, berangkat pagi pulang sore malamnya mengurus rumah begitu seterusnya sampai tiga hari belakangan ini. Aku diperiksa oleh dokter meski tidak ada tindakan khusus tapi dokter menyarakan untuk pantang pulang sebelum infusku habis.

Mas Jafran dengan wajah lelahnya semakin kusut saat melihatku terbaring lemah. Ia tak mengatakan apapun, hanya genggaman tangannya sangat erat seperti tak ingin lepas. Aku bahkan baru ingat kalau seharian ini aku belum memakan apapun. Entah itu sebutir nasipun aku belum menelannya, dan sepertinya pemicu dari sakit kepalaku dan rasa lemas adalah kecerobohanku yang sampai melupakan isi perut.

Pukul 09.00 malam kami baru pulang dari rumah sakit. Disambut oleh Faza dan Bang Rehan dengan senyum ceria khas anak kecil.

Aku dibantu mas Jafran membersihkan rumah yang hampir menyerupai kapal pecah. Sebagian mainan Faza berserakan diruang tamu dan kamar. Cucian piring menumpuk akibat kemarin malam aku lupa mencucinya. Begitupun dengan pakaian yang masih berada di dalam mesin cuci yang belumku jemur tadi pagi karena tergesa-gesa akibat panggilan dari koordinator acara.

Untung saja, Faza pun ikut serta membantuku dalam misi beres-beres kali ini. Anak itu ikut serta memasukkan mainannya ke dalam box yang telah disediakan olehku.

Aku dan Faza sibuk diruang tamu, sedangkan mas Jafran sibuk memasak didapur. Hanya nasi goreng plus telur dadar setengah gosong yang tersaji disana. Bapak satu anak ini memang kurang mahir dalam hal masak-memasak, tapi dalam keadaan darurat seperti ini tak apalah makan telur gosong toh tak akan sakit perut juga hanya saja rasanya sedikit pahit.

"Za au bobo na nda (Faza mau bobo bunda)" ujar Faza. Kasihan juga melihat anak ini, matanya sudah sayu menahan kantuk.

"Tapi bunda mau mandi dulu ya"

"Engga boleh nanti bunda masuk angin" sahut mas Jafran yang tiba-tiba memotong ucapanku.

"Tapi ayah, badan bunda lengket semua" kilahku.

"Ayah masak air dulu kalau gitu"

"Engga usah yah, bunda bisa mandi air dingin kok"

"Tidak mandi, atau tunggu ayah selesai masak air?" Ucap nya tegas.

Ok, kalau sudah seperti ini aku lebih baik mengalah saja menuruti apa yang diperintah oleh mas Jafran. Percuma jugakan, aku hanya semakin membuatnya emosi kalau tetap keukeuh dengan keinginanku. Apalagi saat ini dihadapan kami ada Faza yang memperhatikan perdebatan ayah dan bundanya.

"Za tunggu dikamar ya, bunda mau mandi dulu"

Anak itu hanya mengangguk dan pergi melenggang ke kamar, sedangkan aku bersiap akan mandi dan dibantu oleh mas Jafran. Karena malam semakin larut dan tak banyak waktu yang aku punya akhirnya aku dan mas Jafran memilih mandi bersama. Dari pada harus bergantian kasihan Faza yang lama menunggu ayah dan bunda nya.

Lima menit adalah mandi tersingkat untukku tapi tidak untuk mas Jafran, maklumlah seorang tentara seperti mas Jafran dilatih untuk selalu memanfaatkan waktu sesingkat-singkatnya.

Kami tidur bersama. Ralat hanya Faza saja mungkin yang tertidur lelap, sedangkan aku hanya memejamkan mata sambil merasakan nyeri disekujur tubuhku. Mas Jafran pun tak tidur, ia hanya berbaring disebelah Faza sambil mengusap-usap kepala Faza dan memperhatikanku intens.

Entah apa yang membuatnya memilih diam saja sedari awal. Padahal menurutku, aku tidak membuat kesalahan yang cukup fatal, atau mungkin dia sedang ada masalah diluar sana. Padahal seharusnya hari ini menjadi kebahagiaan kami karena kenaikan jabatan mas Jafran tapi apa daya kami semua hanyut dalam ruang kelelahan.

***

Jafran POV

Tenaga dan pikiranku hampir seluruhnya habis tersita oleh acara hari ini. Tapi aku puas dengan pencapaianku, setelah sekian lama akhirnya pangkat Danki kini tersemat dalam diriku. Doa dan dukungan tak lepas dari usahaku selama ini. Semua orang-orang yang ada disekitarku adalah pengaruh terbesarku dalam meraih prestasi.

Kali ini pencapaian itu aku persembahkan untuk Faza dan istriku Ammera. Dua manusia kesayanganku itu adalah pendorong semangat giat bekerjaku selama ini. Apalagi Ammera dia adalah sosok yang berjiwa besar dalam karirku selama tiga tahun kebelakang. Doa-doanya tak pernah terputus untuk keselamatanku dalam bekerja. Begitupun si kecil Faza, yang kini menjadi penghias dan pelengkap hari-hariku. Anak kecil berusia dua tahun yang terkadang membuatku kewalahan itu adalah sisi dari semangatku.

Malam ini, kami semua kelelahan. Ammera sama lelahnya denganku, sedangkan Faza mungkin kelelahan setelah bermain dengan teman-temannya.

Tak bisa ku pungkiri, rasa cemas kini menyelimutiku. Apalagi saat Ammera harus dirawat sebentar dirumah sakit sampai menghabiskan satu botol infus. Hati ini seperti tercubit saat melihatnya terbaring lemah.

Senyum yang biasanya mengembang, sapuan hangat dari tangannya yang biasanya menyambutku saat pulang kerja, hari ini tidak ada. Bahkan genggaman tangannya tak sekuat biasanya saat ia menggenggam tanganku.

Aku tahu seberapa sibuknya dia, sampai banyak melupakan hal-hal yang masuk kategori kewajibannya. Aku tidak ingin marah mengingat Ammera yang seharian ini lupa makan, bahkan mengabariku karena pada dasarnya kami sulit untuk berkomunikasi. Tapi aku marah kepada diriku sendiri karena sampai lupa memperhatikannya. Aku terlalu sibuk dengan keadaan sampai melupakan bahwa ada seseorang yang harus kuperhatikan. Dan malam ini aku harus menerima kenyataan, istriku sakit setelah seharian ini aku melupakannya.

Aku milih diam dari pada berbicara, emosiku sedang tidak stabil karena efek dari capek yang menderaiku saat ini. Aku tahu mungkin Ammera bertanya-tanya mengapa aku mendiamkannya, tapi aku juga tahu Ammera pasti mengerti bahwa aku ingin yang terbaik untuknya juga untuk buah hati kami.

TBC

Terima kasih sudah membaca, maaf jika ada kesalahan kata² atau penyebutan istilah dalam penulisan karya. Salam hangat dari author ✌️


Me And You Future ~ Sah Bersama Mu?? 2 (Completed)  Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang