BAGIAN 7

276 15 0
                                    

Sudah seluruh bagian istana ini diperiksa, tapi Rangga belum juga menemukan jejak Bratasena. Laki-laki berusia setengah baya itu benar-benar lenyap, bagai ditelan bumi saja. Bahkan sampai Rangga memeriksa keluar bangunan istana ini, tetap saja tidak bisa menemukan jejak Bratasena.
Pulau Kematian ini benar-benar tidak berpenghuni sekarang. Rangga merasakan kalau tempat ini sekarang pantas kalau disebut Pulau Kematian. Begitu sunyi, tanpa ada seorang pun terlihat. Agaknya hanya dia sendiri yang berada di pulau ini. Dan saat ini Pendekar Rajawali Sakti berdiri di atas atap bangunan istana yang tertinggi. Dari sini seluruh daerah pulau ini bisa terlihat jelas.
"Heh...?!"
Slap!
Rangga cepat melenting ke atas dan berputaran di udara, ketika tiba-tiba saja sebuah bulatan merah bagai bola api meluncur cepat bagai kilat ke arahnya. Dan bulatan bola api itu langsung menghantam atap istana ini, hingga menimbulkan ledakan dahsyat menggelegar.
Beberapa kali Rangga berputaran di udara, kemudian manis sekali menjejakkan kakinya di tanah yang berpasir ini tepat di depan tangga beranda dengan bangunan istana itu. Namun belum juga Rangga bisa menegakkan tubuhnya, bulatan bola api itu sudah kembali terlihat meluncur deras ke arahnya.
"Hup! Yeaaah...!"
Kembali Rangga harus melenting dan berputaran di udara dengan cepat. Sehingga bulatan bola api itu hanya menghantam tanah, tempat Pendekar Rajawali Sakti itu tadi berdiri. Dan....
Glarrr...!
Kembali terdengar ledakan dahsyat menggelegar, membuat seluruh pulau kecil ini jadi bergetar bagai diguncang gempa. Sementara, Rangga kembali menjejakkan kakinya di tanah, agak jauh dari gumpalan debu yang membubung tinggi ke angkasa akibat terhantam bola api tadi. Tampak tanah yang terhantam bulatan bola api itu kontan terbongkar seperti sebuah sumur.
"Hm..." Rangga menggumam pelan. Matanya beredar berkeliling, memandangi sekitarnya yang masih tetap kelihatan begitu sunyi. Dan tatapan matanya langsung tertuju pada segerumbulan semak belukar yang tiba-tiba saja bergerak sedikit. Namun belum juga Pendekar Rajawali Sakti bisa berpikir lebih jauh lagi, mendadak saja...
Srak!
"Hap!" Cepat Rangga meliuk ke kanan sambil mengibaskan tangan kiri, ketika dari dalam semak belukar itu meluncur sebuah tombak ke arahnya. Dan tombak itu langsung terhantam tangan kiri Pendekar Rajawali Sakti tepat di bagian tengahnya. Seketika tombak itu patah menjadi dua bagian, dan jatuh tidak jauh dari Pendekar Rajawali Sakti berdiri.
"Hap! Yeaaah...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga segera mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir, disertai pengerahan tenaga dalam sempurna dengan tangan kanan. Maka seketika itu juga, dari kepalan tangan kanan Pendekar Rajawali Sakti melesat cepat bagai kilat secercah cahaya merah bagai api yang meluncur ke arah semak belukar itu.
Glarrr...!
Terdengar ledakan dahsyat, bersamaan melesatnya cahaya merah itu ke dalam semak. Tampak semak itu terbongkar ke segala arah, menimbulkan kepulan asap kemerahan yang bercampur debu keangkasa. Tepat pada saat itu, terlihat sebuah bayangan merah berkelebat begitu cepat dari dalam semak belukar yang terbongkar.
"Hup! Hiyaaa...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Rangga langsung melenting ke angkasa mengejar bayangan merah itu. Lalu bagaikan kilat, dilesatkannya satu pukulan keras dari jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir.
"Yeaaah...!"
Slap!
Secercah cahaya merah kembali meluncur deras, mengarah pada sosok tubuh tegap berbaju merah yang berputaran di angkasa. Tapi serangan Pendekar Rajawali Sakti bisa dihindarinya. Dan bayangan itu langsung meluruk turun cepat sekali. Begitu kedua telapak kaki Rangga menjejak tanah berpasir putih ini, orang berbaju serba merah itu juga menjejakkan kakinya, tepat sekitar satu batang tombak di depan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hm...!" Rangga tersenyum kecil sambil memperdengarkan gumaman pelan, begitu mengenali orang berpakaian serba merah ini. Dia memang tidak lain dari Bratasena, orang yang memang sedang dicarinya dan hendak dipaksa keluar meninggalkan pulau ini.
"Ki Bratasena! Sebaiknya tinggalkan pulau ini selagi bisa. Aku memberi kesempatan padamu hanya satu kali saja...," desis Rangga dengan nada suara terdengar begitu dingin.
"Phuih! Tidak semudah itu kau bisa mengusirku, Anak Muda!" dengus Bratasena sambil menyemburkan ludahnya dengan sengit. "Justru aku yang akan mengusirmu keluar dari pulau ini. Atau mungkin, aku akan hanyutkan tubuhmu di laut!"
"Hanya satu kali aku memberi kesempatan, Ki Bratasena. Tidak ada kesempatan kedua...," desis Rangga memperingatkan.
"Ha ha ha...!"
Bratasena jadi tertawa terbahak-bahak mendengar ancaman Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan Rangga sendiri hanya diam saja. Matanya menatap dengan sinar tajam sekali, langsung menembus ke bola mata lelaki setengah baya bertubuh tegap di depannya.
"Anak muda...! Belum pernah aku dipermalukan seperti ini. Kau hancurkan semua anak buahku. Kau buat aku malu di depan mereka. Bagiku... pantang hidup menanggung malu. Aku lebih suka mati daripada harus menanggung beban seumur hidup," tegas Bratasena lantang dan menggelegar.
Rangga hanya diam saja. Bisa dimengerti maksud kata-kata yang diucapkan Bratasena barusan. Memang tidak bisa dipungkiri lagi. Kejadian tadi membuat Bratasena tidak akan berhenti begitu saja. Apapun yang akan terjadi, Bratasena tetap akan menantang sampai pada titik darah penghabisan.
"Bersiaplah, Anak Muda. Kita bertarung sampai salah satu di antara kita ada yang mati," sambung Bratasena, langsung membuka tantangan.
Rangga tetap diam membisu. Bahunya diangkat sedikit, tidak dapat lagi menghindari tantangan itu. Dia juga tidak ingin mengecewakan penantangnya. Di dalam rimba persilatan, sebuah tantangan yang sudah diucapkan pantang dihindari lagi. Nama besarnya akan jatuh seketika itu juga jika menghindari tantangan yang diucapkan secara terbuka!
Sret!
Bratasena langsung mencabut pedangnya yang tergantung di pinggang. Suara kebutan pedangnya, sempat menggetarkan dada Pendekar Rajawali Sakti. Jelas sekali kalau Rangga tidak bisa memandang ringan lawannya.
"Cabut pedangmu, Anak Muda!" bentak Bratasena lantang.
"Maaf... Aku tidak biasa menggunakan senjata tanpa alasan," sahut Rangga tanpa bermaksud merendahkan.
"Phuih! Sombong...!" dengus Bratasena, merasa diremehkan.
"Hm..."
"Jangan menyesal kalau kau mati tanpa sempat mencabut senjata, Anak Muda."
"Silakan, aku tidak akan menyesal," sambut Rangga ringan.
"Phuih...!" Kembali Bratasena menyemburkan ludahnya dengan sengit. Perlahan kakinya bergeser ke kanan, sambil mempermainkan pedangnya di depan dada. Sedangkan Rangga tetap berdiri tegak, mengamati setiap gerak laki-laki setengah baya itu dengan sinar mata tajam, tanpa berkedip sedikit pun juga.
"Tahan seranganku! Hiyaaa...!"
Bet!
Cepat sekali Bratasena melompat sambil mengebutkan pedangnya, tepat mengarah ke bagian kepala Pendekar Rajawali Sakti.
"Haps!" Namun hanya sedikit saja Rangga mengegoskan kepala, tebasan pedang lawannya bisa dihindari. Dan cepat kakinya ditarik ke belakang, begitu Bratasena langsung melepaskan satu tendangan menggeledek dengan tubuh berputar di udara. Kembali serangan laki-laki setengah baya itu tidak mengenai sasaran.
"Phuih!" Bratasena kembali menyemburkan ludahnya dengan sengit, begitu kakinya menjejak kembali di tanah berpasir ini. Sementara Rangga kembali berdiri tegak dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Begitu tenang sikap Pendekar Rajawali Sakti, tanpa sedikit pun merasa dia terpancing. Bahkan Bratasena sendiri yang jadi geram melihat ketenangan pemuda lawannya.
"Hap...!" Bratasena langsung mempersiapkan jurus yang kedua, setelah jurus pertamanya tidak membawa hasil. Pedangnya berkelebat begitu cepat di depan dadanya sendiri sambil menggeser kaki yang begitu cepat dan ringan. Sementara Rangga masih tetap diam, menanti dengan mata tidak berkedip. Terus diperhatikannya setiap gerak lawannya ini.
"Hup! Yeaaah...!" Sambil membentak keras, Bratasena langsung melompat menyerang. Pedangnya berkelebatan begitu cepat dan beruntun beberapa kali. Setiap sabetannya mengarah ke bagian tubuh lawan yang mematikan. Namun dengan gerakan gesit dan ringan, Rangga berhasil menghindari semua serangan cepat dan beruntun ini. Saat itu Pendekar Rajawali Sakti mengerahkan jurus Sembilan Langkah Ajaib". Sebuah jurus yang hanya digunakan untuk menghindari serangan lawan tanpa harus balas menyerang.
Bratasena terus menyerang gencar mengerahkan jurus-jurus pedangnya yang sangat cepat dan berbahaya. Beberapa kali pedangnya hampir menebas bagian tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Tapi dengan gerakan tubuh indah sekali, Rangga selalu bisa menghindarinya. Bahkan gerakan-gerakan tubuh Pendekar Rajawali Sakti seperti tidak beraturan sama sekali, membuat Bratasena jadi tidak mengerti dan sulit memasukkan serangan.
"Hiya! Hiya! Yeaaah...!"
Jurus demi jurus berlalu cepat. Sementara Bratasena semakin meningkatkan serangannya. Namun sampai enam jurus berlalu, belum juga bisa memasukkan serangannya. Bahkan semakin sulit saja untuk bisa menjamah tubuh Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan gerakan-gerakan Rangga dalam menghindari serangan-serangan memang semakin sulit dimengerti. Malah sama sekali bukan gerakan-gerakan ilmu olah kanuragan, tapi lebih mirip gerakan orang yang terlalu banyak menenggak minuman arak. Namun semakin tidak beraturannya gerakan-gerakan Pendekar Rajawali Sakti, semakin sulit saja untuk bisa menjamahnya.
"Setan...! Hup!"
Bratasena jadi putus asa. Cepat dia melompat ke belakang dan berputaran tiga kali di udara, sebelum kedua kakinya menjejak tanah berpasir putih di halaman depan Istana Pulau Bidadari ini. Hingga antara mereka kini terjaga jarak sejauh satu batang tombak
Laki-laki setengah baya itu sudah menyilangkan pedangnya. Tampak tarikan napasnya begitu cepat memburu. Dan titik-titik keringat mulai terlihat membasahi wajah dan lehernya. Sedangkan Rangga tetap kelihatan tenang, dengan napas tetap teratur lembut. Sedikit pun tidak terlihat titik keringat di wajahnya. Malah bibirnya mengembangkan senyum yang sangat manis.
"Kau memang tangguh, Anak Muda. Tapi itu baru permulaan saja. Hadapilah jurus-jurus pamungkasku ini...!" desis Bratasena dengan suara dingin menggetarkan.
"Hm..." Rangga hanya menggumam saja sedikit. Sementara Bratasena sudah membuat beberapa gerak pedang, mempersiapkan jurus andalan. Setiap kebutan pedangnya kali ini menimbulkan gemuruh topan yang mengamuk di lautan. Dan saat itu juga Rangga merasakan adanya hempasan hawa panas dari tiupan angin yang keluar dari gerakan-gerakan pedang itu.
"Hm..." Kembali Rangga menggumam sedikit. Lalu kakinya ditarik ke belakang dua langkah. Kedua tangannya yang sudah terkepal erat tersilang di depan dada. Sorot matanya terlihat begitu tajam memperhatikan setiap gerakan pedang yang dimainkan lawannya. Sebentar kemudian perlahan-lahan Rangga menggerakkan kedua tangannya, hingga turun sejajar pinggang. Dan saat itu juga kedua kepalan tangannya jadi berwarna merah, bagai besi terbakar dalam tungku. Jelas sekali kalau pemuda itu sudah mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali' tingkat terakhir. Sebuah jurus dari lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' yang dahsyat dan sukar dicari tandingannya.
"Tahan seranganku, Anak Muda! Hiyaaat...!"
Sambil membentak keras menggelegar, Bratasena melompat cepat. Langsung pedangnya dikebutkan begitu cepat seperti membuat putaran. Sehingga hanya lingkaran putih keperakan saja yang terlihat, seperti sebuah perisai melindungi dirinya. Namun pada saat itu juga...
"Yeaaah...!"
Rangga langsung menghentakkan kedua tangannya yang sudah terkepal ke depan, sambil menarik kedua kakinya, hingga terpentang cukup lebar ke samping. Dan seketika itu juga, dari telapak tangannya yang langsung terbuka melesat dua buah sinar merah yang begitu cepat bagai kilat. Sinar itu langsung menghantam bagian tengah lingkaran putih dari putaran pedang Bratasena yang cepat itu. Dan...
Splash!
"Akh...!"
Trang!
Bratasena terpekik agak tertahan. Tubuhnya langsung terpental ke belakang begitu cahaya merah yang melesat dari kedua telapak tangan Pendekar Rajawali Sakti menghantam lingkaran pedangnya. Dan terlihat pedang itu terpental jatuh ke tanah berpasir putih ini, tepat di ujung jari kaki Pendekar Rajawali Sakti. Sementara Bratasena sendiri terhuyung-huyung sambil memegangi tangan kanannya yang berdarah.
"Setan keparat...!" desis Bratasena geram setengah mati.
"Ini pedangmu, Ki," kata Rangga sambil menyepak pedang yang tergeletak di depan ujung jari kakinya.
Pedang itu langsung melayang deras ke arah Bratasena.
"Phuih!"
Tap!
Dengan tangan kiri, Bratasena menangkap pedang itu. Meskipun geram, tapi hatinya memuji kesatriaan pemuda yang menjadi lawannya. Belum pernah dia menemukan lawan seperti pemuda itu. Begitu jantan dan tidak sudi mengambil keuntungan untuk memenangan sendiri di saat lawannya sudah tidak berdaya. Bahkan memberinya kesempatan untuk kembali melanjutkan pertarungan secara ksatria.
"Kemenanganmu belum tiba, Anak Muda... Aku masih menyimpan ilmu kesaktian yang tidak bisa kau hadapi lagi," desis Bratasena dingin menggetarkan.
"Hm...," Rangga hanya menggumam saja sedikit.
Cring!
Bratasena menyarungkan kembali pedangnya di pinggang. Kemudian dia membuat beberapa gerakan dengan perlahan. Sedangkan Rangga hanya memperhatikan saja dengan kelopak mata agak menyipit. Sesaat kemudian, Pendekar Rajawali Sakti jadi terkesiap begitu melihat seluruh tubuh Bratasena memancarkan cahaya merah seperti terbakar. Rangga langsung melangkah ke belakang beberapa tindak. Sementara Bratasena yang seluruh tubuhnya sudah bercahaya merah, berdiri tegak dengan kedua tangan terkepal erat di samping pinggang.
"Yeaaah...!"
Tanpa membuang-buang waktu lagi, Bratasena langsung menghentakkan kedua tangannya ke depan, sambil berteriak keras menggelegar. Maka seketika itu juga, dari kepalan kedua tangannya melesat dua cahaya merah yang langsung meluruk bagai kilat menerjang Pendekar Rajawali Sakti.
"Haup!"
Cepat-cepat Rangga melenting ke samping, dan langsung menjatuhkan diri ke tanah. Sehingga, serangan Bratasena tidak sampai mengenai tubuhnya. Dua cahaya merah bagai api itu menghantam tanah kosong, hingga menimbulkan ledakan sangat dahsyat menggelegar. Debu kontan beterbangan ke angkasa beberapa kali ditanah berumput ini. Dan cepat Pendekar Rajawali Sakti melompat bangkit berdiri, dengan gerakan begitu indah.
Namun saat itu juga, Bratasena sudah menghentakkan kedua tangannya kembali ke arah Pendekar Rajawali Sakti sambil berteriak keras menggelegar.
"Yeaaah...!"
"Hap!"
Kembali Rangga terpaksa harus melenting ke belakang, sambil berputar dua kali di udara untuk menghindari serangan itu. Lalu manis sekali Pendekar Rajawali Sakti hinggap di atas sebatang pohon yang tidak begitu tinggi. Tapi pada saat itu juga, Bratasena sudah melancarkan serangan kembali yang sangat dahsyat. Sehingga Rangga kembali harus melesat menghindarinya. Suara ledakan pun kembali terdengar begitu dahsyat, membuat pohon itu seketika hancur berkeping-keping terhantam cahaya merah bagai api.
"Hap!"
Manis sekali Rangga menjejakkan kakinya kembali di tanah. Dan pada saat itu, Bratasena sudah siap hendak menyerangnya kembali. Sudah tiga kali serangan yang dilancarkan, tapi tidak satu pun yang berhasil mengenai sasaran. Rangga selalu bisa menghindari serangan itu dengan gerakan manis sekali.
"Hiyaaa...!"
Tapi serangan yang dilancarkan Bratasena kali ini, Rangga sama sekali tidak berusaha menghindarinya. Ditunggunya sampai cahaya merah bagai api itu dekat dengan dirinya. Lalu...
"Yeaaah...!"
Cring!
Bet!
Clarks!
"Heh...?!" Bratasena jadi tersentak kaget setengah mati, begitu tiba-tiba Rangga mencabut pedang pusakanya, dan langsung dikebutkan ke depan untuk menangkis serangannya. Kedua cahaya merah yang dilepaskannya terpental balik, begitu menghantam Pedang Pusaka Rajawali Sakti yang memancarkan cahaya biru terang berkilauan menyilaukan mata.
Untung saja Bratasena cepat melompat, hingga tidak sampai tersambar cahaya merah yang dilepaskannya sendiri. Dan dia cepat berputaran beberapa kali di udara, sebelum kedua kakinya menjejak tanah kembali. Sementara Rangga sudah menggenggam pedang pusakanya. Senjata yang memancarkan cahaya biru terang itu kini tersilang di depan dada. Pamor pedang itu memang sangat dahsyat, membuat kedua bola mata Bratasena jadi terbeliak lebar. Belum pernah disaksikannya sebilah pedang yang berpamor begitu dahsyat. Bahkan bisa mengeluarkan cahaya terang yang begitu menyilaukan mata!
Sret!
Cring...!
Bratasena langsung mencabut pedangnya kembali, dan digenggam dengan tangan kanan. Pedang itu juga kini berwarna merah bagai mengeluarkan api. Sementara Rangga sudah menyilangkan pedangnya di depan dada. Sementara telapak tangan kirinya menempel pada mata pedang yang memancarkan cahaya biru terang menyilaukan mata. Tatapan matanya begitu tajam, tertuju lurus pada bola mata lawannya yang berada sekitar satu batang tombak di depannya. Untuk beberapa saat, mereka terdiam saling berdiri berhadapan dan saling berpandangan tajam. Seakan-akan, mereka sedang mengukur tingkat kapandaian masing-masing.
"Mampus kau, Anak Muda Keparat! Hiyaaat...!"
"Hap!"
Bratasena seakan tidak memberi kesempatan pada Pendekar Rajawali Sakti untuk mempersiapkan aji kesaktian juga. Begitu melihat pamor pedang pusaka pendekar muda itu demikian dahsyat, darahnya jadi berdesir cepat sekali. Maka langsung saja dilancarkannya serangan-serangan secara beruntun dan cepat sekali. Dan ini membuat Rangga terpaksa harus berjumpalitan di udara menghindarinya.
"Hih!"
Splash...!
Bahkan beberapa kali Pedang Pusaka Rajawali Sakti menghantam cahaya merah yang menyerang pemuda itu. Sehingga, beberapa kali pula Bratasena terpaksa harus melompat menghindari cahaya merahnya sendiri, yang terpantul balik menyerangnya. Sementara Rangga terus berjumpalitan di udara, menghindari setiap serangan lawannya yang gencar dan beruntun.
"Hiya! Yeaaah...!"
Bratasena terus menyerang Pendekar Rajawali Sakti dengan gencar dan beruntun. Begitu cepat serangannya, hingga membuat Rangga begitu sulit memberi serangan balasan. Dan Pendekar Rajawali Sakti terpaksa harus terus menggunakan jurus Sembilan Langkah Ajaib' untuk menghindarinya. Sehingga tidak ada satu serangan pun yang dilancarkan Bratasena tepat mengenai sasaran. Gerakan-gerakan Rangga begitu sulit diterka arahnya. Bahkan pedang yang tergenggam di tangannya beberapa kali bisa menangkis serangannya, tanpa mendapatkan pengaruh apa-apa.

***

129. Pendekar Rajawali Sakti : Pulau KematianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang