34. Pura-pura Palsu

9.3K 1.5K 310
                                    

Siapa Kakak2 disini yg meski udh tahu umurnya Pak Haris, tetep lbh seneng manggil "Bang Haris" atau "Mas Haris" instead of "Pak"?

Berarti Kakak2 pernah nyobain pake mesin tik, mengoperasikan Lotus & WS, ngantri wartel dan warnet. Iya khaaann?

* * *

Siapa disini yang udah tahu judulnya "Cerita yang Tidak Dimulai" tapi masih konsisten berharap happy-ending story?

Berarti Kakak2 adalah harapan bangsa ini. Meski corona merebak, kebijakan pemerintah ga jelas, ekonomi kalang-kabut,,, tapi Kakak2 selalu memiliki optimisme menjalani hidup.

* * *

Haris memandangi jalanan yang berkelebat dari jendela ketika Hilbram mengemudikan mobilnya pulang. Setelah menghabiskan kopi, teh dan beberapa cemilan sambil ngobrol di kafe, Halida, Hana dan Hadi langsung bertolak kembali ke Bandung. Sementara Haris dan Hilbram kembali ke rumah Haris.

Haiva dan kedua orangtuanya sudah lebih dulu meninggalkan kafe tersebut sebelum keluarga Haris. Kedua keluarga mereka sempat saling bertemu, hanya sekilas saling menyapa, ketika keluarga Haiva pamit pulang lebih dahulu.

Pertemuannya hari ini dengan Haiva dan keluarganya memvalidasi dugaan Haris tentang sikap aneh Haiva.

Haiva bukan hanya tidak memberitahu Haris tentang kedatangan orangtuanya ke Jakarta. Gadis itu juga seperti enggan mengakui hubungannya dengan Haris di hadapan orangtuanya.

Haris memahami posisi Haiva yang tidak mudah untuk menceritakan tentang dirinya pada kedua orangtuanya. Pun demikian, hatinya tetap kecewa.

"Pakde sakit kepala lagi?" tanya Hilbram sambil menoleh sesaat pada Haris.

Baru sadar bahwa dirinya sejak tadi memijit-mijit pelipisnya, Haris segera menurunkan tangannya. Ia tidak benar-benar sakit kepala, hanya galau saja dengan sikap Haiva.

"Apa aku perlu belok ke rumah sakit, Pakde?" tanya Hilbram memastikan.

"Nggak usah, Bam. Pakde baik-baik aja."

"Tadi Pakde nggak makan macem-macem kan? Nggak minum kopi juga kan?"

"Nggak kok. Kan Ibam sudah cerewet mengingatkan."

"Alhamdulillah." Hilbram mendesah lega. "Mbak Iva titip pesan ke aku supaya ngawasin Pakde. Pakde belum boleh minum kopi dulu. Makanannya jangan terlalu asin. Aku juga tadi siang naruh tensimeter elektronik di kamar Pakde. Aku baru inget ngeluarin dari tas. Mbak Iva nitipin itu ke aku, buat Pakde. Kata Mbak Iva, kalau Pakde mulai merasa pusing, langsung cek tekanan darah."

"Haiva?" tanya Haris kaget. Hilbram mengangguk. "Kapan dia bilang semua itu ke Ibam?"

"Waktu Pakde pulang dari RS."

"Dia ke rumah sakit?"

"Iya. Hari itu pagi-pagi sebelum berangkat kerja, Mbak Iva mampir ke RS dan ketemu aku."

"Tapi dia tidak menemui Pakde?"

Hilbram tidak menjawab. Ia terdiam sesaat sebelum berdehem dengan gugup.

"Ibam pengen tanya sesuatu, Pakde. Boleh?"

"Tanya apa?"

"Tapi Pakde jangan marah."

"Tanya apa dulu?"

"Emmm... apa benar Pakde belum nikah sampai sekarang karena Mama? Apa mungkin Pakde masih cinta sama Mama?"

CERITA YANG TIDAK DIMULAITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang