01. Liburan Antimainstream

770 62 24
                                    


Angin malam bertiup pelan membuat merinding sepasang muda-mudi yang tengah berjalan menyusuri daratan berpasir putih tepi pantai. Keadaan mereka nampak kacau. Ekspresi lelah bercampur kalut, hingga pakaian yang kotor dan sobek dibeberapa bagiannya.

“Bagaimana ini? Mereka semua pasti sudah mati,”tangis salah seorang diantara mereka.

“Ssstt! Jangan menangis disini! Dia bisa mendengarmu!”larang si pemuda yang berjalan disebelahnya.

Patahan ranting yang terinjak oleh si gadis, membuat pemuda itu memejam sejenak, merutuki betapa cerobohnya gadis itu. Ia lalu menarik rekannya itu bersembunyi dibalik sebuah batang pohon besar yang tergeletak ditanah dan mengisyaratkan agar gadis itu tetap tenang.

Seperti peka akan rasa takut kedua remaja itu, suasana hening menyelimuti sekitaran mereka, disusul deru ombak air laut yang anehnya terasa mencekam dan mengusik indra pendengaran. Pemuda itu menatap menelusuri sekelilingnya waspada. Gadis itu semakin kuat terisak namun berusaha meredam tangisannya dengan kedua tangan yang membungkam mulutnya.

Tiba-tiba saja, hembusan angin yang tepat menerpa wajahnya membuat ia merasakan kehadiran lain diantara mereka. Lehernya terasa tercekat, tubuhnya mendadak kaku dan keringat dingin mulai menegaskan ketakutan sudah semakin menjalar. Hal itu didukung sebuah tangan kurus nan pucat menyentuh pergelangan kakinya, membuat ia seketika menjerit dan menarik perhatian pemuda disebelahnya.

Belum sempat pemuda itu menyelamatkan rekannya, tangan itu menarik kasar kaki si gadis dan menyeretnya memasuki rimbunnya pepohonan dan kegelapan pun menelan sosok si gadis bersama jeritannya.

Malam itu, si pemuda sepenuhnya menyesali keputusan mereka menghiraukan larangan berlibur ke pulau tersebut. Ia larut dalam rasa takut dan sedih disaat bersamaan, mengingat bagaimana rekan-rekannya satu per satu direnggut dan menyisakan ia seorang diri. Bahkan si pembantai pun tak jelas sosoknya seperti apa.

Seperti sudah pasrah dan tidak mengerti bagaimana harus menghadapi situasinya sekarang, pemuda itu berdiri menatap kegelapan didepannya. Menyeringai pada pohon-pohon rimbun nan tinggi yang menyembunyikan misteri dibalik batang-batang besarnya yang menjulang.

“Mungkin aku seharusnya ikut dengan mereka,”gumam pemuda itu. Dengan langkah beratnya, ia memasuki gerbang misteri itu menyusul teman-temannya didalam sana.





🐾🐾🐾🐾🐾




*Tiga tahun setelahnya..

“Hyung! Sudah dapat tempat yang menarik?”tanya seorang pemuda.

Pemuda itu tanpa rasa bersalah merebut dan menyantap cemilan yang semula berada ditangan orang yang dipanggilnya ‘Hyung’ itu. Si pemilik cemilan hanya menghela napas pelan, mengabaikan sikap kurang sopan orang itu dan menggeleng.

“Hah? Kau belum dapat tempatnya? Aku sudah tidak sabar menikmati liburan kali ini,”keluh pemuda itu lagi.

“Hyunjin, mencari tempat liburan yang ‘antimainstream’ seperti yang kau minta itu tidak mudah!”

Pemuda itu mencebik, lalu mengembalikan cemilan itu ke pemiliknya. Ia lalu beranjak dari sana meninggalkan yang lebih tua dengan tatapan herannya. Kepalanya pasti sudah sangat pusing menghadapi kelakuan Hyunjin yang datang untuk menanyakan hal itu dan pergi dalam keadaan tidak terima karena permintaannya belum terpenuhi.

HOLIDAY || Stray Kids Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang