"Berhenti untuk melirikku, Yoon." Kesal Youra. Berusaha menutupi kedua mata itu yang sibuk menyampingkan irisnya pada gadis yang berpegang teguh pada sebilah bantal yang kini sudah terlalu di penuhi oleh beberapa tetes air mata.
Benar saja, alurnya sungguh berubah. Youra tidak pernah mengerti, mengapa ayah selalu bersikukuh dengan keputusannya tanpa memperhatikan apakah Youra bersedia atau tidak.
Jika begini, apa yang harus dilakukan Youra, bagaimana mengembalikan susunan alur yang seharusnya sudah tetap pada jalurnya. Bahkan ayah bersikap keras kepala, membiarkan satu kalimat pengusiran tidak terhormat menjurus pada Youra. Malamnya lebih kelabu daripada yang di bayangkan.
"Sampai kapan kau akan menangis, Youra?"
Diluar dugaan, Yoongi tidak tahu jika Youra bisa menangis terisak seperti itu. Sejenak hanya memandangi, hingga Yoongi memutuskan untuk terduduk di sisi tempat tidur dan menarik tubuh Youra, memasuki dekapannya yang hangat.
"Sudahlah, aku yang akan bertanggung jawab. Besok kau sudah bisa pulang." Ujar Yoongi. Menepuk halus punggung itu. Namun, yang ia dapatkan adalah sebuah pukulan ringan pada pinggangnya.
"Bukan itu." Youra melepaskan rengkuhan Yoongi. Mengusap seluruh malapetaka menjijikkan yang berada di setiap wajahnya.
Hanya satu ketakutan yang Youra rasakan saat ini. Bukan karena ayah yang memang lebih menyeramkan daripada beruang madu. Namun, ketika bagaimana jika Yoongi mendengar kalimat yang dilontarkan ayah sebelum acara pengusiran terjadi. Bagaimana ia menjelaskan semuanya. Mulai darimana ia harus menerima bila ternyata ceritanya tidak berbeda dan tetap sama. Youra takut, sangat takut.
Yoongi hanya memperhatikan gadis itu yang bergerak mendekatinya. Mendudukan diri pada pangkuan Yoongi dan mengalungkan kedua lengannya diantara ceruk leher Yoongi. Kepalanya disandarkan lebih nyaman, membuat Yoongi sekedar menghela nafas.
"Mengapa kau mengikutiku?" Lirih Youra.
Perlahan, Yoongi mengaitkan kedua lengannya pada punggung Youra. Menepuknya, menyalurkan kelembutan yang tersisa. "Aku tidak mungkin membiarkanmu berjalan sendirian di tengah malam, Youra."
Tidak mampu menahan adalah kelemahan Youra. Ia tidak bisa membuat pembatas pada kedua kelopak matanya untuk tidak terus menerus menangis. Namun, bayangan mengerikan seakan mendesak Youra dan menyakitinya perlahan.
Membuat Youra hanya dirundungi ketakutan yang berlebihan. Ia tetap terpaku pada pria yang kini sedang berusaha menenangkannya, hatinya bagai menemukan tempat berlindung yang sulit untuk ditinggalkan. Sungguh, Tuhan, salahkah Youra mencintainya?
"Kau harus tidur. Aku akan berbaring di sofa." Yoongi hampir melepaskan ketergantungan gadis itu. Namun, layaknya batu, Youra enggan untuk menjauh.
"Biarkan seperti ini."
Ya, mau tidak mau Yoongi hanya membiarkan Youra melakukan apapun kepadanya sesuka hati. Yoongi memilih menepuk-nepuk punggung itu, sesekali beralih mengusap surainya. Ia tahu, perasaan Youra sedang dalam keadaan buruk.
Tiba-tiba juga pikirannya bercabang, berkelana mengitari ingatan akan kejadian beberapa jam lalu disaat Youra mengecup bibirnya. Seakan membuat seluruh inderanya mati. Entah apa maksud dan tujuan Youra bertingkah seperti itu, namun Yoongi hanya merasa bila Youra memang memiliki alasan.
"Ku harap kau tidak mendengarnya, Yoon."
Yoongi bisa merasakan tubuh itu yang kian lama terasa berat. Sejenak melirik sekilas dan menyadari bahwa Youra tertidur pulas dengan bersandar pada pundaknya. Yoongi mengecup singkat pelipis Youra. Bergerak untuk menjatuhkan tubuh gadis itu pada tempat tidurnya. Yoongi seperti mengurus seorang bayi besar, sangat menggemaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(REVISI DULU) Sequoia || Min Yoongi Fanfiction ✔
Fanfiction(PROSES REVISI-END) Semua orang mengatakan bahwa masa lalu adalah sebuah sejarah yang berbeda tentang hari ini. Namun, bagi Yoongi semua waktu adalah sama. Mencintai dimasa lalu, bukan berarti harus mencintai dimasa sekarang. Perceraian yang terjadi...