"Yatuhan, apakah arwah tidak bisa bermain ponsel? Aku benar-benar membutuhkan ponselku saat ini." gumam Dewa, ia mengusap kedua telapak tangannya yang terasa dingin.
Ia menelusuri lorong demi lorong di rumah sakit itu. Ia tidak tau di lantai berapa ia berada. Yang bisa ia lihat hanyalah lampu-lampu yang berkedip-kedip dan menambahkan suasana seram, serta beberapa ruangan di sekitarannya yang terkunci.
Langkahnya gontai dan terkesan malas-malasan karena dirinya memang malas. Terlebih lagi ini sudah larut malam dan seharusnya dia sedang tidur nyenyak diatas ranjangnya yang empuk dan hangat. Mengingat ranjangnya saja membuat dirinya ingin sekali tidur.
Dewa menghentikan langkahnya, ia memerhatikan lorong di depannya yang tampak gelap tanpa penerangan apapun. Ia merasa ada sesuatu atau seseorang yang menatap kearahnya dari kegelapan.
"Gelap sekali. Kenapa Ody tidak memberiku sebuah senter sebelum mengirimku pergi?" ia meringis kesal tanpa mengalihkan pandangannya dari kegelapan di depan sana.
Dewa menelan salivanya dengan susah, ia benar-benar merasakan hawa yang tak enak dari sana. Seolah-olah ada sesuatu yang menatapnya dengan tatapan tajam dan tak suka dari dalam kegelapan itu.
"HIHIHIHIHIHIHI....."
Mata Dewa melebar ketika ia mendengar suara tertawa seram berasal dari dalam kegelapan. Suara yang terdengar spontan dan tiba-tiba seolah memang berusaha untuk membuat dirinya terkejut.
Kaki Dewa mendadak terasa sangat berat ketika ia hendak melangkah menghampiri sesuatu yang bersembunyi di kegelapan itu. Meskipun sulit, ia tetap melangkah mendekati kegelapan itu hingga tiba-tiba sebuah lampu di sekitaran sana mulai menyala dan berkedip-kedip, memusnahkan kegelapan yang sempat membuat Dewa merasa sedikit was-was dan takut.
Namun ternyata lampu yang berkedip-kedip itu justru perlahan membuat rasa takutnya semakin bertambah. Ia menatap langit-langit, berusaha mencari sosok makluk yang tadi tertawa.
"Hihihi..."
Tubuh Dewa kaku dan menegang seketika saat suara tawa yang menyeramkan itu terdengar tepat dari belakangnya. Ia melirik melalui sudut matanya, dirinya merasa takut untuk berbalik.
Dewa memutar tubuhnya secepat kilat, ingin cepat-cepat melihat sosok yang tertawa di belakangnya. Wajahnya memucat dan kakinya melangkah mundur perlahan. Dewa menutup mulutnya rapat-rapat ketika matanya pun tak mampu mengalihkan pandangannya dari sosok hantu wanita yang tampak seperti kuntilanak namun berbaju hitam.
Kuntilanak berbaju hitam itu menatapnya lekat-lekat sambil menyunggingkan senyuman lebar yang menyeramkan. Sosoknya menempel pada dinding sambil menggendong bayi hantu yang kemungkinan merupakan anaknya.
"Nina...bobo..... oh nina bobo... kalau...tidak bobo... di gigit nyamuk.... HIHIHIHIHIHIHI...!!"
Dewa semakin ketakutan ketika kuntilanak berbaju hitam itu menimang-nimang bayinya sambil bernyanyi dengan lembut kemudian tertawa dengan kencang.
Nyanyian yang terdengar putus-putus namun lembut meskipun nada nyanyiannya terdengar seperti rintihan yang menyeramkan dan mampu membuat bulu kuduknya meremang seketika.
Nafas Dewa terputus-putus, ia memejamkan matanya rapat-rapat meskipun keringat dingin sudah tiba-tiba membasahi tubuhnya. "Dewa, Dewa, Dewa! Jangan pingsan, jangan pingsan, jangan pingsan, Dewa!" batinnya kuat-kuat.
BRRAAKKK BRRRAAKK BRAAAKKK!
Sontak Dewa membuka matanya yang sempat terpejam tadi. Suasanya kini telah berubah, lampunya tak lagi berkedip namun membuat lorong tempatnya berdiri menjadi agak temaram.
Kuntilanak itu masih menempel ditembok, namun perlahan-lahan ia melirik kearah pintu ruangan yang tertutup disebelahnya, seolah menyuruh Dewa untuk melihat kearah yang sama.
Reflek, Dewa pun mengikuti arah tatapan kuntilanak berbaju hitam itu. Nafasnya semakin terputus-putus ketika melihat puluhan hantu anak kecil bermata hitam yang sedang menggedor-gedor pintu tersebut dari dalam, seolah meminta Dewa membukakan pintu untuk mereka keluar.
Wajah mereka tampak sangat pucat, pakaiannya pun kotor dan compang-camping. Dewa menutup mulutnya dengan tangan ketika keringat dingin mulai muncul dari pelipisnya. Suara gedoran pintu itu pun terus terdengar sebelum akhirnya berhenti.
Dewa tak mengalihkan pandangannya sedikitpun dari hantu-hantu anak kecil tersebut. Mereka tampak bergerak kompak dan berhenti menggedor pintu. Tangan mereka sama-sama bergerak, terangkat ke depan wajah mereka kemudian mereka menempelkan jari telunjuk mereka ke depan bibir, seolah menyuruh Dewa untuk tidak bersuara.
"SSSHHHH!"
Dewa terperanjat kaget ketika lampu di ruangan itu mati, menyebabkan ruangan tersebut gelap gulita dan hantu-hantu anak kecil tersebut tak lagi terlihat.
Namun tak sampai setengah menit, lampu ruangan itu kembali menyala dan menampilkan Hantu Ona yang menyeramkan tengah berdiri di dalam ruangan itu sambil tersenyum lebar dan menatap kearahnya.
Sekali lagi lampunya mati kemudian kembali menyala. Hantu Ona masih berdiri pada posisinya namun kini hantu-hantu anak kecil bermata hitam itu berkumpul, berdiri di depan Hantu Ona dan membentuk formasi seolah melindungi Hantu Ona.
Dewa semakin takut, nafasnya yang terengah-engah membuat dadanya naik turun. Kenapa Ody tega meletakkan Dewa di posisi seperti ini? Ia akan lebih memilih untuk membantu menjahit luka wanita hamil itu daripada harus menghadapi Ona yang ternyata memiliki banyak sekali bawahan untuk melindungi dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ODYONA - Dewa Version
HorrorODYONA - Dewa Version. Written by Chizzyous. Warn! Ditulis dengan bahasa baku, mohon maaf jika tidak nyaman! "They are everywhere." 06 Juli 2020