Sesuatu

6 2 0
                                    

Kania membalikkan badannya saat suara melengking itu tertangkap oleh telinganya. Nadia sedang berdiri sambil berkacak pinggang dan menatapnya horor.

"Apalagi kak?" tanya Kania jengah.

"Gue ingetin sekali lagi sama lo, jangan ganggu Gara Kai, lo gak ngerti juga ya?" ucap Nadia menggebu-gebu.

Kania menghela napas pelan, gadis itu melipat dua tangannya di depan dada, "Kakak amnesia atau pura-pura lupa? Tadi, di danau, kak Gara yang nyamperin aku dan marah-marah sama Reno. Kakak malah peringatin aku?" Kania tertawa meremehkan, "Harusnya, peringatin aja cowok yang kakak gila-gilain itu. Jangan gue!"

Kania membuka pintu kamarnya. Gadis itu masuk, tak lagi peduli dengan Nadia yang mungkin masih sangat marah. Kania melepas tas selempang yang ia pakai dan melemparnya asal ke atas ranjang.

Ceklek

Pintu kamar Kania terbuka, seorang wanita paruh baya dengan seringaian tajamnya masuk.

"Hai sayang," sapanya.

Kania memutar bola matanya malas, ia segera berdiri dan mengambil handuk, namun tangannya ditahan oleh Ningrum.

"Apasih tujuan kamu pulang? Kamu gak liat, papa kamu, kakak kamu, semuanya sudah bahagia Kania. Mereka sudah jadi bagian dari saya." Ningrum tersenyum bangga.

"Dan kamu bisa lihat kan? Apa yang bisa saya lakukan untuk membuat kamu terkucilkan. Ya ya, saya tahu, kamu masih terus berusaha meyakinkan mereka. Tapi ingat satu hal Kania, di rumah ini, hanya saya yang percaya kalau kamu bisa mendengar suara hati saya enam tahun yang lalu, sedangkan papa dan kakak kamu, mereka dalam kendali saya."

Kania menghembuskan napas kasar, sungguh, rasanya ingin sekali Kania menjambak dan menampar wanita di hadapannya ini. Tapi kemudian, gadis itu tersenyum sinis.

"Silahkan, anda mau melakukan apapun, anda pikir saya peduli? Saya ada di sini demi ibu saya, bukan demi orang yang anda sebut sebagai bagian hidup anda. Dan ya, anda juga harus ingat satu hal, akan ada masanya papa dan kakak saya percaya pada saya. Anda bisa pegang kata-kata saya."

*****

"Kai," panggil Ocha semangat, gadis itu melambaikan tangan ke arah Kania yang berjalan santai menuju kelas.

"Apa?" tanya Kania sambil melepas earphone di telinga kirinya.

"Liat deh, kak Reno kasih ini," Ocha memperlihatkan selebaran di tangannya, "Lomba cerdas cermat antar kelas, kalau menang kita bisa ikut antar sekolah Kai," jelas Ocha kegirangan, tak lupa dengan senyum yang selalu mengembang di bibirnya.

"Oh," jawab Kania lalu masuk dan duduk di bangkunya.

Ocha menghela napas, ia mengelus dada pelan, "Sabar Ocha, Kai pasti mau," katanya.

"Kai, kamu mau ikut kan?" tanya Ocha sambil duduk di sebelah Kania, di tempat duduk Angga.

"Apa?" tanya Kania cuek.

Ocha lagi-lagi menghela napas, "Ikut lomba ini Kai, sama aku, Angga juga."

Kania melirik Ocha, "Angga?"

"Iya Angga, dia pinter kok," kata Ocha.

"Gue gak minat," ujar Kania jengah.

Kania mengeluarkan buku matematikanya, lalu memberikannya pada Ocha, "Periksain dong Cha."

Ocha geleng-geleng kepala saja sambil menerima buku PR sahabatnya itu. Ia meneliti setiap jawaban Kania, dan ya, tidak ada yang salah sama sekali. Ocha tersenyum kecil sambil memberikan buku itu pada Kania.

KaniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang