Pantai

35 33 11
                                    

"Hore! Pantai ...," teriak gadis remaja yang tengah berlari di atas pasir putih. Tawanya bergema, membuat mata indahnya menyipit. Ia menghentikan langkah, mengatur nafas yang terasa terrsengal.

Gadis itu menoleh ke samping. "Gue tahu lo di belakang, Bang," ucapnya sembari membalikkan badan dan mendapati seseorang yang tengah menatapnya datar.

Leres Anggita seseorang berlesung pipi dan memiliki paras yang cantik itu terkikik, tangannya terulur mencubit pipi pria di depannya.

Usaha untuk mengagetkan gadis itu, ternyata sia-sia. "Gak, asyik lo dek," ucap Angga Azkangdra--kakaknya sambil berlalu dari hadapannya. Pria beralis tebal itu berjalan menuju orang tuanya yang tengah menyusun makanan di atas karpet.

Suasana yang lumayan ramai, dengan langit yang cerah. Menikmati pemandangan indah di temani angin sepoi-sepoi. Wisatawan domestik dan mancanegara saling  memadati setiap sudut pantai, ada yang berenang, bermain pasir, berfoto ria,  berjemur dan masih banyak lagi. Gita mendaratkan pantatnya di tengah-tengah orang tersayangnya.

"Sayang, aaa." Gita menerima suapan dari sang bunda, lalu mengunyah makanan itu dan menelannya.

Gadis remaja itu menyenderkan kepalanya di bahu sang kakak. Netranya terus menatap layar gadget dengan jari mungil yang bergerak lincah di atas papan keyboard, sesekali bibirnya melengkung membentuk senyuman.

"Ah, mainan hp mulu, sini," tegur Angga  merebut ponsel dari tangan sang adik.

Gita mengerucutkan bibirnya, kebiasaan sang kakak memang seperti itu. Jahil dan tak senang melihatnya senang. Ia menggembungkan pipinya, berdecak kesal.

"Bilang saja iri, makanya punya pacar," ledeknya menjulurkan lidah, yang mampu membuat pria itu menatapnya tajam. Angga hendak meraih tangan gadis itu untuk memberinya pelajaran, tetapi  kalah cepat karena adiknya langsung bangkit dan berlari.

Baiklah, mungkin kakak dan adik yang berselisih tiga tahun itu akan kejar-kejaran sekarang.

"Akhirnya kena juga, lo." Angga memeluk gadis itu dari belakang.

Pria beralis tebal itu mengerutkan kening. " Sis, are you okay?" tanyanya dan melepas pelukan, ia meletakkan punggung tangan di atas dahi gadis itu. Pandangan yang lurus ke depan, tubuh mematung dan bibir mungil yang pucat.

Keluarga yang harmonis, dengan kehidupan yang berkecukupan. Gita merasa sangat beruntung karena telah menjadi salah satu anggota dari keluarga itu. Tak sedikit teman-temannya yang iri saat melihatnya selalu bahagia dan terlalu banyak orang yang menggosipi keluarganya, seperti saat ini.

"Itu 'kan keluarga pemilik perusahaan Glza group. Bahagia banget yah? Bikin iri deh." Gita menajamkan telinganya agar bisa mendengar suara itu lebih jelas.

"Banget!"

Sayup-sayup ia mendengar perbincangan segerombolan ibu-ibu yang sedang duduk santai di atas pasir putih yang tak jauh darinya berdiri.

Angga panik, ia mengguncang-guncang tubuh gadis itu, tapi sama sekali tak ada reaksi, reflek tangannya terangkat menampar  pipi gadis di depannya. Bukan maksud, ia hanya takut jika adiknya kenapa-napa.

Gita berdesih, tanpa aba-aba air matanya meluncur keluar, ia menatap tak percaya.

"Lo apa-apaan sih bang!" bentaknya sembari memegang pipinya yang berasa perih, tanpa melihat kaca ia pun tahu jika kini pipinya merah, akibat gambaran tangan besar itu.

Angga menunduk dalam. "Maaf Dek, abang gak seng ...," ucapnya terhenti kala gadis itu pergi meninggalkan dirinya. Sekarang ia menyesal, merutuki tangan yang telah berbuat lancang.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Leres Anggita Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang