Chapter 1 - Boy Met Girl

47 3 0
                                    


"Ibu, aku pulang" ujarku menatap ruang tamu yang kosong.
"Rendi?" Tak ada jawaban sama sekali.
"Kenapa pulang, uangmu habis?" Ujar ibu sembari menuang air dan meminumnya.
"Memangnya aku tak boleh pulang?" Ujarku sembari melepas jaket hitamku.
"Semua orang didesa membicarakanmu. Dasar anak tak tahu malu. Salah apa aku hingga sial melahitkanmu."
"Ibu.......aku juga sedang beruusaha keras melamar sana sini, belum ada panggilan kerja sekarang mau bagaimana lagi."
"Berusaha? Kou? Kerjamu hanya tidur! TAK ADA YANG MENYUKAIMU DI LUAR SANA."
"Aku memang belum sesukses kakak ipar. Bukannga tak bisa, hanya belum. Aku berusaha keras menjadi anak yang ibu sukai. Memang usahaku sekarang tak terlihat, karena aku ingin menunjukkan hasilnya bukan prosesnya."
"Hah, omonganmu sudah seperti orang pintar saja. Lihat ayahmu!! Dia jatuh bangun untuk menyekolahknmu dan menafkahi keluarga, apa kou tak merasa kasihan pada ayahmu yang mulai tua?! Teman2mu sudah pada menggendong bayi semua. Kou juga tak kasihan dengan ibumu ini?!"

  Tak ada jawaban untuk merespon omongan ibu. Semuanya benar. Berapa kalipun ia mengulang kata-katanya padaku, tetap saja selalu dapat menyakiti hatiku. Tapi ada kalanya aku menjawab perkatannya karena terlalu tak tahan dengan semuanya.
"Ibu tahu, aku sudah tak peduli pda kebahagianku lagi. Yang aku inginkan dan lakukan sekarang hanyalah untuk kalian. Tapi kenapa....kenapa ibu selalu berkata kasar padaku? Aku akan cari  uang yang banyk dan memberikan pada kalian. Setwlah itu aku ingin pergi dan menghilang." Suasana hening sesaat, lalu jawaban ibu membuatku tak tahan lagi.
"Lakukanlah...jika itu mudah." Ujarnya dengan wajah serius. Aku berbalik dan air mataku jatuh di pipikumbaku keluar rumah dan berpapasan dengan adikku.

"Kenapa kemari." Ujar Rendi yang putus SMA dengab wajah serius.
"Rindu rumah."
"Rumah lebih baik tanpamu." Aku menahan air mataku sekuatnya.
"Kou..." Ia berhenti saat hendak melewatiku.
"...kou ingat saat kou masih kecil? Kita sering tertawa dsb menghabiskan waktu bersama." Ternyata mengucapkan kerinduanku pada saat kami masih akur membuatku tak dapat menahan kesedihan.
"Kou ngomong apaan. Kita sudah dewasa. Kita butuh lebih banyaj uang."
"Apa....yang sepenting itu? Sampai dapat mengalahkan tali persaudaraan?"
"Berhenti ngomong gak jelas dan kerja sana! Hasilkan uang yang banyak, bukannya malah mennagis terus!"

   Ia hendak membuka pintu namun langkahnya berhenti dan kembali menoleh ke arahku.
"Oiya, berkat ketidak gunaan kakak, tangan ibu lecet semua karena kerja terlalu keras." Ia masuk ke rumah dengan cepat dan menutup pintu dengan keras hinggu suaranya menyerupai orang membanting pintu.

   Aku menenatap rumah dimana aku besar, dimana aku ingin datangi setiap masa-masa sulit, namun kini aku harus lebih dewasa dan perlahan meninggalkannya.

   Sampai di pekalongan, aku menelepon ayah karena rindu dan khawatir akan kesehatannya. Namun ia segera menutupnya karena sibuk melayani pengunjung.

    Sembari menunggu paggilan kerja, aku bekerja menjadi asisten chef di restoran kecil di pinggir jalan. Begitulah aku mendapatkan luka-luka di tanganku.

     ~~~~ Juni 1, 2020~~~~

   Aku rasa hari itu adalah awalnya. Aku duduk di teras belakang restoran sembari meminum diet coke dan memandnag bulan nan terang. Sebelum jam isturahat berakhir, sebuah email masuk,

  Selamat malam saudari Diana Larasati, kami dari PT. Nice Finance mengundang anda untuk wawancara. Silahkan balas pesan inj sebelum besok oagi untuk konfirmasi registrasi. Alamat wawancara tertera dibawah.
    Terimakasih.
                           Hormat kami,
                     HRD PT. Nice Finance

WORKING: You, Me And CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang