Chapter 2 - Count on Me

50 1 0
                                    

(Di kantor polisi Jakarta Pusat)

"Saya tidak membunuh pak David, pak? Apakah ada buktinya? Apakah DNA saya ditemukan di tubuh korban? Adakah CCTV yang membuktikan saya di TKP?" Seluruh polisi di ruangan itu pun melihatku dengan terkejut dan setengah kagum.

"Saya tanya apa yang anda lakukan pada Juni 29 malam hari?" Ujar pak Rahmat.
"Baiklah, malam itu pak David menelefon saya untuk menemuinya di samping tugu monas. Katanya ada hal mendesak yang harus ia katakan. Dia mengyuruh ke sana pukul 7 malam. Namun setelah saya menunggu 2 jam, beliau tak kunjung datang. Saya mencoba menghubungi nomernya, namun sudah tak aktif sampai sekarang. Saya tak tahu jika beliau meninggal dunia."

   Polisi yang sedari tadi sibuk dengan hapeku mendekat dan memberikan sebuah kertas pada pak Rahmat.

"Nona Diana memang di telfon oleh pak David pukul 6 sore, dan menjadi riwayat panggilan terakhirnya sebelum ditemukan meninggal dunia. Nona Diana juga menelefon balik pak Dvid pukul 8.30 sebanyak lima kali. Gps hapenya memang menunjukkn jika ia pergi dari taman pukul 9."
"Lalu, apa yang anda lakukan pada pukul 9.15 setelah hape anda tiba-tiba mati."
"Baterai saya habis. Saya perjlanan pulang menuju apartemen. Saya naik bus. Pasti anda bisa melihat saya pada CCTV di halte dekat Monas. Karena saya menunggu terlalu lama, saya pun pergi ke kafe di tengah perjalanan pulang untuk mengisi kafein. Sekitar pukul 22.00 sampai pukul 22.30 saya disana. Kalau anda melihat CCTV kafe pasti anda melihat saya disana."
"Anda ini detektif atau apa, bisa tau semua proses kepolisian. Pokoknya pak David di laporkan meinggal dunia oleh keluarganya pukul 23.40, dan perkiraan kematiannya pukul 22.00"
"Anda bisa cek semua CCTV di tempat yang saya sebutkan tadi untul menjadi alibi saya. "
"Masalahnya nona Diana.." pak Rahmat menatapku dengan serius.
"...CCTV di taman Monas, di rute bus, tiba-tiba saja rusak dan hari ini baru diperbaiki."
"Kenapa semuanya seperti sudah durencanakan." Ujarku lirih.
"Anda bilang apa?"
"Pak polisi. Biarkan saya mencari alibi saya sendiri. Akan saya buktikan jika saat itu jam itu, lokasi saya tidak berkaitan dengan kematian pak David. Anda dapat memanggil saya lagi kekantor polisi kan? Karna belum ada bukti nyata untuk membuktikan bahwa saya adalah pembunuhnya. Jadi, percayalah pada saya. Saya juga akan mengupas secara detail tentang pembunuhan pak David." Sekali lagi semua polisi terkejut dengan caraku bicara yang seperti detektif dan bukanlah tersangka pembunuhan.

~~~

   Aku berlari mengelilingi taman dan sepanjang jalan menuku kafe, namun benar adanya jika semua CCTV rusak. Akupun memasuki semua toko yang mempunyao CCTV disana, namun entah mengapa CCTV malam itu rusak dan hilang.

   Akupun pergi ke terminal untuk mencari bus yang aku tumpangi malam itu, namun anehnya supir bus malam itu tiba-tiba cuti tadi pagi, dan dikabarkan sekarang sedang di luar negeri. Semua seperti drama kriminal yang sering aku tonton, semuanya sudah direncanakan oleh rapi dan detail oleh seseorang yang berkaitan dengan kasus pak David.

   Aku pergi ke kafe. Waiters disana mengatakan jika CCTV kafe baru saja di reset oleh pemilik kafe. Saat aku menghubungi pemiliknya, nomornya tiba-tiba tidak aktif. Akupun pergi ke rumahnya, namun penjaganya mengatakan jika ia sedang di luar negeri. .

   Aku selalu menemui jalan buntu. Sepertinya ada orang dengan berilian tahu cara menghapus semua jejakku. Aku kembali ke kafe dan memesan ice coffee untuk mengembalikan kafein. Lalu saat aku melihat keluar melalui kaca, aku tiba-tiba teringat blackbox dari mobil-mobil yang terparkir di halaman malam itu. Luckily, salah satu waiters mempunyai nomor salah satu pelanggan yang ke kafe malam itu, karena ia sering pesan antar.

   Namun pelanggan yang bernama pak Giman itu baru saja pulang ke rumahnya di Bandung. Tanpa ragu dan istirhat aku naik bus Jakarta-Solo dan berhenti tepat didepan rumah gedong pak Giman.

WORKING: You, Me And CoffeeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang