🌹 03. Cemburu yang Tersirat 🌹

2.7K 265 119
                                    

𝑴𝒂𝒍𝒆𝒎 𝒕𝒆𝒎𝒂𝒏𝒔, 𝑹𝒂𝒊𝒏 𝒃𝒂𝒍𝒊𝒌 𝒍𝒂𝒈𝒊 𝒅𝒐𝒏𝒈 ...
𝒅𝒊𝒕𝒆𝒎𝒆𝒏𝒊𝒏 𝑴𝒂𝒔 𝑨𝒓𝒆𝒔 𝒅𝒖𝒍𝒖 𝒚𝒂 𝒎𝒂𝒍𝒆𝒎 𝒊𝒏𝒊.
𝑺𝒆𝒎𝒐𝒈𝒂 𝒔𝒚𝒖𝒌𝒂𝒂𝒌𝒌

🥰🥰

"Malem banget pulangnya, Pa," ujar Thalia ketika membuka pintu untuk Ares.

Ares melangkah masuk menuju ruang tengah dan duduk di sofa. "Aku ke lokasi pertambangan, libur beberapa hari membuatku harus melakukan peninjauan secara langsung." Ares memberikan alasan atas keterlambatannya.

"Kamu itu CEO, Pa. Nggak perlu sampai maksa-maksa ninjau lapangan gitu. Kamu kan capek habis dari Jawa." Thalia berusaha memberikan alasan.

Ares minum segelas air yang disodorkan Thalia. "Aku bukan pemimpin yang pasrah pada laporan bawahan. Kamu tahu banget hal itu, Ma. Aku pulang malam bukan cuma sekali ini, tapi udah berkali-kali," jawab Ares setelah menandaskan airnya.

Ares mendengar helaan napas panjang Thalia. Dia tahu istrinya itu mengkhawatirkan dirinya, tetapi Ares tidak bisa hanya duduk saja di belakang meja dan buta tentang lokasi pertambangannya. Dalam bekerja Ares selalu memastikan diri untuk mengetahui setiap proses yang dilakukan oleh karyawannya.

Terlebih lagi setelah meninggalkan pekerjaannya selama beberapa hari. Ares selalu mewajibkan diri untuk meninjau lapangan. Melihat sendiri kegiatan karyawannya mulai dari pengoperasian alat berat, pengangkatan batubara ke permukaan, pengumpulan hingga pemindahan ke tempat lain.

"Air angetnya udah aku siapin, Pa. Papa langsung mandi aja sementara aku siapin makan malam." Thalia bertutur lembut dan langsung membawa sepatu Ares untuk diletakkan di rak.

Ares tidak menyahuti ucapan Thalia. Dia hanya mengangguk dan berlalu ke kamar untuk membersihkan diri. Sampai di kamar, dia menarik ponsel dari saku celananya. Berbaring di sofa dan tersenyum senang.

"Jangan telat makan malam, Res. Istirahat yang cukup. Kangen kamu."

Senyum kecil terkembang membaca pesan dari istrinya. Dia selalu tahu kalau Venus adalah sosok yang perhatian dari dulu hingga sekarang, semuanya tidak berubah meski tahun-tahun yang berlalu hidup dengan kesakitan hati yang dia berikan. Ares harus mengakui, Venus memiliki jiwa besar dengan memaafkan semua kesalahan yang dilakukannya.

"Iya. Kamu juga jangan telat makan. Jangan bekerja terlalu keras, bersenang-senanglah dengan anak-anak. Percantik dirimu dan lakukan apapun sesukamu."

Setelah mengirimkan pesan itu kepada Venus, Ares bangkit dan melepaskan kemejanya lalu menyampirkan di sandaran sofa. Menyusul celana panjangnya lalu melangkah ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Tidak pernah Ares merasa seringan itu dalam hidupnya sejak berpisah dengan Venus di halaman Fakultas Ekonomi UGM puluhan tahun yang lalu.

Keluar dari kamar mandi, Ares sudah menemukan pakaian gantinya di atas tempat tidur. Baju kotor yang dia sampirkan di sandaran sofa juga sudah tidak ada. Begitulah Thalia melayani Ares, semua serba teratur dan tidak menunda-nunda. Istrinya itu juga tidak pernah mengeluh dengan kebiasaan Ares yang meletakkan baju kotor di mana pun Ares melepasnya.

"Papa sudah pulang." Rania, anak sulung Ares menghambur memeluknya ketika dia melihat papanya itu berjalan menuju ruang makan.

Ares membuka kedua tangannya menyambut pelukan Rania disusul Dani dan Rino, anak kedua dan bungsunya. Ketiganya berebut ingin memeluk Ares lebih erat sementara Ares menanggapinya dengan senyum lebar. Dia memeluk ketiga anaknya bersamaan hingga tak ada rasa iri di antara mereka. Bersama mereka menuju meja makan di mana makanan sudah dihidangkan oleh Thalia.

𝐓𝐫𝐞𝐬𝐧𝐨 𝐒𝐥𝐢𝐫𝐚𝐦𝐮 𝐒𝐞𝐥𝐚𝐰𝐚𝐬𝐞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang