23. Nasgor Telur

218 31 9
                                    

***
Jam menunjukkan pukul 23:50. Althaf menaiki tangga menuju kamar. Ia berusaha sebisa mungkin untuk tak menoleh kesebelah kiri yang akan menampakkan balkon belakang lantai dua rumah gedongan itu.

Namun, kejadiannya menjadi berbeda. Mata Althaf tepat membidik tempat itu, dan disana sudah ada cewek itu, seperti biasa.

Althaf menghembuskan nafas gusar. Bagaimanapun, ia harus membahas kejadian tadi sore. Tak mungkin ia akan terus-terusan canggung dengan Dea.

Althaf berjalan menuju balkon. Ia duduk di kursi samping Dea. Namun, Dea tak menoleh.

"heum, De!", panggil Althaf.

Dea tak menjawab, ia sibuk menatap langit yang tidak ada apa-apa. Kosong, mungkin disebabkan malam ini mendung.

"soal tadi sore, gu-gue minta maaf. Sa---"

"udah!", cegat Dea segera sebelum Althaf menyelesaikan kalimat amburadulnya.

Althaf melongo, "apanya udah?", heran Althaf.

"ya udah, gak usah dibahas. Aku malu", ucap Dea dengan nada menurun di akhirnya.

Althaf tertawa, "hahaha. Heh, gue udah kenal lo dari orok ya! Masih inget gue rambut lo gimana", ucap Althaf santai.

Dea sontak melotot, "agh! Ntop! Dulu sama sekarang beda! Aahhhh"

Althaf mengerut, "beda apanya, rambut lo udah jadi warna pink? Biru? Ungu? Blink-blink?", tanya Althaf antusias.

Dea memijit pelipisnya sambil berdesis, "bukan itu Thaf, dulu aku masih kecil, sekarang kan udah... "

Kalimat Dea terputus begitu saja.

"heum, gue ngerti. Salah gue juga, gak bersuara pas ngetuk pintu", jawab Althaf sambil mengangguk.

"emang tadi lo nunggu siapa sih? Kek seneng banget gitu pas lo buka pintu", tanya Althaf penasaran.

Dea menghembuskan nafas kesal, "itu, ibu Laundry. Ternyata ibu Laundry nya baru datang abis magrib", ucap Dea dengan nada jengkel.

Selanjutnya mereka kembali diam, menatap langit temaram tanpa bintang dan bulan yang entah dimana.

"Althaf...", panggil Dea tiba-tiba.

Althaf menoleh dan berdehem.

"aku lapar. Ada makanan gak? Maunya makanan berat, gak mau makanan ringan", ucap Dea lesu sambil memegang perutnya.

Althaf mengernyit, "kok lo laper sih. Emang gak makan makanan penutup tadi?"

Dea menggeleng, ia terpaksa tidak makan, karna ia harus menyelesaikan hafalannya terlebih dahulu. Ia kira ia tak akan lapar, ternyata perkiraannya salah.

"haa, tadi gue beli nasi goreng. Tapi gak ada lauknya. Lauknya diambil Daffa", ucap Althaf.

Dea menimbang-nimbang. "heum, gak papa deh. Dibawah ada telur gak? Aku lagi pengen makan telur setengah matang"

Althaf berfikis sejenak, "yaudah kita turun kebawah aja. Lo turun duluan aja, gue ambil nasinya di kamar"

"okey!", jawab Dea girang, ia langsung berjalan cepat menuruni tangga.

Althaf terkekeh kecil, "giliran makanan aja cepet"

Dea sempat mendengar apa yang dikatakan Althaf, namun ia tak mengubris.

Ia turun dengan senang, dan menuju dapur. Ia cukup paham tataletak dapur ini. Sudah beberapa kali ia sempat mampir disini.

Ia membuka kulkas dan menemukan 1 butir telur disana. Dea mendecih, "cih, rumah gedongan, tapi telur cuma sebutir"

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang