10

7.9K 1.1K 209
                                    

"Aku tak tau seorang Mark Jung adalah seorang Superman."

Mark yang sedang menyetir tak bisa menahan tawanya saat sindiran manis istrinya terlontar. Ia melirik Haechan yang kini juga sedang menatapnya dengan senyuman.

"Well, aku bisa menjadi Superman mu juga kalau kau mau."

Kini suara tawa Haechan yang terdengar oleh Mark, tawa yang manis dan ringan. Mark tak bisa memungkiri bahwa ia merasakan dadanya berdebar hanya mendengar suara tawa Haechan.

"Oke Tuan Superman, nanti begitu sampai dirumah tolong aku menyapu halaman bagaimana?"

Mark tersenyum tipis, "Dengan senang hati yang mulia."

Haechan yang mendengar balasan Mark ikut tersenyum, "Terimakasih Tuan Superman, nanti akan kubuatkan makan malam spesial."

"Apa itu?"

"Rahasia."

Mark kembali tertawa mendengar jawaban Haechan. Obrolan ringan seperti ini adalah hal yang sangat Mark sukai.

"Aku tau apa menu makan malam ini?"

Haechan mengernyitkan alisnya, "Apa?"

"Dirimu."

Haechan memutar bola matanya malas da mendapatkan tawa Mark sebagai balasannya.

"Oh Tuan Superman yang sangat mesum, kau tidur diluar nanti."

"Dimanapun asal bersamamu cantik."

"Baiklah Tuan Superman, berhenti menggombal dan lihat kedepan."

"Kau malu?"

"Hyung!"

Mark tertawa saat mendengar Haechan yang nyaris merengek padanya. Mark menggenggam tangan Haechan menggunakan tangannya yang bebas lalu membawa tangan Haechan yang ada di dalam genggamannya untuk ia kecup.

"Maaf, tidak akan ku ulangi."

Wajah Haechan memerah saat mendapatkan perlakuan manis dari sang suami. Ia mengalihkan pandangannya menuju jalanan malam kota Seoul.

Berusaha mengabaikan detakan jantungnya yang menggila saat Mark masih setia menggenggam tangannya dalam keheningan yang mereka ciptakan.

Kebersamaan manis seperti ini mampu membuat kekhawatiran Haechan menghilang. Karena ia tau, Mark akan selalu ada disampingnya.

Ingat, Mark adalah Tuan Superman.

.

.

.

"Jadi bagaimana sekarang? Apa aku harus mulai memilih dekorasi pesta pernikahanku? Atau aku mulai dari cincin saja? Oh! Atau gaun?"

Herin membuka beberapa majalah berisi rekomendasi dekorasi pernikahan yang tadi dibawanya. Doyoung yang melihat itu menghela nafas pelan lalu menyentuh lengan putrinya lembut.

Herin melihat Doyoung yang kini menatapnya, "Kenapa Ma? Atau Mama dan Ibu Mark sudah punya rencana? Ya ampun kalian sangat mendukungku dan Mark ternyata."

"Bisakah kau berhenti? Haechan dan Mark baru saja menikah kemarin. Kau putriku dan Haechan adalah putraku, jangan membuat Mama berada di posisi yang sulit."

Herin menatap Doyoung marah, ia membanting majalah yang tadi dia buka lalu berdiri dari duduknya.

"Aku tidak mau tau! Aku dan Mark akan menikah saat anak tak tau diri itu mati! Lagipula itu alasannya dia menjadi adikku kan?! Mama dan Papa mengambil dia dari panti hanya untuk menjadi tamengku!"

"Herin! Dimana sopan santunmu saat berbicara dengan orang tua?!"

Herin menolehkan kepalanya saat suara sang Papa terdengar. Wanita itu menatap orangtuanya marah.

"Aku tidak mau tau! Begitu anak itu melahirkan dan ia mati, aku akan menikah dengan Mark dan anak mereka akan aku titipkan di panti asuhan!"

"HERIN!!"

Doyoung berdiri dari duduknya dan menatap putrinya tak percaya, "Mama tidak pernah melahirkan wanita dengan niat jahat seperti--"

"Kalian lebih jahat!! Kalian merahasiakan ini dari Haechan bukan?!"

Herin menatap kedua orangtuanya bergantian dengan mata memerah.

"Jangan salahkan aku. Aku hanya meniru apa yang orangtuaku lakukan. Mereka menjadi orang jahat, maka aku juga."

Herin melangkahkan kakinya meninggalkan Doyoung dan Johnny yang kini terpaku. Mereka hanya mampu terdiam karena apa yang dikatakan Herin tak sepenuhnya salah.

Mereka yang terlebih dahulu melakukan kejahatan. Mengambil Haechan yang saat itu masih bayi dari panti dengan alasan ingin memiliki bayi laki-laki, disaat alasan sesungguhnya bukan itu.

Bayi laki-laki yang akan mereka besarkan dan kelak akan menjadi tameng bagi putri mereka yang kala itu baru genap satu tahun.

.

.

.

Herin terduduk diatas kasurnya dengan tangan mengepal penuh emosi. Matanya menatap tajam dinding kamarnya yang penuh dengan potret dirinya dan Haechan di masa lalu.

Herin meraih ponselnya dan menghubungi seseorang. Hingga dering kesekian sambungan itupun tersambung.

"Bagaimana?"

"......."

"Terus berikan aku laporan terbaru. Aku harus tau, kapan saatnya aku mulai merancang gaun pernikahanku."

"......."

Herin tersenyum lebar, "Begitu dia mati setelah melahirkan anaknya, maka di saat itu adalah waktuku untuk berpesta."

******
Gatau mau bilang, tapi aku mau tanya. Apa pendapat kalian tentang chapter ini?

Sampai Aku Menutup Mata [MarkHyuck]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang