Yang Tak Diinginkan

174 10 21
                                    

Byurrr

Guyuran tersebut tepat mengenai wajah seorang gadis yang tengah tertidur nyenyak membuatnya tersentak dan bangun terbatuk karena air yang memasuki hidungnya.

Seorang wanita paruh baya menarik paksa tangannya,
"Bangun! Kerja sana! Jangan enak - enakan tidur!" wanita paruh baya itu menghempaskan tangannya membuat gadis tersebut jatuh terduduk di atas lantai yang dingin.

"Nih cuci yang bersih, masih ingatkan jadwal kerja yang saya berikan?!" wanita paruh baya tersebut menendang pelan keranjang berisikan setumpuk pakaian kotor membuat sebagaian pakaian berjatuhan ke lantai, gadis tersebut hanya diam mengangguk mengambil keranjang tersebut dan memungut pakaian di lantai.

Wanita paruh baya itu berdecih,
"Menyedihkan" katanya yang tak tahan berdiam diri lebih lama di dekat gadis itu, ia pun pergi meninggalkan gadis yang meremas kuat pakaian di genggamannya sembari menatap kepergian wanita paruh baya tersebut.

Gadis tersebut menutup matanya memegang liontin yang sudah menghiasi lehernya selama 16 tahun, mengatur nafas lalu bangkit menuju dapur membawa serta setumpuk pakaian yang harus ia cuci.

Rutinitas kesehariannya kini berbeda 180° berbalik dengan rutinitasnya dahulu, semua berbeda ketika ibunya tiba - tiba mengalami sakit parah karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya dan jarang memperhatikan kesehatannya sendiri membuat ayahnya terpaksa harus menggantikan pekerjaan ibunya.

Namun ayahnya malah bertindak sewenang - wenang dengan perusahaan yang merupakan milik ibunya, dia menjadi jarang untuk berada dirumah. Dan setiap kali pulang hanya akan membuat gadis tersebut sakit mendengar bentakan demi bentakan yang ayahnya berikan kepada ibunya tanpa peduli dengan kesehatan ibunya.

Dia benci ayahnya, selalu saja ayahnya membuat ibunya menangis. Bukan hanya itu ayahnya juga sama sekali tidak sudi mengeluarkan uang sepeserpun untuk biaya pengobatan ibunya. Bagi ayahnya ibunya sudah tidak dapat bertahan lebih lama lagi, jadi dia tidak akan membuang banyak uang untuk hal yang sia - sia.

Setelah beberapa kali bertengkar, ditengah kondisi ibunya yang memburuk ayahnya datang membawa perempuan lain dan juga anak yang seumuran dengannya kehadapannya dan juga ibunya yang terbaring lemah di kasur.

Setiap kali mengingat kejadian itu hatinya sangat sakit, bagaikan ditikam ratusan kali.

Setelah ayahnya pergi dengan wanita lain yang merupakan sahabat dekat ibunya sendiri, ia kini tinggal berdua dengan ibunya beruntung saudara ibunya datang dan membantu mereka mulai dari pengobatan ibunya dan lainnya.

Namun baru dua minggu lamanya ibunya dirawat, ibunya sudah lelah dengan segalanya ia sudah tidak kuat lagi menahan rasa sakit yang ia terima dan dengan tega meninggalkan dirinya yang masih berumur 13 tahun.

Gadis tersebut sangat terpuruk, sudah tidak ada lagi gunanya ia untuk hidup. Ia tak memiliki tujuan hidup jikalau saja ibunya tidak memberikan liontin dan mengatakan kata - kata terakhir yang membuatnya sampai saat ini tidak mencoba melakukan hal konyol yang dapat membuatnya menyusul kepada ibunya.

Selepas kepergian ibunya, ia kini hidup berdua dengan pamannya namun setelah menikahi gadis pujaan pamannya ia hidup seorang diri karena  menolak permintaan pamannya untuk ikut pindah dengannya ke Belanda karena pamannya menjalankan bisnis di sana.

Ia tidak ingin meninggalkan rumah yang merupakan satu - satunya peninggalan ibunya. Pamannya akhirnya pasrah setelah gagal membujuknya berkali - kali dan pamannya memanggil orang - orang dekatnya agar bekerja disini sebagai pembantu, sopir, lengkap dengan penjaga keamanan.

Pamannya juga sudah berjanji akan mengirimkannya uang setiap bulan untuk membayar gaji kepada mereka, uang sekolah dan lain sebagai nya. Bagi pamannya gadis itu sekarang adalah tanggung jawabnya sebagai anaknya sendiri.

Semua berjalan dengan baik, akan tetapi kedatangan ayahnya secara tiba - tiba tepat di perayaan kecil - kecilan ulang tahunnya yang ke-15 membuat hidupnya kembali menderita sampai sekarang ini. Ayahnya datang bersama dengan wanita dan anaknya dan membawa banyak barang, ayahnya memperlihatkan banyak berkas dan mengancam akan menjual rumah peninggalan ibunya membuatnya tidak tahan dan langsung berlutut di kaki ayahnya memohon untuk tidak menjualnya.

Ayahnya memecat semua orang yang dipercayakan pamannya dan kembali mengancam agar tidak memberitahu kejadian itu kepada paman nya, bi Surti yang sudah menganggapnya sebagai anak mengajaknya untuk ikut tinggal dengannya namun dia menolak meskipun dia juga telah diusir oleh ayahnya.

Dia terus memohon, sampai rela untuk bersujud di kaki ayahnya hanya untuk membiarkannya tinggal di rumah itu. Ayahnya yang tidak sudi dan risih dengan tangisannya langsung menendangnya agar menjauh darinya sampai gadis itu mengatakan bahwa dia akan rela menjadi pembantu di rumahnya sendiri tanpa di gaji membuat wanita yang merupakan istri barunya itu langsung membujuk ayahnya karena dia tidak mau sampai mengeluarkan uang untuk seorang pembantu apalagi setelah kebangkrutan akibat korupsi membuat semua hartanya habis.

Demi ibunya dia rela mendapatkan perlakuan seperti ini, lagipula dia juga masih mempunyai uang yang dikirimkan oleh pamannya tiap bulan dan ia gunakan sebaik - baiknya untuk pendidikannya serta keperluan yang mendesak secara sembunyi - sembunyi dari ayah ataupun ibu tirinya itu.

Setelah menyelesaikan cucian, gadis tersebut bangkit meregangkan badannya yang terasa sakit dan menepuk nepuk bokongnya lalu mengambil hoodienya yang ia letakkan di atas meja dan memakainya.

"Hei! Cuciannya gimana?" seru wanita paruh baya menghentikan langkah gadis tersebut.

"Sudah selesai" ucap gadis tersebut yang mengeluarkan kedua tangganya yang berada didalam saku hoodie.

"Sekarang pergi ke toko ini dan ambil kue pesanan saya!" wanita paruh baya tersebut mengeluarkan secarik kertas dari tasnya.

"Maaf, tapi sepertinya ini diluar jam kerja saya" sahutnya yang menunjukkan jam yang berada di pergelangan tangannya, dan berlalu pergi.

"Berhenti! Dasar anak tidak tahu untung!" teriak wanita paruh baya itu membuat gadis tersebut berhenti tanpa berbalik, tapi sebuah tamparan tiba - tiba mendarat di pipi kirinya meninggalkan jejak kemerahan.

"UDAH BERANI NGEBANTAH YA LO! HEH INGET YA, KALAU BUKAN KARNA KEBAIKAN HATI MAMI GUE LO BAKALAN JADI GELANDANGAN SEKARANG! GAK ADA SYUKUR - SYUKUR NYA LO.." bentak gadis lain yang baru saja datang namun terpotong karena teriakan histeris si wanita paruh baya.

"Kamu ngapain sampe ngotorin tangan kamu!?" ucapnya sembari mengelap tangan gadis tersebut yang telah menampar gadis yang diam - diam menggigit kuat bibir bawahnya menahan tangis yang ingin keluar.

"Tapi mi! Ni anak emang gatau terima kasih!" ucapnya sembari mendorong bahu gadis tersebut.

"Udah, biarin aja gausah peduliin hama kek dia lagi minggu depan juga dia gabakal ada di rumah ini lagi" begitu mendengar kalimat yang keluar dari mulut wanita paruh baya itu air matanya langsung jatuh begitu saja, padahal dia sudah mengetahui hal ini ketika tidak sengaja mendengar pembicaraan ayahnya dengan wanita paruh baya tersebut yang merupakan ibu tirinya sendiri mengenai pembantu baru yang akan datang dari kampung minggu depan.

Mereka sengaja melakukan hal tersebut membuat dirinya tidak mempunyai alasan lagi untuk tetap tinggal di rumah tersebut, ia pun sudah lelah sangat lelah menjalani hidup penuh penderitaan dan kesengsaraan selama setahun terakhir.

Jadi setelah mengetahuinya dia hanya bisa tersenyum miris dan mengasihani dirinya sendiri, sudahlah ia sudah muak dengan segalanya! Ia juga sudah muak dengan dunia ini, dunia dimana ia tidak dapat menemukan tempat untuk pulang, tempat dimana ia akan mendapatkan cinta dan kasih sayang yang berlimpah yang sudah lama hilang dari kehidupannya.

Ia pun bingung bagaimana semestinya tempat untuk ia pulang?

Ke penciptanya?

Agar dia dapat bertemu dengan ibunya lagi?

Dapatkah?

Ia harap demikian..

Kalaupun tidak,

Tak apa..

Dia sudah lelah

Sangat sangat lelah..

Setidaknya dengan cara itu mungkin dia bisa tenang

Mungkin..

Asalkan Kau BahagiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang