1.Kesedihan Jangan Berlanjut

464 12 10
                                    

Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama, tokoh, tempat dan kejadian, itu semua hanya imajinasi penulis.

Cerita ini adalah karya awal penulis. Jadi, mohon saran dan dukungan yang dapat membantu kesuksesan penulis dalam berkarya. Terima kasih.

Selamat Membaca
❤️❤️❤️❤️❤️❤️

"Ma...bangun, Ma? Kenapa mama di kubur? Papa, kenapa mama di kubur?" semua yang hadir di pemakaman itu merasa tersentuh mendengar dan melihat ratapan dan tangisan seorang anak berusia 6 tahun di depan makam ibunya.

"Iya sayang, karena Allah sayang sama mama. Makanya mama harus di kubur di sini. Biar mama bisa tidur tenang di sini." ungkap sang ayah yang kuasa lagi menahan air matanya seraya memeluk erat sang anak yang sangat dicintainya.

Selang 15 menit kemudian, satu persatu orang yang hadir di pemakaman tersebut meninggalkan makam itu. Tinggal keluarga dari suami dan istri yang masih diam menatap makam baru itu. Namun itu pun tidak bertahan lama dan akhirnya keluarga tersebut pulang ke rumah mereka.

"Ayo, Nak. Mari kita doakan mama supaya mama tenang di sini dan di terima Allah di sisi-Nya. Aamiin." pinta sang ayah.

💠💠💠

Setelah kepergian istrinya, Andri Lukito masih tinggal di rumah mertuanya. Dan hari-hari dilaluinya dengan melamun. Namun dia tetap berpikir harus bisa bangkit, karena masih ada tanggung jawab yang lebih besar menantinya yaitu putrinya Tasya Ananda Lukito.

"Nak Andri, ayo makan dulu. Dari pagi kamu belum sarapan," ucap Retno mertua Andri.

"Baik, Ma," jawab Andri langsung bangkit.

'Assalamu'alaikum,"

"Wa 'alaikum salam..,"

"Eh Mbak Widya dan Mas Arman. Mari masuk, sekalian ayo ikut makan bareng. Kebetulan makanannya sudah dihidangkan," ajak Retno.

"Ah Mbak Retno gak usah repot-repot. Kami jadi segan sama Mbak," kata Widya tersipu malu yang ikut jalan menuju meja makan.

"Ya sudah gak papa. Kok tumben, ada apa Mbak dan Mas datang kemari?" tanya Retno.

Kini Arman yang menjawab, "gak papa, Mbak. Kami hanya sekedar menjenguk cucu kita dan sekedar mengingatkan Andri kalau lusa dia harus kembali bekerja,"

"Iya benar, Mas. Mungkin kita bisa ikut membantu mempersiapkan keperluan Andri dan Tasya yang tahun ajaran ini masuk sekolah." ungkap Retno

Mereka pun makan dengan hening, hanya sesekali diisi dengan obrolan yang penting. Setelah selesai makan, Andri, Arman dan Hermawan duduk di teras depan. Kecuali Retno dan Widya yang harus membersihkan meja makan, walaupun mereka mempunyai pembantu.

Ditengah-tengah obrolan mereka Retno bertanya pada Widya.

"Mbak, Andri kan lusa sudah masuk kerja. Apa dia sanggup membersihkan rumahnya sendiri? Bagaimana kalau kuta carikan pembantu untuknya?"

"Ya jelas gak sanggup. Memangnya Mbak sudah punya calon pembantu untuk Andri?" tanya Widya.

"Ada, Mbak. Dinda namanya, termasuk keponakan saya. Dia selama ini tidak tinggal di desa ini. Dia tinggal di desa daerah Solo dan baru saja lulus SMK di sana. Makanya dia tidak kenal dengan Mbak. Tapi..," ucap Retno yang sedikit ragu untuk menjelaskan tentang Dinda.

"Tapi apa, Mbak?"

"Anu..., Mbak. Em..., wajahnya hampir mirip dengan almarhum Risa istri Andri," ungkap Retno.

"Masa sih, kok aku jadi penasaran ya," balas Widya tak percaya.

Itulah obrolan mereka yang sengaja Retno katakan karena ingin menjodohkan Andri dengan Dinda yang notabene wajahnya mirip dengan almarhum Risa. Tak lama gadis itu lewat di depan mereka, dan langsung saja memperkenalkan Widya dan Dinda. Seketika Widya dibuat melongo dan langsung memeluk gadis itu dengan senyum bahagia.

Sementara itu di teras depan rumah, kedua ayah Andri memberi nasehat agar semangat dan tidak terpuruk dalam kesedihan. Dan harus semangat karena masih ada yang harus dipikirkan yaitu masa depan putrinya.

"Iya, Pa. Andri tau kok. Semua sudah Andri pikirkan, lagi pula lusa aku sudah mulai bekerja. Mungkin sebentar lagi aku akan beres-beres mempersiapkan perlengkapan yang akan bawa pulang pulang besok," kata Andri.

"Kau tidak perlu memikirkan putrimu, dia biar tinggal di sini saja bersama Mas Hermawan. Kami akan selalu menjenguknya bila perlu sekali-kali kami bawa ke rumah untuk bermain dengan sepupunya yang lain," pinta Arman.

"Benar itu, dengan begitu Nak Andri bisa bekerja dengan tenang," lanjut Hermawan.

"Iya kami pun setuju dengan apa yang dikatakan papamu." ikut nimbrung yang diikuti Widya di belakangnya.

Tak lama kemudian Andri pamit kepada kedua orang tuanya untuk beristirahat dan mempersiapkan perlengkapan pulang ke Jakarta.

"Ma, Pa, saya permisi dulu mau istirahat. Kalian lanjut saja ngobrolnya." pamit Andri yang langsung bangkit dari duduknya menuju kamar.

Akhirnya mereka pun melanjutkan ngobrol di selingi dengan canda tawa. Dan tidak lupa dengan rencana Retno dan Widya pun disampaikan kepada suami mereka. Dan dengan kesepakatan akhirnya mereka semua menyetujuinya.

Bersambung.....

Terima kasih telah membaca karya saya. Mohon saran dan dukungannya untuk menjadikan inspirasi saya dalam menulis. Terima kasih.

                 🙏🙏🙏

𝑳𝒐𝒗𝒆 𝑰𝒔 𝑴𝒊𝒏𝒆Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang