"Kata orang-orang, jangan larut pada suatu kesedihan. Bangkitlah. Busan sudah menunggu perjuanganmu yang selanjutnya."
-Happy Reading-
"Victon Elementary School."
"Apa itu, yah?"
"Sekolah kamu nanti di sana."
Aku hanya mengangguk mendengar ayah memberitahu nama sekolah baruku di Busan.
By the way, aku dan ayah masih dalam perjalanan. Dari semenjak mobil meninggalkan rumahku di Seoul, aku hanya menyibukkan diri melihat-lihat jalanan melalui jendela mobil. Rasanya aku sedang syuting video clip saja.
Sungguh pilu saat aku meninggalkan tempat itu. Seakan aku meninggalkan ibuku di sana sendirian.
Sebentar. Ibu?
"Sebentar lagi sampai. Siap-siap." Ayah bersuara kembali, aku melepas tatapanku pada jalanan-jalanan itu dan fokus pada jalan yang ada di depan. Sesekali ku minum susu kotak rasa coklat yang diberi ayah beberapa menit yang lalu.
"Apa kamu senang?" Pria itu bertanya sembari melihat ke arah kaca spion sebagai alat bantu untuk melihatku di belakang sini.
Dia tidak bertanya sehalus yang kalian pikirkan. Dari tatapannya seperti... Memaksaku untuk berkata iya meski jawaban sebenarnya adalah tidak. Itu terlihat jelas dari seringai yang terlihat di kaca spion.
Akhirnya aku hanya mengangguk pelan. Bertindak dusta untuk menyelamatkan nyawaku. Sepertinya ayah puas, lalu kembali fokus pada setir mobilnya.
...
Walau tadi ayah berkata 'sebentar lagi', tapi itu cukup memakan banyak waktu. Sekitar 30 menit untuk sampai di rumah baru yang berada di Busan ini.
Ya, menurutku setengah jam itu lama.
Aku dan ayah sedang mengangkut barang-barang yang ada di bagasi. Sebenarnya pandanganku tidak sepenuhnya pada barang-barang yang ku angkut, namun aku lebih salah fokus pada rumah baru yang ada di hadapanku.
Rumahnya besar. Namun terlihat kuno, gelap, dan sedikit menyeramkan. Mirip-mirip rumah berhantu yang ada di film.
"Jangan takut. Ini gak ada hantunya." Celetuk ayah yang mungkin melihatku memandang rumah itu dengan tatapan aneh.
Kemudian kami memasuki rumah baru yang sepertinya sedang menunggu untuk dihuni penghuni barunya.
~~~∆~~~
"Hahh... Akhirnya..." Ayah menghela nafas lega begitu rumah selesai dibenahi.
Rasa lelahku cukup tak tertolong. Entah menghabiskan berapa jam untuk membersihkan dan menyimpan barang-barangnya ke tempat yang sesuai.
Maklum lah, yang membereskan hanya seorang ayah dan anak laki-laki yang masih duduk di kelas 5 SD.
"Kamar kamu di sana." Ayah menunjuk ke arah ruangan yang ada di sebelah ruang tengah. Mungkin.
Aku hanya mengangguk sekali, kemudian aku lari ke sana. Ke kamar baruku.
Sesampainya aku di kamar baruku yang bersuasana putih lusuh itu, aku merebahkan tubuhku di kasur. Aromanya masih asing di indraku, benar-benar menunjukan rumah kuno pada masa penjajahan. Mungkin?
KAMU SEDANG MEMBACA
0 : 10.000.000
Fanfic[discontinue for a while] Tuhan itu tidak adil. Begitu katanya. ©bekoberjalan