triinn... triinn...
"Mama!!!"
Perbincangan Ayu dengan Ratna, mamanya, berhenti seketika. Ayu melihat tubuh wanita itu terseret beberapa meter dari sampingnya. Darah yang ikut membekas di jalan itu. Tubuh Ayu seketika lemas tak berdaya melihat keadaan yang ada di depannya saat itu.
Seketika seluruh aktivitas terhenti saat terjadi kecelakaan itu. Ada banyak orang yang berkerumun di satu titik. Banyak sekali darah yang mengucur waktu itu. Semua berteriak histeris.
Setiap malam Ayu selalu mengingat kejadian kecelakaan yang menimpa Ratna. Hati Ayu sangat terpukul, kesedihan yang dirasakannya selalu saja menghantuinya. Seorang wanita yang paling dicintainya meninggalkannya waktu itu juga.
"Anak durhaka!" teriak Panji, papanya, yang tiba-tiba ada di depan Ayu.
Lamunan Ayu pecah. Setiap hari ketenangannya terusik juga karena Panji. Semua ketakutan langsung berkumpul mengelilingi Ayu ketika Panji mendatanginya. Takut dengan siksaan apa yang akan diberikan kepadanya.
Panji sangat tidak menerima kematian istrinya. Dia mengira bahwa Ayu yang telah membunuh istrinya. Entah apa yang telah meracuni pikiran Panji, hingga Panji selalu menyalahkan anaknya yang sudah jelas tidak berniat membunuh Ratna, istrinya. Ratna meninggal juga karena kecelakaan, dan penyebabnya juga bukan Ayu.
Kepergian Ratna membuat Panji terus-menerus meluapkan semua kesedihannya kepada anak semata wayangnya yang disayanginya, dulu.
Anak kesayangan?
Memang benar, Ayu anak yang selalu dibanggakan juga sangat disayang. Namun, tidak ada lagi kata sayang untuk Ayu. Semua kasih sayang dari Panji berubah menjadi benci yang menciptakan kekerasan dan penyiksaan untuk Ayu. Tamparan, pukulan, sayatan benda tajam, bahkan menyiramnya menggunakan air panas. Itulah kehidupan baru Ayu, suasana di rumahnya saat ini. Kehidupan baru yang akan dia jalani entah sampai kapan.
Plak!
"Sakit pa..." lirih Ayu.
"Jangan berani - berani kamu panggil saya papa! Kamu bukan anak saya. Kamu pembunuh." Balas Panji dengan layangan pukulan yang tidak berhenti mendarat di tubuh Ayu.
"Ampun..." pinta Ayu.
Air mata selalu jatuh di wajah cantiknya. Rasa rindu kepada Ratna yang terus datang, juga rasa sakit yang diberikan dari Panji, membuatnya tidak berdaya. Terlebih sikap papanya yang semakin hari semakin menjadi.
Keluarga yang bahagia? Harmonis? Hangat? Dan keluarga yang didambakan oleh orang lain? Semua kini sudah tidak ada semenjak kepergian Ratna.
Keluarga kecil Ayu memang selalu menciptakan rasa iri kepada keluarga yang lain. Semua teman Ayu sangat ingin ada di posisinya, mengingat banyak teman Ayu yang mengalami broken home. Tapi itu dulu. Semua kebahagiaan yang dulu selalu Ayu nikmati, kini dengan tiba-tiba hilang seakan ditelan bumi.
Mungkin orang yang sempat menginginkan kehidupanku kala itu, sekarang malah lebih beruntung. Ayu yakin, jika orang lain mengetahui kehidupannya saat ini, sudah tidak ada lagi orang yang menginginkan kehidupannya.
"Ikut saya!" kata Panji dengan menarik kasar tangan anaknya.
Seletah Panji puas menyakitinya, Ayu langsung dikurung di kamar mandi. Tangisannya tidak kunjung berhenti. Ingin sekali Ayu mengakhiri hidupnya, ingin bertemu dengan Ratna di surga. Namun, Ayu masih memiliki banyak teman yang menyayanginya, dan itu membuatnya sedikit lebih kuat.
"Sakit Ma, sakit," rintihan Ayu saat di dalam kamar mandi.
Ayu membiarkan tubuhnya dibasahi air, piyama biru yang dikenakan kini sudah basah terkena air. Tangisannya pecah, pipi kanannya sangat terasa perih karena tamparan tadi. Tidak tahu dengan kehidupannya di hari yang akan datang, Ayu hanya mampu mengikuti jalannya takdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayunda & Abian
Teen FictionKetika kehilangan mengubah semua keadaan, menciptakan jutaan kesedihan. Apakah kebahagiaan akan kembali lagi? Namun, Ayu tidak kehilangan segalanya, dia masih memiliki teman yang sudah dianggap seperti keluarganya. Tidak hanya itu, Ayu memiliki Abi...