Up: outfit dan hairstyle Magenta
Aku melirik jam digital di atas nakas. Jam enam pagi. Aku bergegas bangun dan pergi ke kamar mandi.
Air shower yang dingin membuatku segar. Aku berdendang sembari melumurkan sabun cair beraroma krisan di seluruh tubuhku. Hmmm..sangat menyenangkan.
Aku memakai paduan kasual celana jeans dan t-shirt lengan panjang berwarna tosca. Rambutku kubiarkan tergerai alami di atas bahu. Wajah di cermin praktis asing. Ada rona bahagia yang aneh di sana. Pikiran itu mau tidak mau membuatku tersenyum sendiri.
Aku turun ke dapur dan sedikit terkejut menemukan seseorang sepagi ini.
"Selamat pagi, Magenta," Damian tersenyum. Ia duduk di depan meja dapur. Tangannya memegang secangkir teh.
Aku tersenyum, "Tumben aku bisa melihatmu pagi-pagi begini."
"Maaf. Mulai sekarang kau akan sering melihatku."
"As always."
Ia terkekeh, "Kau perlu bercukur, Dam."
Ia menyentuh dagunya, "Mungkin kau benar, sayang. Aku akan bercukur nanti."
Aku terjun ke dapur seperti biasanya. Aku membuka kulkas dan menemukan bahan-bahan untuk membuat omelet. Aku berkonsentrasi untuk mengocok empat butir telur, bersama potongan tomat, wortel, keju, smoked beef dan daun bawang. Jangan lupa tambahkan lada dan garam. Yak!
"Aku senang melihatmu memasak. Aku sangat merindukan masakanmu," Aku menoleh pada Damian yang tengah menumpukan tangannya di atas konter.
"Kan kau sendiri yang meninggalkanku." Aku mengangkat omelet yang sudah matang dan gantian menggoreng bacon dan sosis.
"Aku tahu." Desahnya. Nadanya terdengar begitu sedih sehingga membuatku mengalihkan perhatian sepenuhnya padanya.
Aku memegang pipinya dengan lembut, "Yang sudah berlalu jangan diingat lagi. Apa kau akan duduk di sini jika kau tidak pernah meninggalkanku?"
Ia tersenyum dan menggenggam tanganku yang berada di pipinya, "Kau benar. Kau selalu benar."
Aku terkekeh, "Sosis dan bacon-nya akan gosong jika kau terus memegang tanganku, Dam."
Ia ikut terkekeh dan kemudian melepaskan tanganku. Detik berikutnya aku tengah menata sarapan untuk kami berdua di atas piring. Hmm..omelet, sosis, bacon. Kemudian salad yang barusan kubuat. Aku membuka kulkas dan menuangkan segelas jus jeruk untukku sendiri.
"Kau tidak ke kantor, Dam?"
Ia mengangkat bahu, "Tidak. Aku akan kerja di rumah saja. Aku juga ingin berlama-lama bersamamu," Damian tersenyum menggoda padaku.
Blush..
Darah mengalir deras di kedua pipiku. Aku berkonsentrasi pada omeletku untuk menyembunyikan pipiku yang memerah, "Uh-oh.. Tapi sayang sekali, hari ini aku harus ke sekolah."
Alis Damian yang sempurna bertaut, "Kenapa?"
"Aku kan panitia penyelenggara pesta prom. Tentu saja aku harus ke sana."
"Ayolaaahh..ini kan hari libur. Tidak bisakah kau tetap di rumah?" Wajah Damian memelas. Mau tak mau aku tertawa melihatnya.
"Tidak bisa. Aku tidak mau melalaikan tanggung jawabku. Kan kau juga yang mengajariku untuk selalu bertanggung jawab pada apapun yang kulakukan." Ia mendengus mendengar jawabanku.
"Cepat selesaikan sarapanmu. Aku akan mencuci piring dan berangkat setelah ini." Ujarku sambil bangkit membawa piring-piring kotor ke wastafel.
"Sekarang aku menyesal mengajarkannya padamu. Kau jadi terlalu bertanggung jawab, Mag." Ia mencibir di belakangku. Aku tergelak menanggapi ketidakantusiasan dalam suaranya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Dear Magenta
RomanceYou don't know it's love until it's too late. *** Magenta Salsabila James is a good girl. Atau setidaknya dia pikir begitu. Apa yang akan ia lakukan ketika ia sadar bahwa ia mencintai pamannya sendiri? Copyright by : Meidah Marsella Cover: Pinteres...