"Mau lari juga, bro?" suara seorang pria ramah bertanya. Dirga tersenyum dan menoleh ke samping.
Pria tersebut menjulang cukup tinggi, mungkin sekitar 175 cm. Rambutnya pendek rapi dengan samping kiri kanan tipis. Wajah khas Indo dengan kumis dan goatee rapi. Pria tersebut juga mengenakan outfit untuk lari. Kaos singlet merah, celana pendek hitam dan sepatu lari Nike berwarna merah terang.
Tidak salah lagi pria ini adalah user TopDaddy42 yang kemarin mengirim chat kepada Dirga via aplikasi online dating gay itu. Tanpa sadar, Dirga mengamati area selangkangannya dan bayangan foto kontol yang kemarin diterimanya kembali muncul di benak Dirga. Ya, sepertinya memang kontol yang sama dinilai dari bongkahan yang ada di balik celana hitam tersebut.
"Ahem!" pria itu tersenyum dan batuk kecil, menyadarkan Dirga. Dirga merasa mukanya langsung memanas. Dia tidak tahu berapa lama dia memandangi selangkangan pria tersebut tadi.
"Errr, ya Pak... saya mau lari pagi juga," jawab Dirga salah tingkah.
Dalam hati Dirga mengutuk dirinya sendiri. Dirga heran mengapa tingkahnya menjadi seperti gadis usia 15 tahun yang sedang digoda oleh senior di SMA.
"Oh ya, bareng aja yuk. Kadang saya suka bosen bila lari sendiri. Lebih enak ada temen. Jadi ada kompetisi," lanjut pria tersebut sambil tersenyum memamerkan sederetan gigi yang putih. Dirga mengangguk dengan gugup.
*TING* Lift telah sampai di lantai dasar. Dirga mengikuti pria tersebut keluar ke area lobby.
"Hai, saya Tevin!" dia menjulurkan tangannya sembari berjalan, "..dan tolong jangan panggil Pak. Meskipun memang usia sudah 40-an, saya belum menikah. Jadi panggil nama atau bro aja ya." Dirga menyambut tangannya dan menyebutkan namanya juga.
"Pak! Pak!" suara seorang memanggil dari meja resepsionis. Karena keadaan lobby cukup sepi, kebanyakan orang menoleh ke arah suara tersebut. Dirga melihat seorang wanita di meja resepsionis sedang melambai ke arahnya. Dirga permisi dan mendekat ke meja tersebut. Tevin juga mengekor di belakang.
"Bapak Dirga ya? Yang baru masuk di lantai 14 kemarin kan?" tanya resepsionis tersebut
"Iya, benar."
"Ini Pak, ada dokumen yang butuh tanda tangan Bapak." Dia menyodorkan beberapa lembar kertas yang berisi ketentuan dan kebijakan bagi penghuni apartemen ini. Dirga mengambil pulpen yang disodorkan dan kemudian segera menandatangani dokumen tersebut.
"Jika ada yang ingin ditanyakan, bisa contact kita ya Pak! Terima kasih, Bapak! Selamat beraktivitas!"
Dirga mundur dan hampir menabrak Tevin yang berdiri tepat di belakangnya, "Aduh, maaf Pak... err maaf bro, ayo lanjut."
Tevin memimpin jalan dan mereka melewati pintu samping di lobby yang ternyata merupakan jalan ke area taman.
"Jadi Dirga baru masuk di Gading Mas ini?" tanya Tevin dengan nada cukup riang.
"Err... iya kemarin baru pindah masuk. Barang-barang juga masih berantakan."
"Di lantai berapa?"
"Lantai 14." Setelah menjawab pertanyaan tersebut, tiba-tiba Dirga seperti tersengat listrik. Shit! Shit! Shit! Username yang didaftarkan Agung semalam kalau tidak salah "NewGayLt14". Apakah Tevin menyadari bahwa user tersebut adalah Dirga? Sepertinya tidak mungkin, "Lt14" kan tidak spesifik, karena kebetulan di area sini juga cukup ada beberapa gedung perkantoran.
Dirga melihat ke arah Tevin. Dia bersikap normal dan sepertinya tidak menaruh kecurigaan pada Dirga. Tevin tampak seperti pria yang cukup normal dan menyenangkan, terlepas dari perbedaan usia. Pandangan Dirga turun ke tubuh Tevin. Untuk pria berusia 40-an, tubuh yang dimilikinya sangat bagus dan atletis. Sepertinya Tevin memang rajin berolahraga karena otot tubuhnya terlihat kencang, terutama bagian dada dan lengan. Dan perutnya juga terlihat rata. Dirga menduga pasti otot perutnya membentuk six-packs.
Dirga sadar dan kemudian berteriak dalam hati. Mengapa matanya jadi kelayapan memandangi pria ini? Dia normal dan sama sekali belum pernah merasa tertarik terhadap seorang pria. Namun Dirga mengakui ada sesuatu yang menarik dari pria ini. Apakah karena Dirga sudah melihat kontol Tevin yang dikirimnya kemarin?
"Siap bro? Biasa saya mulai dari sini!" ucap Tevin membuyarkan lamunan Dirga.
"Errr...ya ayo!"
Dirga dan Tevin memulai sesi larinya diawali dengan lari ringan dan kemudian menaikkan kecepatan. Selama itu juga, mereka mengobrol dan mencoba saling mengenal satu sama lain.
Dirga mendapatkan banyak informasi mengenai Tevin. Nama lengkapnya adalah Tevin Sumardi. Dia bekerja di sebuah perusahaan minyak asing sebagai manajer proyek. Dia berasal dari Sumatera Utara dan merantau di Jakarta di usia 25 tahun dan sejak saat itu sudah bekerja di perusahaan tersebut, hingga saat ini memegang jabatan yang cukup tinggi. Dia pernah menikah namun pernikahannya kandas karena ketidakcocokan, sehingga saat ini dia menikmati hidup sendiri.
Tevin juga menanyakan beberapa hal mengenai Dirga, seputar pekerjaan, hobi, dan topik umum lainnya. Dirga merasa dirinya cukup cepat akrab dengan Tevin, mungkin karena sifat Tevin yang terbuka dan santai serta komunikatif. Mereka melanjutkan berlari hingga hampir satu jam sampai Dirga mulai merasa kelelahan.
"Sudah cukup kayaknya ya, bro?" Tevin berkata sambil menepuk bahu Dirga. Ketika tangannya menyentuh bahu, Dirga merasakan sedikit sengatan listrik yang diikuti rasa gugup.
"Err.. ya, kayaknya gak sanggup lagi, bro. Ayo balik!"
Dirga dan Tevin berjalan kembali ke arah apartemen. Dalam perjalanan, mereka kembali banyak mengobrol terutama tentang status jomblo dan gaya hidup. Tevin secara terbuka mengatakan bahwa dia memiliki hasrat seksual yang tinggi dan dengan teknologi sekarang sangat mudah untuk memuaskan hasrat tersebut melalui aplikasi online dating. Tevin tidak menyebutkan apakah dia straight atau gay, namun topik ini membuat Dirga meneguk ludah, tidak yakin apakah Tevin sedang memancing dan berusaha menjebaknya.
Mereka tiba di area lift gedung dan menekan tombol lift. "Hey bro, tadi sebelum lari, saya ada menyiapkan sarapan, dan saya pasti tidak bisa menghabiskannya sendiri. Mau singgah di tempat saya, bro?" Tevin menawarkan sambil tersenyum.
Perasaan Dirga semakin berkecamuk. Di satu sisi, dia merasa sangat takut kedoknya akan terbongkar dan jika dia menerima tawaran Tevin, kemungkinan dia akan dipukul dan digebuk karena sudah menipunya kemarin. Namun di satu sisi, tawaran Tevin terdengar tulus dan lagipula Dirga memang sudah kelaparan.
"Err, boleh bro. Kalo gak repotin. Thank you banget bro,"
Tevin tersenyum dan menepuk bahu Dirga, "No prob, bro, senang juga ada yang nemenin sarapan."
Mereka berhenti di lantai 19. Kamar Tevin cukup dekat ke lift dan Tevin kemudian mengeluarkan kunci dari sakunya dan mereka berdua masuk ke dalam. Tevin memberikan handuk bersih ke Dirga dan mereka bergantian mencuci muka di kamar mandi.
Ketika Dirga keluar dari kamar mandi, dia mencium aroma kopi dan roti panggang yang harum. Tevin sedang di dapur mengoleskan selai di roti panggang.
"Coklat atau stroberi, bro?" tanya Tevin.
"Ermm...stroberi."
"Sudah kuduga." Celetuk Tevin sambil tertawa, "Bro, ada yang mau kutanya. Tapi aku minta kamu jujur ya?"
Dirga terkesiap. Apakah yang ingin Tevin tanyakan?
#ThorArea🦄
Thanks for all the love guys! Next chapter bakal mulai ehem-ehemnya. Jangan lupa memberikan komentar, vote, dan follow.
KAMU SEDANG MEMBACA
Iseng Berujung Nikmat (TAMAT)
RomanceDirga Rianto, usia 25 tahun, baru saja pindah ke sebuah apartemen baru. Keisengan temannya mendaftarkan dirinya di aplikasi online dating khusus gay berujung ke pertemuan dan kenikmatan tak terduga dengan penghuni apartemen, Tevin Sumardi, usia 42 t...