Courtney yang baru saja selesai mandi pagi ini melangkahkan kakinya keluar kamar mandi sambil mengeringkan rambut panjangnya. Hari ini, Courtney tidak pergi ke butiknya, karena Elyza masih melarang Courtney untuk beraktivitas berat, padahal menurut Courtney aktivitas pekerjaannya tidak begitu berat. Hanya ibunya saja yang menurutnya kadang suka berlebihan.
Sebuah sofa panjang di kamar Courtney menjadi tempat duduk pilihan Courtney sembari memakan cemilan favoritnya. Kemudian, ia menyalakan tv nya untuk membunuh rasa bosannya karena pagi ini tidak ada orang lain di rumah.
"Oh, soflense! Tepat waktu sekali, aku ingin menghadiahkan satu untuk Ann!" seru Courtney girang ketika melihat sebuah acara home shopping yang memunculkan softlense sebagai produk mereka yang katanya sedang diskon.
Courtney menyimak baik-baik acara itu. Hingga kemudian ia melihat seorang laki-laki yang menjadi model untuk dipakaikan softlense berwarna hijau keluaran terbaru milik mereka. Namun, bukannya fokus pada soflense itu, bayangan laki-laki lain justru seakan-akan terpampang di depannya.
"Cih, laki-laki itu bahkan tidak lebih tampan daripada dokter bermata hijau itu, dia─" Seketika, Courtney menghentikan kalimatnya dan terdiam membeku sejenak sambil memikirkan apa yang barusan ia katakan.
"ASTAGA! Apa yang baru saja kukatakan?! Ya ampun, aku pasti sudah gila! Aku sudah gila! Aku pasti sudah gila!" Tiba-tiba Courtney berdiri sambil berteriak mengutuk dirinya sendiri.
"Ada apa denganku, ha? Kenapa dia harus datang di pikiranku dan tiba-tiba menghantuiku? Kenapa aku justru memikirkannya? Ini benar-benar gila!"
Courtney pun kini duduk terdiam di kasurnya dan menatap ke lantai dengan tatapan kosong. Detik kemudian, ia pun berbaring dan menatap langit-langit kamarnya sambil menghela nafas dengan sedikit kasar. "Mungkin tidur bisa menjadi penyembuh pikiran gilaku ini."
***
Seperti biasa, El!" seru Luke pada bartender sedetik setelah ia mendaratkan pantatnya di kursi bar. Hari ini ia tidak memiliki begitu banyak pekerjaan. Jadi, ia putuskan untuk pulang lebih awal dan menuju bar langganannya.
"Ini dia," ujar El sambil menyerahkan Martini pada Luke. "Selalu sendiri saja," lanjutnya berbasa-basi sambil tertawa mengejek Luke.
Luke menyesap segelas Martini-nya hingga habis. "Malam ini aku tidak sendiri," ujar Luke.
El menaikkan salah satu alisnya, seakan-akan menyangka kalau Luke sudah memiliki wanita dan dia kesini bersama wanitanya. "Oh, ya? Siapa wanita itu?" tanya El to the point.
Dahi Luke mengerut dan langsung tertawa ketika mendengar pertanyaan El yang dia rasa menggelikan. "Apa maksudmu wanita? Mereka laki-laki yang sama-sama sudah beristri," ujarnya di sela-sela tawanya.
Bertepatan dengan itu, tanpa Luke sadari terdapat dua orang laki-laki yang memasuki klub malam. Mereka masuk dan membelah lautan orang-orang yang sedang menari. Walaupun mereka sudah menikah dan hendak memiliki dua orang anak, pesona yang mereka pancarkan masih mampu membuat perempuan di sekitar mereka tertaklukkan. Bahkan, beberapa dari perempuan yang ada di klub itu secara terang-terangan memuji dan menggoda kedua laki-laki itu. Tapi, tentu saja mereka tidak akan jatuh pada perempuan lainnya selain istri mereka masing-masing yang mereka cintai sampai ajal menjemput.
Dua orang laki-laki itu adalah Aaron dan Devian. Sudah sejak kemarin Aaron berada di London karena urusan pekerjaan. Karena itulah, Luke mengajak bertemu sebelum mereka sibuk lagi.
"Kuharap kau jangan mengajak bertemu di klub lagi," ujar Aaron yang baru saja datang dan duduk di samping kanan Luke.
"Walaupun kau izin pada Lily, dia akan tetap mengijinkanmu, kan?" balas Devian yang duduk di samping kiri Luke.
KAMU SEDANG MEMBACA
15 Seconds - Bachelor Love Story #3
Romance(COMPLETED) Third series of Bachelor Love Story "You can break my heart, but you can't make me stop loving you." Setelah tak berhasil mendapatkan cinta pertamanya, Luke Clinston bertemu dengan perempuan lain yang langsung menarik perhatiannya. Sudah...