Tiga

47 3 8
                                    

"WOI, BEKICOT MESUM," teriak seseorang memotong pembicaraan Devan dari arah belakang gue.

"JANGAN GANGGU MEREKA."

Devan sontak menoleh diikuti tubuh gue yang berbalik juga.

"Jordan?" Devan maju beberapa langkah melewati gue, mendekati Jordan. "Lo udah mulai berani ternyata."

Jordan langsung mengangkat kedua tangan diudara, "Gue bercanda Bro, gue cuma gak mau mereka jadi sasaran empuk lo. Mereka anak kelas gue, anaknya baik-baik kok," kini Jordan cengar-cengir gak jelas.

Nih anak makin nyeleneh kayaknya. Sok jagoan, padahal kalo lawannya Devan, ciut dah tuh nyali.

Devan menggertakan jari-jarinya, langkah nya berhenti saat berada sekitar satu meter dari Jordan. "Tapi gue gak nganggep itu candaan."

Gue jadi mengira-ngira kalau sebentar lagi mereka bakal bertengkar, saling adu jotos. Gue melirik ke arah Amanda yang sedari tadi mencengkram ujung seragam gue, kayaknya dia sama takutnya kayak gue.

"Tenang Bro, santai. Gue gak bermaksud-"

"Kenapa? Lo takut? Lo tadi sok nantangin gue. Sekarang?" suara Devan terdengar seperti menantang dan mengejek. Jordan diam, tak menggubris. Sepertinya ia sendiri bingung harus menjawab apa.

"Lo gak denger? Dia emang nantangin lo tadi," itu suara Alvian yang sejak tadi berada di samping Jordan.

Gue melihat pungung Devan bergerak kecil, lalu menoleh ke arah Alvian, "Al? Mantan wakil ketua geng Cakra? Si penghianat ini masih belagu rupanya." Devan kini mulai berjalan mendekati Alvian tapi wajah Alvian malah terlihat anteng.

"Mau cari masalah?" suara Devan terdengar lantang, "Lo masih ragu sama kekuatan gue?" lanjutnya dan hanya dibalas dengan tatapan tajam oleh Alvian.

"Kenapa diam? Lo takut?" Devan terkekeh kecil.

Wajah Alvian terlihat merah padam, ia marah. Ia menggertakan giginya lalu menarik napas kasar, "Gue gak takut."

Devan mengepal tangan kanannya dan dipukul-pukul pada telapak kirinya, bersiap memukul. Gue jadi berdebar kala melihat mereka berdua siap adu jotos.

"Sstttt... ssstttt...,"

Gue sontak menoleh ke sumber suara, ternyata itu Jordan. Gue mengernyit dengan mulut sedikit terbuka, bertanya ada apa. Dia langsung mengangkat dagu dan mengarahkannya ke kelas yang berada tak jauh di belakang gue.

Gue masih cengo, gak ngerti bahasa isyarat anehnya dia. Jordan berdecak kemudian menunjuk gue, Amanda lalu kelas dengan telunjukknya berulang kali membuat gue tambah bingung.

"A-pa sih?" guman gue nyaris gak bersuara, hanya menyisakan kata-kata yang terbentuk dari gerakan mulut.

"Lo sa-ma A-man-da la-ri ke ke-las," gerakan mulut Jordan membuat gue mengerjap-ngerjap, gue lupa kalau sekarang situasi gue sama Amanda lagi gak aman.

Gue mengangguk kecil membuat sedikit senyuman terukir di garis bibir Jordan. Gue langsung meraih tangan Amanda dan membawanya lari secepat mungkin menuju kelas, membuat Amanda terkejut tapi sedetik kemudian ia tersadar dan mempercepat larinya juga.

.
.
.

Amanda berusaha mengatur napasnya setelah menghempaskan bokongnya di kursi yang dia tarik ke sebelah kanan meja gue. Gue sama capeknya kayak dia, apalagi gue yang jarang olahraga ini, sekalinya lari langsung pegal-pegal juga kayak orang mau pingsan.

"Man..." kata gue masih ngos-ngosan. "Lo bawa minum... gak?" tanya gue, dijawab dengan gelengan oleh Amanda.

Shit.

Kulkas Boy [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang