Langit jingga merona di sore hari ini. Sorotan cahaya mentari redup masuk kesela ufuk barat. Memperlihatkan titik hilang sebuah sinar kekuningan. Terbenam damai dipojok langit yang berawan.
Kicauan burung kecil menyeru menyertai langkah rombongan namja. Berbaju serba hitam dengan tentengan keranjang bunga merah dan putih. Wajahnya tenang, netranya tertuju pada gundukan tanah yang tak jauh dari keberadaannya sekarang. Dibawah pohon rindang ini mereka terhenti.
"Jadi, ini Kim Jungkook?" Tanya seseorang yang sudah berjongkok didepan nisan bertuliskan nama Kim Jung Kook. Tangannya mengusap pelan batu penanda itu. Tersenyum lalu diam.
Hembusan nafas pria paruh baya terdengar menyahut pertanyaan itu.
"Dia putra kelima kami, dongsaengmu. Tapi, belum genap sehari usianya, dia sudah dipanggil Tuhan." Semuanya menatap lekat nisan itu. Mereka semua sudah mengetahuinya, namun namja ini baru pertama kalinya mengunjungi makam Jungkook. Kecewa sempat muncul, makam yang sering ia lihat saat dirinya berkunjung ke makam eomma, ternyata orang yang masih sedarah dengan mereka. Karena memang tak ada yang menceritakan itu, semuanya sepakat untuk menutupinya. Kendati demikian, dia sadar ada niat yang baik mengapa mereka memilih bungkam.
"Eomma ku bukan dia?" Maniknya mengarah pada makam seberang. Berjejeran hampir berdekatan.
Semuanya diam, pertanyaan Jungkook yang satu ini sulit untuk dijawab. Bukan menutupi, namun mereka takut Jungkook akan sedih. Dia mungkin akan berpikir jika dirinyalah penyebab kematian eomma dan Jungkook adik kandung mereka. Appa bahkan berusaha menutupinya dari anak-anaknya yang lain dengan menganggap dia adalah Jungkook, anak Lee eomma.
Tetapi sudah saatnya Jungkook mengetahui semuanya. Masalah yang membuatnya terus bertanya.
"Ne... Lee eomma bukanlah eomma mu. Kau punya eomma lain, Jungkook-ah." Suara berat itu seolah menimpakan bongkahan batu besar dihati Jungkook. Sudah pernah ia mendengar itu, tetapi rasanya tak sesakit ini saat appa sendiri yang mengatakannya.
Sebisa mungkin Jungkook akan menerima. Ia tak boleh menangis apalagi didepan makam orang yang sangat ia sayangi. Cepat-cepat ia meraih bunga di keranjang, mengguyurkannya pada pusara Jungkook dan eomma. Mengalihkan pikirannya akan hal yang menyakitkan, penyebab hyungdeulnya membencinya dulu.
"Lalu eommaku yang sebenarnya dimana, pa?" Tanya Jungkook sesaat setelah ia selesai merebahkan banyak bunga dikedua makam ini.
"Eomma mu... Appa tidak tahu..." Jawaban yang membuat bingung. Mengapa appa tidak tahu? Jadi selama ini benar, wanita yang melahirkannya serupa dengan wanita jalang? Kalau bukan, pastilah appa tahu alamatnya.
Jungkook sedih. Dihatinya ingin ia bertemu dengan eomma. Bersama dalam pelukannya. Diusap lembut rambut keningnya. Mendapat kecupan tanda sayang. Serta semua hal yang belum pernah Jungkook rasakan dari belaian seorang eomma.
Namun semua itu hanyalah mimpi yang tak pernah terkabulkan. Jungkook harap ia bisa bertemu dengan wanita yang telah melahirkannya. Bilapun sudah tak ada, inginnya adalah memeluk nisan eomma kandungnya.
"Kajja, kita pulang. Angin sore tak baik untukmu, saeng."
***
"Appa, ayo cepat... Nanti kita kesiangan." Bujuk Jungkook pada appanya yang tengah bersiap mengenakan mantelnya. Mereka akan berkunjung ke Incheon untuk berlibur, bersama ketiga kakaknya. Tak lupa mereka juga mengajak Jimin dan Taehyung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jeongmal, Jeoseonghabnida Hyung
Fiksi Penggemar"Hyung, Mianhae..." - Kim Jung kook . . . "Ani..." - Kim Yoon Gi Kim Jungkook adalah adalah anak terakhir dari empat bersaudara. Jalan hidupnya yg berbeda dari ketiga kakak-kakaknya membuatnya selalu mendapat perlakuan tak enak dari mereka. Hidup...