49.

21.6K 1.2K 43
                                    

"If I could unmeet someone, I would."
_____________

          "Astaga Lui! Apa yang terjadi denganmu!" Arla nyaris berteriak histeris ketika melihat putranya berjalan gontai dengan kusut memasuki rumahnya. Bau alhokol menyeruak masuk ke dalam indra penciuman Arla. Putranya mabuk.

Luigene tidak pernah seperti ini sebelumnya, pulang dalam keadaan mabuk berat. Kepanikan jelas tercetak di wajah Arla. Ia segera mengiring tangan Luigene ke atas bahu guna mempermudahnya memapah tubuh putranya itu.

"Arla apa yang terjadi?" tanya Darnley dengan nada yang tenang meski raut heran bercampur panik tercetak jelas diwajahnya. Darnley segera membantu Arla, membantu istrinya memapah tubuh Luigene, "Biar aku saja."

"Lui datang dalam keadaan seperti ini, dia mabuk,"

"Aku menyukainya..." potong Luigene sembari menundukkan kepalanya. Jangankan berjalan dengan lurus, menegakkan kepalanya saja Luigene tidak bisa. Pria itu benar-benar mengkonsumsi alkohol dengan jumlah yang banyak.

"Pa? Kenapa kau berputar-putar?" tawanya pecah ketika ia melihat wajah Darnley meski itu tak berlangsung lama karena selanjutnya Luigene menangis dalam kungkungan Darnley. Pria tua itu masih setia memapah tubuh Luigene kearah kamar berharap putranya itu tidak memuntahkan isi perutnya disini.

"Kenapa kau mabuk seperti ini Lui? Kau tidak pernah bertingkah seperti ini sebelumnya."

"Aku tidak mabuk pa," Luigene tersenyum kecil penuh kesedihan, "Aku tidak suka melihatnya mencium pria lain, dia mencium pria lain di depanku, seperti ini," bibirnya dimajukan seolah memperagakan apa yang ia lihat.

Darnley tidak menghiraukan ucapan Luigene, ia membuka pintu kamar anaknya dengan kaki.

"Aku akan menyiapkan air hangat untuk membasuh wajahnya." pamit Arla sebelum melesat pergi meninggalkan Darnley dan Luigene.

"Pa, don't go, aku sendirian, aku anak yatim piatu," suaranya terdengar lirih.

Demi Tuhan kalimat itu menyakiti hati Darnley. Luigene memang bukan anak kandungnya tetapi ia menyayangi Luigene seperti ia menyayangi Arlington.

Darnley tidak pernah membedakan mereka dan mendengar pernyataan Luigene hari ini membuat hati Darnley sakit, ia tidak tau jika Luigene selalu merasa begitu.

"Apa yang kau bicarakan? Tentu aku tidak akan meninggalkanmu, kau anakku, Arlington adalah saudaramu. Kau juga memiliki ibu yang cantik, ini rumahmu Luigene."

"Aku selalu mengalah untuknya," tebas Luigene, "Aku memberikan semuanya, termasuk perempuan yang aku sukai,"

Darnley hanya mendengarkan, jelas saja putranya itu mabuk karena persoalan perempuan. Perempuan memang makhluk yang berbahaya, mereka bisa membuat pria seperti Luigene tumbang.

"Sebaiknya kau beristirahat." Darnley melepaskan sepatu Luigene dan membawa kaki pria itu keatas ranjang untuk membaringkan tubuhnya.

"Tidak, tidak, tidak, aku harus menjaganya... aku tidak boleh lengah jika tidak dia akan terluka," gumam Luigene meski apa yang pria itu lakukan berbanding terbalik dengan perkataannya, "Suaminya tidak bisa menjaganya dengan baik."

"Suami?" Luigene tertawa hambar, "Dia bukan suami yang baik,"

"I deserved so much better!"

Arla masuk dengan sebuah air hangat dan handuk kecil di tangannya, "Darnley tolong ambilkan baju tidur Lui, aku akan menggantikan bajunya. Dia tidak bisa tidur dalam keadaan bau seperti ini." Arla segera membuka kancing kemeja Luigene, tak menghiraukan ocehan-ocehan yang keluar dari mulut pria itu.

ReasonsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang