Dengan balutan gaun putih pilihan Arlington, hari ini Abbey kembali berjalan sebagai seorang pengantin. Hanya ada mereka berdua di dalam gereja tetapi rasanya lebih menyenangkan karena kali ini pria yang akan mengucapkan janji dengannya sedang tersenyum hangat menunggunya.
Uluran tangan Abbey disambut oleh Arlington. Pria itu menggenggamnya dengan penuh kehangatan, persis seperti tatapan pria itu.
"Mari kita lakukan ini dengan cepat." kata Arlington sambil menautkan sebuah cincin pada jari manis tangan kiri Abbey. Cincin pernikahan mereka sudah Abbey pindahkan ke tangan kanan karena Arlington menyuruhnya.
Cincin yang Arlington berikan bukanlah cincin berlian atau blue sapphire. Hanya sebuah cincin sederhana tetapi yang membuatnya istimewa adalah ukiran tulisan yang terdapat di dalam lingkaran cincin.
Milik Abbey yang melingkar di jari manisnya sekarang bertuliskan, Arlington's wife. Sedangkan milik Arlington adalah, Starley's husband.
Tak pernah terlintas dalam benak Abbey sebelumnya untuk membuat cincin seperti ini. Cincin yang sederhana tetapi sangat berharga dimata Abbey.
"Starley Langner, from this day I promise to make time for you," meski mereka hanya berdua tetap saja, Arlington tampak gugup bahkan lebih gugup jika dibandingkan pernikahan pertama mereka, "I promise to have patience through the dark times,"
"I promise to never intentionally hurt you, and I expect the same in return,"
Abbey tersenyum dengan wajah yang merona. Ia tidak bisa membendung kebahagiaannya sendiri melihat Arlington dari balik veilnya.
"I promise to honor your dreams, and fears, and to understand who you are, right in this moment." ucapnya dengan lantang tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Abbey.
"I promise to encourage, support and believe in you." setelah Abbey mengucapkan janjinya, Arlington langsung membuka veil perempuan itu dan menciumnya tepat di bibir.
Ciuman yang tak pernah Arlington berikan ketika mereka menikah. Sekarang Abbey merasa seperti menikah dengan pria yang mencintainya, ia seperti menikah dengan kekasihnya.
Jika bisa Arlington enggan untuk melepas pangutannya tetapi ia tidak sabar untuk menggendong Abbey diatas bahunya dan segera membawanya ke dalam kamar. Arlington ingin melemparkan perempuan yang baru saja ia nikahi itu ke atas ranjang sekarang juga.
"Apa kita tidak perlu berdansa terlebih dahulu?" tanya Abbey nyaris berteriak karena terkejut.
"Kita harus menghemat waktu." jawab Arlington sembari meremas bokong Abbey.
Arlington benar-benar melemparkan tubuh Abbey ke atas ranjang. Pria itu sudah merencanakan semuanya termasuk menyiapkan kamar yang akan mereka tempati.
"Kamu terlihat terburu-buru," tawa Abbey pecah melihat Arlington yang melepas jas serta dasi kupu-kupunya.
Suami yang baru saja ia nikahi untuk kedua kalinya itu tidak menjawab dan lebih memilih untuk membungkukkan tubuhnya membuat hidung mereka bersinggungan.
"I love you," kata Abbey tepat di depan bibir Arlington. Pengakuan itu terlontar begitu saja ketika Abbey tenggelam dalam tatapan Arlington.
Lagi-lagi Arlington tidak menjawabnya, ia mencium Abbey dengan sedikit tergesa. Melumat bibir di depannya seolah itu sesuatu yang memabukkan.
Tangan Arlington dengan ahli membuka gaun pengantin yang melekat pada tubuh Abbey. Ia yang memesannya tentu Arlington sudah mengetahui bagaimana cara membukanya dengan mudah.
Ia menarik turun gaun tersebut, bersamaan dengan ciumannya yang berpindah turun ke leher hingga ke payudara istrinya. Diawali dengan kecupan-kecupan singkat dan berakhir dengan kuluman yang hangat.
Nafas Abbey mulai tak beraturan. Ia hanya bisa melengkungkan tubuhnya dan menggigit bibirnya guna menahan lenguhan yang mungkin akan keluar dari sela bibirnya.
"Jangan menggigit bibirmu, pumpkin, itu tugasku." Arlington kembali berpindah, melahap bibir Abbey. Tangan Arlington tidak pernah bisa diam, jika tidak melucuti pakaian Abbey maka tangan itu akan menggodanya terus-menerus.
Seperti sekarang, gaun pengantin Abbey sudah di lepas oleh tangan nakal itu, hingga tinggal menyisahkan celana dalam.
Arlington membawa kedua tangan Abbey keatas kepala perempuan itu dan menahannya dengan satu tangan, sedangkan kepalanya ia benamkan di antara payudara Abbey. Seolah tak cukup, lutut Arlington juga ikut menahan kaki Abbey agar tidak bergerak.
Arlington seperti menyiksanya dengan nikmat.
"Kamu bisa menolakku atau mendorongku, aku tidak akan melakukannya jika kamu tidak menginginkannya,"
Brengsek!
Setelah melakukan semua ini dan membuatnya diambang gairah. Arlington masih berani menanyakan hal itu? Seharusnya pria itu melakukannya sebelum tangan nakalnya melucuti semua pakaian Abbey.
"Aku bersumpah akan membunuhmu jika kamu tidak melakukannya hingga selesai."
Abbey mengalungkan tangannya pada leher Arlington dan menarik kepala pria itu agar bisa menciumnya. Lama terbuai dengan permainan lidah Arlington, membuat Abbey teringat akan sesuatu.
Kejutan yang sudah Abbey persiapkan untuk Arlington. Ia harus memberikannya sekarang.
"Tunggu sebentar, ada sesuatu yang harus aku berikan."
Abbey mengambil kotak yang telah ia persiapkan. Dengan perasaan yang tak karuan, ia menyerahkan kotak tersebut kepada Arlington.
Berbeda dengan Abbey yang sedikit takut akan reaksi Arlington. Pria itu justru tersenyum kecil seraya membuka pita yang melilit di kotak tersebut. Abbey telah memikirkan segala kemungkinan termasuk senyum Arlington yang langsung pudar tergantikan oleh tatapan tajam bercampur terkejut begitu melihat apa yang ada di dalam kotak itu.
To be continued
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons
Romance[COMPLETED] Tak pernah terlibat skandal bersama perempuan merupakan reputasi besar yang Arlington pegang hingga sekarang. Kehidupannya yang tampak sempurna sukses membuat Abbey rela menyerahkan diri secara sukarela kepadanya. Arlington pun berhasil...