Terhitung sudah seminggu hubungan antara Arina dan Devano semakin menjauh saja. Padahal sebelum Jenny pulang ia sempat berpesan padanya bahwa dia harus percaya pada Devano, tapi entahlah wanita itu masih ragu. Apalagi sekarang Devano selalu berangkat ke kantor di pagi hari dan pulang larut malam, semakin sedikit waktu mereka untuk bertemu karena Arina pasti sudah tidur saat suaminya itu pulang.
Diam-diam tanpa sepengetahuan Devano, Arina pergi ke rumah sakit seorang diri untuk kontrol. Sebagai wanita ia juga ingin mengandung layaknya istri pada umumnya. Dokter juga bilang mungkin beberapa bulan ke depan dia sudah bisa mengandung lagi. Arina tentu sangat senang, tapi kenyataan kembali menamparnya saat menyadari jika hubungannya dengan Devano masih belum membaik. Setiap Arina ingin bicara Devano pasti akan cepat-cepat pergi untuk menghindarinya. Akhir-akhir ini suaminya lebih dingin. Ia hanya mengingatkan Arina untuk makan tepat waktu atau jangan tidur terlalu malam, hanya itu. Jadi siapa yang patut disalahkan di sini.
"Belum tidur?" tanya Devano sambil melepas jas kantornya. Pria itu baru saja pulang dan menemukan istrinya masih terjaga sambil menonton televisi di kamarnya.
Arina menggeleng, matanya masih mengamati pergerakan Devano yang sedang melepas dasi serta kemejanya. Wanita itu berjalan mendekat untuk mengambil baju Devano dan menaruhnya di kamar mandi, namun sebelum ia meletakkan jas Devano, Arina mencium aroma parfum yang berbeda, seperti parfum wanita.
Devano masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Melihat itu, Arina langsung keluar dari sana meninggalkan sejuta pertanyaan di dalam pikirannya.
Setelah menyelesaikan ritual mandinya, Devano duduk di kasur dengan memangku laptopnya.
"Sejak kapan kamu memakai parfum wanita?" Devano menghela nafas, mulai lagi. Inilah alasan kenapa ia selalu menghindari Arina, karena wanita itu pasti akan menuduhnya dan berakhir dengan perdebatan diantara mereka.
"Aku lelah, tolong jangan memulainya lagi." karena percuma jika Devano menjelaskannya pun Arina tidak akan percaya.
"Hahh... Seharusnya aku tau itu." Arina membaringkan tubuhnya membelakangi Devano.
"Apa kamu percaya jika aku menjelaskannya? Kurasa tidak," ucap Devano kembali berkutat dengan laptopnya.
"Katakan jika kamu mulai bosan." Arina langsung memejamkan matanya tidak peduli dengan reaksi Devano.
Pria itu menutup laptopnya dan berbaring menghadap Arina yang masih memunggunginya. Ia terlihat lelah dengan semua perdebatan yang tidak ada habisnya. Arina selalu memiliki pikiran buruk dan tidak mempercayainya, ia sendiri bingung harus bagaimana lagi menghadapi istrinya.
***
Arina mencoba melupakan kejadian dua hari yang lalu, ia mencoba berpikir positif kali ini, mungkin itu aroma parfum klien Devano yang sangat menyengat sehingga tertempel di jas kantornya, iya mungkin itu.
Sungguh rasanya tidak enak sekali saat Devano mendadak irit bicara, meskipun pria itu masih perhatian padanya, tapi tetap saja Arina menyukai Devano yang lebih banyak bicara seperti sebelumnya. Namun keadaannya sekarang sudah berbeda.
Arina tahu mereka masih belum kembali seperti sediakala, mungkin sekarang ini mereka lebih terlihat seperti orang yang baru saja bertemu atau saling mengenal, benar-benar canggung. Walau bagaimanapun itu Arina tidak mungkin melupakan hari spesial Devano yang tiba esok hari, pria itu akan berulang tahun. Rencananya nanti malam Arina akan meminta maaf agar hubungan mereka membaik, ia mencoba menyingkirkan segala pikiran buruknya dan mulai mempercayai Devano. Setelah dipikir-pikir, sikapnya memang kekanakan. Lagipula suaminya itu mencintainya. Malam nanti Arina sudah memantapkan hati untuk berbaikan dengan Devano.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald [PROSES PENERBITAN]
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...