kembalinya semangat hidup.

3 0 0
                                    

Awalnya baik-baik saja, tak ada yang aneh atau apapun.
Namun semakin hari tingkah laku Tante eli membuatnya kurang nyaman, dia sering marah-marah gak jelas. Mendiamkan amira beberapa waktu, dan hal menyebalkan lainnya. Padahal amira disana bukan anak yang pemalas, dia tahu apa yang harus dia lakukan karena sudah terbiasa dirumahnya.
Tapi memang terkadang seseorang baik hanya untuk membuat kesan pertama jumpa. Bahkan ketika amira tinggal disana menginjak beberapa bulan, dia disuruh untuk tinggal bersama ayahnya.
Kalo boleh dibilang, tante eli mengusirnya secara halus. Amira masih ingat dengan perkataan tante eli dulu, dia berjanji tidak akan membiarkanya tinggal bersama ibu tirinya, tapi nyatanya memang baru kelihatan belangnya. Om marko meminta maaf atas sikap istrinya itu, tapi amira berusaha untuk memaafkan meskipun sudah jelas takan bisa melupakan dengan semudah itu.

Tinggal di rumah ayah bersama ibu tirinya memang bukan hal yang mudah.
Amira tahu, tidak semua ibu tiri kejam kayak di sinetron-sinetron. Tapi memang ibu tiri tidak sebaik ibu sendiri..
Dia seringkali merasa tak nyaman oleh sikap ibu tirinya itu, tapi demi kebaikan dia berusaha untuk membiasakannya.
Meski gadis baik, tapi diapun hanya manusia biasa. Punya amarah dan emosi, jika ibu tiri sudah membuatnya kesal pasti amira pun bersikap yang juga menyebalkan. Mirip perang dingin gitu, gencatan senjata.

"Maaf ya mir, disini makan seadanya aja.. kamu tahu kan bapakmu itu usahanya gitu!" Ucap ibu tirinya sembari menyodorkan nasi dan lauknya yang berupa potongan daging ayam kecil bentuk dadu.
Amira yang tahu kebenarannya cuma tersenyum sinis.

"Iyaa gak apa-apa kok, " jawabnya so' polos.
Amira tahu, karena setiap ayahnya berangkat kerja selalu memberi makanan atau apapun itu untuknya.
Dan hari itu dia tahu ayahnya memberikannya daging ayam satu ekor utuh, dan yang ia terima hanya potongan kecil yang kasarnya itu udah bubuk. Udah gabaik buat dimakan.

Suatu hari ibu tirinya harus keluar kota, dan dia ditinggal sendiri.
Mungkin karena ibu tirinya itu lupa mengunci lemari es nya, amira pun membukanya dan memakan makanan yang tersimpan.

"Siapa suruh jadi ibu tiri yang pelit, tiap pergi pasti semua dikunci. Nah sekarang kerasa kan lupa kunci. Lumayan rezeki"
Gerutu amira kesal.
Tiba-tiba dering handphone nya bunyi, ternyata itu adalah kali pertama lagi sang ibu menelponnya. Kesedihannya berangsur berkurang, setelah kesulitannya selama ini menjadi terasa lebih baik setelah mendengar suara ramah sang ibu. Menanyakan kabarnya, bertegur sapa, meminta maaf atas apa yang sudah dikatakan. Bagi amira ibunya adalah penyemangat kala ia lemah, dan obat bagi segala sakitnya.
Amira pun segera meminta pulang kepada ayahnya, dan beberapa hari kemudian dia pulang dengan diantar memakai angkutan umum. Sesampainya.. amira sendiri pulang kerumah, karena ayahnya tidak mau mengantar hingga rumah dikarenakan malu, katanya. Jadi ayah hanya menemaninya diperjalanan saja.
Bahagia rasanya hati amira waktu itu karena akan bertemu ibunya, tapi ternyata dirumah hanya ada adik perempuannya saja karena ibunya sudah pulang dari kemarin. Bukan tidak mau menunggu amira tapi kedua adik kecilnya masih sekolah dan sudah harus masuk kelas.
Memang jadi sedih, tapi tidak sesedih sebelumnya. Kini hatinya mulai tenang karena hubungan mereka sudah membaik.

"Ibu sudah pulang lagi ke jakarta kemarin, karena rai dan raka udah harus masuk kelas hari ini. Jadi kemarin mereka terpaksa pulang.." ucap Fiona menjelaskan.

"Oiya mir, kenapa kamu sampai maksain diri sih pergi kesana? Waktu ibu tahu kamu pergi kesana, beliau marah sekaligus khawatir tahu!" Tanya Fiona.
Amira menjelaskan secara detile semua yang sudah ia alami, dari awal hingga dirinya bisa pulang dari tempat ayahnya itu. Mendengar semua itu Fiona menangis, dia bilang tidak tahan membayangkan kesedihan sang kakak.
Dan menyesal tidak berada disisinya saat semua itu terjadi. Amira pun menenangkan, dan berkata semua baik-baik saja sekarang.
Hidup terasa normal kembali meski luka dihari lalu terasa menyayat hati.
Amira membuka sosial medianya yang sudah ia offkan untuk beberapa waktu.
Banyak sekali foto teman-teman dan gurunya yang sudah melangsungkan acara kelulusan dan perpisahan yang meriah. Kalung berupa medali ciri khas sekolahnya yang bergantung di leher masing-masing murid digantungkan oleh setiap guru. Betapa pemandangan indah yang selama ini Ia impikan, airmata yang tanpa sadar terus mengalir dipipi menemani kesedihan hatinya itu.
Memang terasa berat, tapi ini kenyataannya. Amira harus kuat menghadapinya, dan berharap Allah berikan jalan lain untuk kebahagiaannya.
Setelah semua terjadi Amira memutuskan untuk mengikuti belajar paket untuk mendapatkan ijazah. Dan tahun berikutnya dia dinyatakan lulus dan menerima ijazahnya. Memang tidak seistimewa yang ia harapkan dulu, tapi dia tetap berusaha untuk bersyukur untuk segalanya.
Dia pergi ke kota mengikuti sang ibu, untuk mencari lowongan pekerjaan.
Amira sangat ingin membalas semua perjuangan dan pengorbanan ibunya, walaupun hal itu tidaklah mungkin. Tapi setidaknya dia ingin membuat ibunya bahagia dengan caranya yang sederhana. Dengan semangat dia membuat semua lamaran yang ditujukan kepada setiap lowongan pekerjaan yang dia dapatkan dari internet, ataupun saran dari oranglain.
Tulis ini, tulis itu, kirim kesana, kirim kesitu. Sudah puluhan kertas lamaran yang sudah ia kirimkan, bahkan lewat email pun sudah banyak dia kirimkan. Tapi mungkin memang belum rezekinya, amira terus menerus menjadi pengangguran selama berbulan-bulan, bahkan tahun!
Rasa bosan ditambah malu, tapi bagaimana lagi? Sudah segala cara dia lakukan, berusaha tanpa kenal menyerah, tapi hasil belum juga menemuinya. Sekali lagi dia percaya Allah akan memberikannya jalan terbaik.

Journey Of LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang