Minuman yang belakangan ini booming, tiba-tiba banyak yang menggemarinya dan dimana-mana muncul kedai-kedai kopi baru yang menjadi tempat tongkrongan anak muda masa kini. Kopi tiba-tiba menjadi sebuah fenomea baru. Fenomena sosial. Banyak yang memamerkan diri ketika sedang minum kopi atau tiba-tiba menjadi sering nongkrong di kedai kopi. Kopi juga menjadi lahan bisnis baru. Bisnis kedai kopi muncul dimana-mana, seperti jamur di musim hujan. Mulai dari warung kopi sederhana yang menawarkan kopi hitam seharga beberapa ribu rupiah per gelasnya hingga kafe yang menawarkan kopi dengan berbagai macam varian rasa dengan harga per gelasnya berpuluh-puluh ribu rupiah.
Hingga kini saya belum memahami mengapa fenomena tersebut bisa terjadi. Mengapa orang-orang seolah-olah tergila-gila dengan kopi. Jujur saya sendiri tidak sempat mengikuti tren itu. Selain pada dasarnya saya tidak seberapa menyukai kopi dan karena beberapa alasan saya juga tidak bisa sering-sering meminumnya, saya sendiri bukan tipe orang yang suka melakukan sesuatu karena tren atau karena kebanyakan orang melakukannya. Tapi entah mengapa hari ini tiba-tiba saya ingin menikmati secangkir kopi. Secangkir kopi yang diseduh dengan air panas. Tanpa campuran bahan lainnya. Secangkir kopi pahit.
Saya sebenarnya adalah orang yang suka dengan makanan manis. Tentu saja karena itu saya kurang suka dengan makanan atau minuman yang berkebalikan rasa dengan rasa manis. Pahit. Itu juga menjadi salah satu alasan saya tidak meminum kopi secara rutin, meskipun saya sendiri sudah beberapa kali membaca manfaat minum kopi secara rutin untuk kesehatan. Dalam 22 tahun hidup saya, hanya beberapa kali saja saya minum kopi. Mungkin belum sampai tiga puluh kali. Kalau ada pilihan minuman lain tentu saja saya akan memilih yang lain. Apalagi pilihan lainnya adalah minuman manis, sedangkan kopi yang ditawarkan adalah seduhan kopi dan gula saja. Bahkan ketika saya minum kopi, saya memilih sajian minuman dengan rasa kopi yang paling minim. Latte. Jujur saja, dibanding membuatnya menjadi minuman, saya lebih sering menempelkannya ke muka saya. Ya, saya menggunakan kopi sebagai masker wajah.
Dari kecil sampai lulus SMA, minuman reguler saya adalah teh manis. Setiap hari, teh manis adalah minuman wajib dalam sarapan saya. Tapi kini saya menyadari bahwa kebiasaan yang berjalan kurang lebih selama 15 tahun itu sudah tidak ada lagi. Bahkan mungkin saat ini dalam satu bulan saya meminum segelas teh manis adalah rekor, karena sekarang saya benar-benar jarang sekali minum teh manis. Betapa kehidupan di luar rumah benar-benar mengubah segalanya. Hingga selera minuman pun berubah drastis. Entah saya yang lebih menyadari pentingnya untuk menjaga kesehatan diri atau tanpa disadari saya sendiri sudah muak dengan selera lama saya. Makanan dan minuman manis.
Kembali lagi pada kopi. Sejauh selera saya yang cukup berubah, sangat mengurangi konsumsi makanan dan minuman manis, saya hanya minum air putih sebagai minuman reguler saya. Tapi tiba-tiba hari ini saya ingin minum kopi pahit. Mungkin karena beberapa hari ini air putih terasa pahit bagi saya karena masalah tenggorokan yang menjadikan minuman tanpa rasa menjadi terasa pahit. Bahkan air ludah pun terasa pahit. Sehingga karenanya saya ingin mencoba minum sesuatu yang pahit. Apakah akan terasa makin pahit, ataukah sebaliknya.
Hasil yang mengejutkan. Atau tak seberapa mengejutkan sebenarnya. Rumus matematika dasar benar-benar nyata terjadi di kehidupan. Negatif dikali atau dibagi negatif sama dengan positif. Tenggorokan saya yang bermasalah sehingga minuman yang seharusnya netral tanpa rasa berubah menjadi pahit. Ketika dialiri cairan yang harusnya terasa pahit, anehnya justru bukan rasa pahit yang saya rasakan. Semacam rasa baru yang unik. Membuat saya merasa nyaman ketika meminumnya. Seketika kabut-kabut yang menyelimuti pikiran saya beberapa hari ini sirna. Seakan-akan pikiran saya menjadi jernih kembali karena otak saya mulai bekerja dengan lebih baik. Layaknya sebuah mesin yang baru saja diganti minyak pelumasnya. Betapa ajaibnya kopi dan zat yang terkandung di dalamnya. Kafein.
Banyak yang meminum kopi karena sekedar kebiasaan, mengikuti tren, atau bahkan untuk menahan rasa kantuk ketika begadang. Tapi bagi saya yang tidak biasa minum kopi secara reguler, tidak begitu suka mengikuti tren, dan bisa bertahan beberapa hari tanpa tidur tanpa bantuan kafein atau hal-hal lain jika sudah memiliki niat kuat di dalam hati, mengonsumsi kopi menjadi satu hal yang asing untuk saya. Mungkin sajian kopi dengan rasa manis bukanlah hal yang asing untuk saya, seperti latte atau caramel macchiato. Sajian kopi pahit seperti americano bukanlah style saya dalam menikmati kopi. Apalagi espresso. Di masa lalu, sajian kopi pahit seperti itu adalah hal terakhir yang ada di list sajian yang ingin saya nikmati, bahkan masuk ke blacklist. Sehingga di masa lalu sama sekali tidak ada satupun alasan bagi saya untuk mencoba sajian minuman kopi murni. Tapi hari ini saya menyadari satu hal baru. Bahwa ternyata itu tidak seburuk yang saya kira.
Ada seorang teman. Kawan yang lumayan akrab. Saya pasti akan selalu mengingatnya ketika membicarakan kopi, atau bahkan hanya melihat segelas kopi. Betapa dia benar-benar tergila-gila dengan kopi. Benar-benar maniak. Karena di setiap kesempatan dimana saya dan kawan-kawan berkumpul, satu hal yang tak pernah dilupakannya. Segelas kopi hitam. Sampai sekarang pun saya masih sering bertanya-tanya mengapa dia begitu tergila-gila dengan kopi. Tapi ada satu hal unik yang saya amati dari dia dan kopinya. Dia dan pemikirannya.
Bagi saya yang selama bersekolah hingga lulus kuliah selalu menggebu-gebu, dia terlihat begitu santai dan menikmati hidupnya. Bisa dikatakan kami memiliki cara yang sangat berbeda dalam memaknai dan menjalani hidup. Saya seperti air di hulu sungai yang mengalir dengan deras, dan dia yang seperti air di hilir sungai. Begitu tenang, mengalir begitu saja karena dia tahu tujuannya sudah dekat. Perbedaan pendapat merupakan hal yang biasa untuk kami, apalagi kalau sudah membahas tentang realita kehidupan. Tapi tak jarang juga saya terkejut dengan pemikiran-pemikirannya. Perspektifnya yang benar-benar beda dengan apa yang saya miliki dan bagaimana cara dia berpikir. Saya akui, kadang kala dalam bahasan-bahasan tertentu saya dibuatnya speechless dengan cara yang elegan. Tenang, halus, tapi benar-benar tepat sasaran. Tapi karena itu, hal yang lucu justru sering terlintas dalam pikiran saya. Bahwa struktur otaknya sudah berubah drastis karena pengaruh kafein. Berdasarkan pengalaman saya hari ini, itu kemungkinan benar terjadi. Bahwa kafein memiliki pengaruh yang begitu besar bagi kinerja otak. Bagi saya yang selama beberapa hari ini enggan menunjukkan eksistensi diri saya, seperti kata Descrates, cogito ergo sum, secangkir kopi hitam tiba-tiba membuat sel-sel otak saya aktif kembali dan menggerakkan saya untuk menulis hal-hal tentang kopi ini.
Kopi juga sering kali dikatikan dengan hal-hal yang berbau inspirasi. Bahkan saya ingat ada sebuah tulisan di belakang bak truk yang menguraikan arti KOPI sebagai Ketika Otak Perlu Inspirasi. Menurut saya itu bukanlah sekedar tulisan tanpa makna. Ketika seseorang hendak mengerjakan sesuatu yang butuh konsentrasi tinggi, atau ketika orang ingin mendiskusikan hal-hal yang membutuhkan otak untuk berproses lebih keras, orang akan memilih kopi sebagai teman bekerjanya, kopi sebagai teman diskusinya, tentu saja bersama orang lain juga. Lagi-lagi itu benar-benar terbukti. Setidaknya untuk saya hari ini.
Selain itu, selama ini saya mengamati bahwa kopi memiliki makna. Tergantung pada siapa yang menikmatinya. Akhirnya saya pun berhasil menemukan makna kopi bagi saya sendiri. Hari ini. Bukan selera saya yang berubah. Bukan kopi yang rasanya berubah. Tapi sebuah proses panjang. Sebuah proses bagian dari kehidupan yang membuat saya mampu menangkap rasa lain dari pahitnya kopi. Proses yang selama ini saya laluilah, yang membuat saya tidak merasakan pahitnya kopi. Bahwa apa yang selama ini saya lalui, membuat saya mampu merasakan bahwa pahitnya kopi tidaklah seberapa pahit. Ajaibnya lagi, rasa pahit kopi mendatangkan rasa ingin tahu yang lebih jauh sehingga membuat saya terus menyesapnya, hingga tak terasa saya menandaskan secangkir kopi.
Mungkin, bukan struktur otak kawan saya yang berubah karena kafein. Tapi lebih pada karena dia menjalani hidupnya seperti dia menikmati kopi yang menjadi kegilaannya. Dan dari secangkir kopi yang saya nikmati hari ini, saya menemukan sebuah semangat baru. Sebuah pemikiran baru.
Bahwa hidup sangatlah sederhana. Hidup tidak sekompleks yang saya kira selama ini. Memang hidup tidak akan selalu manis. Akan selalu datang masalah silih berganti, karena dengan begitu hidup bisa dikatakan sebagai hidup. Karenanya kita bisa selalu berpikir setiap harinya. Karenanya kita selalu bisa menjaga eksistensi diri kita. Dan untuk mengatasi masalah yang datang dalam hidup ini, ternyata cukup sederhana. Hadapi masalah seperti menikmati secangkir kopi.
Memang pahit rasanya. Tapi semakin disesap semakin terbiasa dengan rasa pahitnya. Pada akhirnya, tanpa disadari kita sudah menghabiskannya.
Masalah yang datang memang berat. Terasa sulit untuk menemukan jalan keluarnya. Tapi semakin lama kita menghadapinya, kita akan semakin terbiasa dengannya. Pada akhirnya, kita akan menemukan solusi dan bisa menyelesaikan masalah kita.
12.07.2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Vita's Journal: What I Thought Today
Non-FictionSaya memulai work ini sebagai salah satu pengisi waktu luang. Lebih dari pada itu, melalui work ini sayaingin menyampaikan pemikiran-pemikiran dan perspektif yang selama ini hanya mampu bertahan di pikiran saja tanpa mampu saya keluarkan dengan beba...