Akankah?

25 10 0
                                    

Kuy, langsung aja!

▫️▫️▫️

Ran tertidur di kursi ruang tunggu, sudah sekitar 12 jam Van masih belum bangun.

Di kulit pipi Ran terdapat bekas air mata. Percakapannya dengan Rere siang tadi cukup menghantam dirinya dengan keras.

Van menderita OCD. Dia terobsesi dengan hubungan Ran dan Alfian.

Semenjak Van mengenal Alfian, kepala bengkel itu sudah sangat memercayai Alfian untuk menjaga Ran.

Aneh dan terdengar gila memang. Namun keadaan hati Ran sungguh membuat Van menjadi seperti ini. Setiap kali dia melihat ekspresi sedih yang dikeluarkan Ran, dia akan mulai menggila. Bahkan dia akan melakukan segala hal yang dapat mengembalikan senyum dan tawa Ran. Jika dia tidak bisa membuat adik cantiknya itu tersenyum, maka dia akan melukai dirinya sendiri ataupun orang lain termasuk Rere.

Ran terbangun. Dia bermimpi buruk.

Sebuah mimpi yang terasa nyata, namun dia tidak mengingat apakah hal itu pernah terjadi atau bahkan pernah dialaminya.

Ran sedang berjalan menuju garasi yang mereka tinggali akhir-akhir ini. Ran tersenyum senang, karena dia memiliki teman baru, namun juga sedikit sedih karena harus pindah ke sebuah pondok milik seorang nenek dengan rambut putih memenuhi kepala.

Dia mulai berlari kecil, tidak sabar untuk bertemu temannya itu. Dia ingin berpamitan.

"Kak J!" Teriaknya menyapa temannya yang sedang menggambar di teras rumahnya.

"Eh, Kira?!" Sambutnya. Ran tersenyum,

""Fotoin aku dong kak J" ucap gadis itu.

"Iya, iya. Sini aku fotoin" Ucapnya sambil memegang kamera dan memulai memotret Ran.

"Udah dulu ya kak! Soalnya abang aku udah cariin aku" Ucap Ran sambil memandangi hasil fotonya itu.

"Iya, kapan-kapan, mampir ke garasi aku lagi ya" jawabnya sambil mengusap lembut kepala Ran.

Gadis itu mengangguk manis,

"Kalau kami diusir dari pondok, kami bakalan balik ke sini lagi kok kak" jelasnya.

Setelah memberi pelukan selamat tinggal, Ran beranjak dari sana. Menuju tempat Van menunggunya sambil menggendong Jun.

Bugh!

Tubuh Ran terjatuh ketika seorang ibu dari keluarga terkaya di daerah tersebut memukul punggung Ran dengan kantong belanjaan

"Seharusnya anak miskin seperti kalian tidak bergaul dengan kami yang tinggal disini. Ditambah lagi kamu sok dekat dengan anak pak Felix. Pasti cuma ngincar harta. Kecil-kecil udah licik" cibirnya sambil memerhatikan kantong belanjaannya, memastikan tidak ada yang lecet.

Ran hanya menatap wanita tersebut dengan pandangan polos tidak bersalah. Segenang air mata sudah siap meluncur dari mata indahnya ketika mendengar nada bicara wanita dewasa itu tidak ramah.

Van menatap Ran dari jauh. Van masih diam, menurutnya Ran bisa mengatasi masalah itu mengingat dirinya memiliki mental sekuat baja.

Namun,

Brak!!

Sebuah sepeda mahal terlihat sengaja menabrak Ran yang sedang berjalan dan berusaha melupakan perkataan wanita tua tadi.

Ran tersungkur, lututnya berdarah. Cukup parah.

Van melihat itu, seketika sebuah perasaan marah melebur menjadi satu dengan perasaan menyesal di dalam dirinya. Saat itu Van masih berusia 10 tahun. Dan dia sudah memberi perlawanan fisik kepada anak berusia 15 tahun.

Saya TerimaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang