For a better experience, use headphones or earphones and listen to these recommended song
Baekhyun - happy (instrument ver.) & Doyoung - give you my heart (IU cover)
"baguskan? apa ku bilang" ucap si sarkas yang tengah duduk di sebelahku ini. wajah meledeknya disusul raut sombong menyebalkannya bukan main. Ia sesekali mengangguk penuh dengan kebanggaan karena pernyataannya yang kali ini aku Iyakan. tentang apa? tentu saja bulan purnama si pacar keduanya. tidak salah lagi.
bagaimanapun, jam sudah terlalu larut untuk disebut malam. tak heran, bulan purnama kali ini lebih terang dari malam-malam biasanya. di tambah, waktu menyendiriku untuk tenang di genteng rumah seperti ini tak berjalan lancar seperti kemarin-kemarin. jangan tanya kenapa, karena aku sendiri tak tahu kapan laki-laki disebelahku ini ikut duduk.
"wah, bulan purnama malam ini benar-benar cantik. lebih daripada mukamu"
aku menatap laki-laki itu malas. memilih untuk menghela nafas daripada membalas ucapan menyebalkan itu. kenapa? jelas akan berakhir sia-sia. setahun hubunganku dengan laki-laki ini tak pernah lepas dari perbincangan seperti ini, meski akhirnya selalu Ia yang akan tertawa puas melihatku mengamuk.
tapi tidak kali ini, entahlah. aku hanya sedang tak ingin berbicara banyak.
sinar purnama kembali menarik perhatianku untuk menatapnya. jika dulu aku pernah menghindar untuk menatap keindahan yang senyata ini, kini perlahan aku terbiasa. aku mulai menemukan kecantikan bulan ini, dan merasa tenang ketika melihatnya.
sekarang, aku tak heran. laki-laki bernama Kim Doyoung sangat jatuh cinta padanya.
dia memang tak pernah bercerita langsung, tapi liat tatapan lembutnya pada purnama. aku tak pernah melihatnya menatap sesuatu lebih tulus dari pada tatapannya kini.
look at him, he really means it.
"wah jinjja, kau benar-benar jatuh cinta padaku ya? atau masih cemburu dengan bulan?" tanya Doyoung dengan kepercayaan diri tingkat akut. tapi lagi-lagi mulutku tak berkata apapun. hanya refleks tersenyum tipis.
"aish, respon yang mengecewakan. aku takkan datang lagi setelah ini kau tahu?" umpatnya kesal. apalagi jika bukan karena responku yang tak sesuai dengan harapannya.
sepele? iya.
semudah itu membuatnya kesal."tak ada yang memintamu datang" jawabku singkat, tanpa mengalihkan pandangan darinya. Doyoung membulatkan matanya, geram dengan jawabanku yang membuatnya terkesan seperti 'tamu tak di undang'.
sebuah ekspresi marah yang tidak mengandung unsur menyeramkan sama sekali.
marah yang dulu selalu membuatku tertawa setelahnya, tapi entah mengapa kali ini tidak.
"ya! aku tidak bertanggung jawab jika kau rindu padaku ya. aku juga tidak akan menemanimu lagi setelah ini" ancamnya lalu mengalihkan pandangan. ya, setipis itu kesabaran seorang Doyoung lihatkan barusan? dia mengamuk. aku tertawa pelan. reflek, entah mengapa.
"aku sudah mempersiapkan itu semua kim Doyoung. jadi jangan khawatir"
"dari saat dimana.. telingaku harus mendengar kabarmu meninggal karena kecelakaan"
tak ku dengar Ia bersuara meski kini matanya mengarah padaku. sudah kuduga kalimatku barusan pasti akan membuatnya terdiam.
"Doyoung-ah"
"mengikhlaskanmu berat, tapi aku tahu aku harus" ucapku kini menatapnya. menatap dua bola mata yang pernah menjadi penenang tangisku.
"terima kasih sudah menemani malam hariku belakangan ini"
"karenamu, aku sudah berani mencintai bulan tanpa harus lagi takut menangis" ujarku tertawa pelan.
Doyoung tersenyum tipis. senyuman yang selalu aku suka darinya saat Ia tak sadar tengah melakukannya. jarang sekali melihat tersenyum begini. sayang sekali ketika Ia sering melakukannya, Ia justru tak lagi nyata dihadapanku.
"sekarang tahukan bercerita kesiapa saat tak ada orang yang kau percayai?" tanyanya menatapku penuh. aku mengangguk. "bulan" jawabku singkat. Doyoung mengangguk puas, kulihat matanya berkaca. membuat perih yang kini kurasa semakin menjadi.
"pacarku pintar" untuk pertama kalinya Ia memujiku. mulutku bungkam, bingung untuk menjawab apa.
"aku pamit ya"
kalimat yang tak pernah ingin ku dengar dari mulutnya. aku diam memilih untuk mengalihkan pandangan. sebuah rasa perih yang tak pernah kubayangkan menghampiriku. dan begini rasanya.
laki-laki yang tadi sudah berdiri itu kembali berjongkok didepanku. kembali tersenyum. senyuman yang semakin sulit membuatku menerimanya pergi.
"ngomong-ngomong yang tadi, aku gak serius kok. kamu cantik, lebih dari bulan"
aku berdecak. "pergilah" aku kembali menatap lurus. ku dengar Ia terkekeh.
"maafkan aku ya, tidak bisa memeluk untuk menenangkanmu lagi"
"maaf, tidak bisa menemanimu lebih lama" "maaf membuatmu--""pergilah. kau hanya membuat semua semakin sulit" usirku. kasar memang. tapi jika tidak begini, bagaimana aku bisa menerima perginya?
Doyoung tidak marah. Ia tersenyum tipis sebelum kembali berdiri. ku rasakan langkahnya yang semakin menjauh. aku menoleh, hanya mendapati punggungnya. yang perlahan hilang bersama angin.
Dia benar-benar pergi.
*****
gadis itu tertegun dengan apa yang baru Ia lihat barusan. Ia kembali menatap kearah langit. mendapati bulan purnama masih disana. Ia menghela nafas, berharap sesak yang sedari tadi terus meruak di dadanya sedikit berkurang.
"bulan" matanya mulai berair.
"kau lihatkan bagaimana tadi aku bertindak kuat didepannya?"
"a..aku sudah merindukannya seka.."tangis gadis itu pecah seketika, hingga membuatnya bahkan tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Ia menangis sekencang-kencangnya meluapkan rasa sesak yang kini Ia rasa. berharap bulan bisa mengertinya sebagaimana Doyoung selalu membuatnya tenang.
gadis itu duduk memeluk lututnya erat, melanjutkan tangisnya. tanpa tahu, ada orang yang kini merasa sakit melihatnya begitu. tanpa tahu, orang yang sedang Ia tangisi ikut sakit karenanya. laki-laki yang tak bisa lagi gadis itu lihat, sudah duduk memandangnya sedari awal Ia menangis. sesekali mencoba mengelus rambut gadis itu, meski tetap berakhir sama.
tangannya hanya menembus."maaf"
"maaf meninggalkanmu sendiri"