Bel pulang sudah berbunyi sejak 30 menit yang lalu, tapi Fayya masih setia duduk dibangkunya sambil memainkan ponsel, menunggu Deon yang sedang rapat bersama anggota club Jurnalistik.
Sekarang harusnya Fayya sudah sampai di kostan, rebahan sambil bermesraan dengan kasurnya.
Tapi gara-gara Deon rese minta anter beli buku, jadi lah dia menunggu disini. Karena kalau menunggu diluar panas. Dikelas kan adem, ada AC.
Maklum lah, dikostannya hanya ada kipas angin butut. Yang kalau muter suaranya berisik tak karuan, anginnya juga tak terasa. Malah lebih kencang nafasnya sendiri daripada kipas angin rombeng itu.
"Kak Fayya!!"
Itu Sybill, anak kelas 10 yang tinggal di samping kamar kostnya.
Gadis yang berperawakan mungil berambut sebahu itu berlari kecil menghampiri Fayya yang duduk di pojokan kelas.
"Kenapa bill?" Fayya meletakkan ponselnya diatas meja.
"Eh ini kak aku mau minta tolong titip kunci ke Laura, boleh? Aku hari ini ga pulang ke kost dulu"
"Kenapa ga langsung dikasih aja?"
"Laura ada rapat, kalo ditungguin lama. Aku juga lagi buru-buru heheh" Sybill menempel-nempelkan kedua ujung telunjuknya.
"Oh gitu, yaudah sini mana kuncinya?" Fayya menengadahkan telapak tangannya.
"Ini kak, aduh maaf ya ngerepotin. Aku jadi ga enak" Sybill menyerahkan kunci kostnya pada Fayya.
"Santai aja kali bill, kaya sama siapa aja deh" Faya terkekeh sambil memasukan kunci ke saku bajunya.
Sybill ikut terkekeh.
"Btw kamu mau nginep dimana? Takut ibu kost nanyain"
"Di rumah temen kak, aku mau kerja kelompok. Udah ijin juga kok pas malem"
Fayya mengangguk-anggukan kepalanya.
"Kalo gitu, aku duluan ya kak"
"Oke, hati-hati bill"
Sybil mengacungkan jempolnya. Saat berbalik Sybill berpapasan dengan Deon. Gadis imut itu tersenyum, menundukan kepalanya sopan.
Deon balas tersenyum, kemudian mengernyitkan dahi heran. Kok dia belum pernah liat ya?
Cowok jangkung itu berjalan santai menghampiri Fayya yang sibuk meraba-raba kolong mejanya.
"Nyari apa lu?"
"Ini polio gue" Fayya menjawab sambil membungkukkan badannya dan melongokan kepala ke kolong meja.
"Nah dapet, ayo kemon kita berangkat" Fayya berdiri sambil menggantungkan tas dipundaknya.
"Tadi siapa Fayy?"
"Itu Sybill, tetangga kamar gue"
"Kok mukanya ga familiar ya?"
"Dia anak kelas 10, ga ikut ekskul apa-apa"
Di sekolah ini ekstrakulikuler memang tidak menjadi kegiatan wajib untuk siswanya. Meskipun begitu masih banyak siswa yang antusias mengikuti ekstrakulikuler, tapi tak sedikit juga yang tak berminat, salah satunya Sybill.
Deon menganggukan kepalanya, "Yaudah yok"
Fayya dan Deon berjalan bersisian keluar kelas. Suasana cukup ramai, masih banyak siswa yang berseliweran di koridor.
Yang berjalan melewati Fayya dan Deon tak sungkan untuk menyapa mereka berdua. Fayya dan Deon bisa dibilang cukup eksis di sekolah.
Fayya terkenal tegas karena pernah beberapa kali menjuarai lomba debat bersama teman satu timnya. Matanya yang sayu namun tajam saat menatap memberi kesan angkuh pada gadis itu. Meskipun begitu, semua orang tau Fayya adalah sosok yang ramah dan terbuka.
Fayya tak pernah pilih-pilih untuk berteman. Karenanya Fayya tak punya circle pertemanan yang tetap seperti anak SMA kebanyakan.
Sedangkan Deon, selain memiliki wajah yang tampan namun tengil, cowok itu memiliki sikap yang tak jauh berbeda dengan Fayya, mudah berbaur.
Deon adalah salah satu anggota dari club jurnalistik, diclub itu Deon dipercaya untuk menjadi koordinator divisi fotografi.
Tak jarang bila ada event di sekolah, Deon akan mondar-mandir disekitar acara sambil menenteng-nenteng kamera.
"Yon, nanti mampir beli es tebu dulu ya" Fayya merendahkan suara diujung kalimat. Gadis itu juga menghentikan langkahnya.
Merasa ada yamg aneh, Deon yang sedang fokus pada ponsel mendongakkan kepalanya. Namun secepat kilat Fayya memutar tubuh cowok itu jadi menghadap ke arahnya.
"Apasih Fayy?" Deon dibuat heran dengan tingkah Fayya.
"Eung anu itu Yon, puter balik aja yuu puter balik" Fayya sudah menarik lengan Deon namun ditepis pemuda itu.
"Nanggung Fayy, ish lu mah"
"Tapi gue mau pip—is"
Gagal, Deon sudah membalikan badannya kearah parkiran. Disana dia melihat Sania— mantan pacarnya sedang berduaan dengan lelaki yang entah siapa namanya Fayya pun tak tahu.
Yang jelas Sania terlihat akrab sekali dengan lelaki berwajah tampan itu, bahkan si lelaki sempat mengusap kepala Sania lembut. Diperlakukan seperti itu Sania menunduk malu-malu.
Seketika hati Deon mencelos, mudah sekali Sania melupakannya. Sementara dia mati-matian menahan sakit yang menggerogoti dadanya karena kenangan tentang kebersamaannya dengan Sania selalu datang menghantui.
"Yon?"
Deon masih tertegun. Fayya memalingkan wajahnya, sesak. Deon belum melupakan Sania. Fayya terkekeh sumbang, jelas saja Deon belum melupakan Sania. Mereka baru putus kemarin.
Tapi lihat Sania, bahkan dia sudah punya gandengan baru. Seolah hubungannya dengan Deon tak begitu berarti.
Tak bisa terus-terusan begini, Fayya harus melakukan sesuatu.
KAMU SEDANG MEMBACA
hold me
RandomKata orang, mustahil perempuan bisa bersahabat dengan laki-laki tanpa melibatkan perasaan. Dan Fayya membenarkan hal itu.