Hola!
Kangen juga nulis cerita ini hehe,
Selamat membaca teman-teman!!
▫️▫️▫️
Sudah setahun sejak kepergian Alfian dari dunia dan kehidupan. Dan Ran masih tetap tidak bisa melupakannya. Eksistensi Alfian masih memenuhi kepalanya. Sudah sekitar 8 bulan pula Eat&Talk dipegang oleh wanita itu.
Irwan memutuskan memberi usahanya itu kepada Ran, bukan karena Ran adalah sosok yang dicintai anaknya. Melainkan karena Ran adalah koki yang paling dapat dipercaya. Lagipula, Irwan sudah tua. Dia ingin beristirahat di masa tuanya.
"Ran, ayo sarapan." Suara Rere menyapa Ran yang saat ini sedang menata kemeja merah mudanya. "Oke, sebentar lagi aku siap" Ujarnya sambil mengambil tas dan mulai mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan menuju rumah makan itu.
Kakinya melangkah keluar kamar. Rumah yang mereka tempati saat ini, terbilang besar. Rumah Rere.
Sudah sekitar setahun pula Van dan Rere menikah. Dan fyi, Rere sudah melahirkan seorang bayi berusia 7 bulan. Ya, they married by accident.
Awalnya, keluarga Rere terkejut dan marah kepada mereka berdua. Namun melihat Van yang mau bertanggung jawab dan rasa cinta yang keduanya miliki, keluarga Rere menyetujui pernikahan mereka.
Begitu pula dengan Ran dan Jun. Awalnya mereka sangat marah kepada abang mereka. Selain karena mereka merasa Van tidak menghormati Rere, mereka juga marah karena perbuatan Van menjelekkan nama baik mereka. Ya, walau sebenarnya nama baik keluarga mereka sudah tercemar karena perilaku kedua orang tua mereka.
Namun, hari berganti hari, mereka berdua menyadari bahwa kecelakaan itu terjadi karena rasa cinta yang dialami mereka berdua sangat besar. Sangat besar sehingga keduanya dimabuk asmara, dan terjadilah kecelakaan. Melihat Van yang memperjuangkan hubungan mereka kepada keluarga Rere juga berhasil meyakinkan Ran dan Jun akan kesungguhan hati Van.
"Ayo, makan dulu sebelum berangkat kerja." Sahut ibu Rere saat menatap Ran yang berdiri di anak tangga terakhir menuju ruang makan. Senyum tipis menghiasi wajahnya. Kaki mulus Ran melangkah menuju meja makan dan duduk tepat di sebelah Jun.
Sejujurnya dia bersyukur bertemu Rere dan menjadi sahabatnya. Ditambah lagi, bertemu dengan keluarga yang ramah ini. Ya, walaupun terkadang sedikit mengerikan jika sedang terjadi perdebatan.
Sarapan berlangsung dengan hangat. Mereka bercanda di meja makan dan saling berbagi keceriaan di pagi hari. Suatu hal yang baru ketiga bersaudara itu rasakan.
Andaikan keluarga kami seharmonis ini..
▫️▫️▫️
Meski mereka bertiga sudah tinggal di rumah Rere, bukan berarti mereka dapat melakukan hal-hal tidak penting sesuka hati.
Seperti Jun yang saat ini berjalan menuju halte bus. Katakanlah dia memang anak tidak tahu diri. Padahal dirinya hanyalah keluarga dari pihak menantu di keluarga Rere, namun dia pernah berlaku melonjak kepada orang tua Rere.
"Om, kan Kak Rere udah nikah sama Bang van.. gimana kalau om hadiahi mobil?"
Dan alhasil, Jun mendapat jitakan di kepalanya dari tangan Ran yang terbilang kuat. Ran kemudian mengatakan ucapan dari bibir adik terkecilnya itu hanya candaan.
Jun menghela nafas. "Ah elah, kapan aku bisa naik mobil pribadi sih? Masa iya harus naik bus terus." Sungutnya sambil sedikit mengerutkan dahi.
Dia mendudukkan dirinya begitu dia sampai di halte, berharap bus menuju kampusnya segera tiba.
"Hahh, Kak Ran dan Bang Van pelit banget. Masa beliin motor juga gak mau? Mana alasannya gak masuk akal" Lagi dan lagi dia mengeluh.
"Nanti kamu bukannya kuliah yang bener. Malah godain anak gadis dan jadii playboy"
Begitu alasan Van dan Ran setiap adik mereka meminta dibelikan motor.
Jun sibuk dengan keluhan dan dunianya sendiri hingga tidak sadar seorang gadis berambut panjang hitam berlari kecil ke arah halte. Terlihat buru-buru. Dengan kemeja abu-abu berlengan panjang dan rok hitam selutut, gadis itu bersusah payah melakukan pergerakan. Berharap angin kencang tidak datang dengan tiba-tiba.
Sesampainya di halte, gadis itu langsung mengeluarkan tissue dan mengelap keringatnya. Dia mengibaskan telapak tangannya berharap dia tidak merasakan gerah lagi.
Dan Jun akhirnya melihat punggung basah gadis itu. Dia merengutkan dahinya bingung. Apa ada orang yang berkeringat di pagi hari?
Meski penasaran, Jun lebih memilih diam dan tidak berkomunikasi dengan gadis yang terlihat.. barbar?
"Halo!" Jun kaget ketika mendengar suara gadis itu menerima sebuah panggilan.
Nada tingginya menyentak kesadaran Jun. Sepertinya gadis itu sedang marah, atau cara bicaranya memang seperti itu.
"Iya, gue otw nih. Tunggu gue di gerbang deh," Ujarnya sambil mencari earphone dan menghubungkannya pada ponselnya. Setelahnya dia berbincang dengan orang di seberang panggilan sambil menguncir rambutnya.
"Astaga, lo gak perlu takut sama itu kating-kating. Mereka gak bakalan makan lo kok. Udah, yang penting lo tunggu gue." Ucapnya lagi.
Maba? Batin Jun. Lalu setelahnya, dia mendapati logo kampusnya di sebuah buku panduan yang baru saja dikeluarkan gadis itu.
Seringai jahil muncul di wajah Jun. Mengingat ucapan gadis itu kepada temannya mengenai kakak tingkat yang menjadi panitia penerimaan mahasiswa baru.
Yang tak lain adalah, Jun. Dia adalah salah satu anggota panitia. Dan dia memiliki sebuah rencana jahil yang dia yakin berhasil membuat gadis ini tidak menganggap remeh katingnya.
Perasaan kesal yang ada dalam benak Jun kepada kedua saudaranya tadi mendadak hilang ketika mendapat korban untuk keusilannya.
▫️▫️▫️
Suasana Eat&Talk terasa hangat. Banyak pelanggan memesan makanan dan makan di tempat. Layaknya namanya, rumah makan ini selalu dilengkapi canda tawa dan perbincangan hangat sambil menikmati makanan enak yang ramah di lidah.
Ran menatap para pelanggannya yang menikmati suasana seperti ini di pagi hari. Dia tersenyum. Beberapa kali dia melihat keluarga kecil singgah disini hanya untuk menikmati sarapan dan pergi untuk mengantar anaknya berangkat sekolah.
Terkadang Ran merasa iri akan mereka yang memiliki keluarga utuh dan harmonis. Rasanya Ran ingin berlari menuju abang dan adiknya dan mengajak keduanya untuk kembali ke rumah orang tua mereka. Karena Ran sama sekali belum mengetahui bagaimana sosok ayah dan ibu dalam keluarga.
Dia sangat berterimakasih kepada ayah dan ibu Rere, karena telah memperkenalkan sosok orang tua yang tidak pernah mereka bertiga rasakan. Karena pada akhirnya Ran mengetahui apa peran orang tua dalam keluarga.
Ran memutuskan untuk kembali ke ruang kantornya. Namun,
Tring~
Lonceng kecil yang digantung di pintu berbunyi. Menandakan kedatang pelanggan. Ran menghentikan langkahnya dan menatap ke arah pintu masuk.
Seorang pria yang kira-kira berusia 30 tahun. Wajahnya terasa familiar. Namun, kapan Ran bertemu dengan pria tersebut?
Ran berusaha mengingat kapan dia bertemu dengannya. "Ah!" Namun kepala Ran berdenyut begitu kencang ketika memaksakan diri mengingat orang tersebut.
Ran tidak ingat siapa dia, namun wajahnya terasa familiar. Dan, perasaan tidak enak menjalar di seluruh tubuh Ran.
Yang pasti, Ran merasa takut.
▫️▫️▫️
Hmm..
Kira-kira siapa ya laki-laki itu?
Kenapa Ran merasa takut ya?
Baca terus "Saya Terima" yaa,
Salam manis,
Sabtu, 25 Juli 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Saya Terima
General Fiction"Kamu mau gak jadi istri saya?" "Hah? Gimana? Gimana?"