1. Rainy Night

22 4 2
                                    

Mengenalmu adalah hal terindah setelah melihat bulan bersinar di langit
- Ayra

- 3 Juli

Ayra menduduki sebuah kursi penumpang di dekat jendela. Matanya menerawang pemandangan di luar jendela kereta yang ramai oleh calon penumpang. Pagi ini, ia harus berangkat ke Jawa Barat. Ia akan menuntut ilmu di sana, sesuai dengan permintaan orang tuanya yang memang orang asli di salah satu kota di sana.

"Permisi ..."

Ayra menoleh dan menemukan seorang anak laki-laki seusianya berdiri di samping kursi. "Uhm ... boleh gue duduk di sini?" tanyanya. Ayra menatap wajah anak laki-laki itu sebelum akhirnya mengangguk dan kembali memandang ke luar jendela kereta.

Kereta mulai berjalan seiring pengumuman dari stasiun. Ayra masih syahdu menatap pemandangan di luar, hingga tak sadar kalau anak laki-laki yang duduk di sebelahnya itu menepuk bahunya. Hingga perlahan, suara musik mengalun menghiasi pendengarannya.

Aku t'lah tahu kita memang tak mungkin
Tapi mengapa kita selalu bertemu
Aku t'lah tahu hati ini harus menghindar
Namun kenyataan ku tak bisa
Maafkan aku terlanjur mencinta*

Ayra tersadar dari lamunannya dan menyadari jika sesuatu menempel di telinganya. Sepasang headset yang menempel di telinga kanannya. Dan satu lagi menempel di telinga kiri lelaki sebelahnya yang memakai jaket bomber warna hijau army. Lelaki itu tertidur pulas dengan dengkuran halus yang keluar dari mulutnya. Ayra tersenyum, lalu kembali menatap indahnya hamparan pemandangan di luar hingga ia tertidur pulas.

Aku menemukan sesuatu di kereta,

***

Klakson kereta nyaris membangunkan Ayra dan lelaki di sebelahnya yang tertidur pulas. Ayra mengusap wajahnya dan segera bersiap untuk turun dari kereta.

"Lo mau sekolah di Bandung juga?" tanya lelaki di sampingnya. Ayra tersenyum mengangguk.

"Kamu juga?"

"Ho-oh," jawab lelaki itu singkat. "By the way, makasih ya. Udah jadi satu-satunya cewek yang nyandar di bahu gue. Nyaman juga." ledek lelaki itu sambil melangkah pergi meninggalkan Ayra yang shock dengan pernyataannya baru saja. Ayra menepuk-nepuk pipi tembamnya yang memerah. Ampun, deh.

Ayra menoleh ke kanan-kirinya sebelum turun dari kereta. Memastikan situasinya aman. Setelah itu ia melompat ke luar dan berlari ke toilet. Wajahnya butuh penyegaran. Setelah merasa segar seusai membasuh wajah, ia mengusap wajahnya dengan handuk kecil sambil membalas beberapa chat dari keluarganya. Mama, Papa, Kakak, dan saudara-saudaranya masih merasa khawatir. Bagaimana tidak khawatir? Gadis alumni SMP Tunas Raya itu harus hidup di kota orang sendiri tanpa satupun saudaranya di sini. Di kota ini, Bandung.

"Enak ya, sekolah di Bandung. Kalo mau refreshing, tinggal jalan-jalan ke luar rumah aja, udah kayak liburan."

Ayra tertawa. "Woy lah, hidup sendiri di kota orang mana enak, boi." ucap Ayra. "Gue sih, sempet bimbang, ya. Gue pengen sekolah di sana aja, tapi bokap-nyokap pengennya gue sekolah di luar kota. Tapi nggak apa-apa, lah. Itung-itung belajar buat mandiri."

"Yahaha ... sip, akak."

"Ya udah lah, Em. Gue mau cari makan dulu, ya. Laper njir, dari tadi di kereta tidur terus."

"Makan yang banyak, cuy. Jangan terlalu kurus. Nggak baik, yahaha ..."

Tut! Ayra mematikan teleponnya. Jujur berbicara dengan Emil hanya membuang-buang waktu, namun Ayra lebih suka menceritakan semua kepada Emil daripada harus menceritakannya kepada teman perempuan atau saudara-saudaranya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 21, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

House No. 12Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang