Saat Terakhir

22 3 2
                                    

Saat itu kami sedang makan siang di sebuah restoran, bercanda dan tertawa kegirangan. Namun tiba-tiba Rena mengatakan hal yang tak disangka.

"Sepertinya kita enggak bisa kumpul bareng kayak gini lagi deh," ucap Rena menatap kami dengan lesuh.

Suasana menjadi hening seketika. Sebelumnya kami tertawa kegirangan karena banyolan Yoga.

"Lho, memangnya kenapa, Ren?" tanyaku penasaran.
"Aku berniat resign dari kantor," ucapnya pelan sambil tersenyum.
"Resign?" kami bertiga kompak bertanya.

Rena hanya mengangguk dan tidak memberikan alasan sebenarnya pada kami. Melihat itu, aku hanya bisa menggenggam tangannya dan tersenyum untuk menyemangatinya.

"Ren, tapi kita masih bisa bertemu kan?" ujar Ghea sambil menahan kesedihan dimukanya.

"Mungkin begitu, jika Tuhan masih mengizinkan, kita pasti akan bertemu lagi. Aku masih tinggal di Jakarta kok, enggak kemana-mana," ucap Rena tersenyum.

"Kita juga masih bisa bertegur sapa di grup chat juga kan, bagaimana kalau setiap ada yang berulang tahun kita hangout sambil makan-makan?" tiba-tiba Yoga berkata dengan semangat.

"Setuju!" Kami kompak menjawab.

*****

Tetapi keadaan berkata lain, karena kesibukan yang kami jalani menjadikan lupa akan janji yang telah kami ucapkan. Tiba-tiba Rena mengirimkan sebuah pesan di grup chat.

"Bagaimana kabar kalian semua?"
"Aku kok merasa ingin bertemu kalian, ya. Bagaimana kalau besok malam kita pergi hangout?"

Namun keinginan Rena untuk berkumpul selalu pupus. Kami bertiga selalu sibuk dan mengesampingkan ajakan Rena.

Entah apa yang menutup mata dan membungkam hati kami untuk sejenak mengesampingkan arti pertemanan dan silaturahmi dengan sahabat.

Karena merasa bersalah aku mengajak mereka untuk bertemu di sebuah kafe sambil hangout bersama. Namun, ternyata undanganku ditolak oleh Rena.

"Maaf, aku tidak ikut kumpul bareng kalian. Aku saat ini enggak bisa kemana-mana. Aku lagi sakit dan sedang dirawat dirumah sakit sejak bulan lalu."

Itu adalah pesan terakhir yang kami dapat dari Rena. Membaca pesan itu, kami bertiga berencana untuk menjenguknya ke rumah sakit.

*****

Namun Tuhan berkehendak lain, siang itu kami bertiga dipertemukan oleh-Nya di sebuah tempat dimana kami tak bisa lagi menatap wajah Rena.

Siapa sangka ternyata Tuhan sangat sayang padanya dan segera ingin mengambilnya dari dunia.

Kini kami hanya bisa menatap gundukan tanah di hadapannya. Perasaan kami dipenuhi dengan rasa sesal akibat tidak bisa mengabulkan keinginan Rena untuk bertemu.

Ini adalah sebuah pelajaran bagi kami dimana kita harus selalu menghargai kesempatan yang diberikan oleh Yang Kuasa sebelum waktu kita habis.

Ringan, melayang
Terbujur kaku raga itu
Mori putih panjang menyelimutinya
Ditemukannya telapak kanan dan kiri di dada.

Doa terus menggema
Isak tangis mengiringi kepergiannya
Mengantarkan megatnya roh ke tempat Yang Kuasa

Selamat jalan Rena

CERPENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang