SEMESTA •• 33

39 10 2
                                    

Sepulang sekolah Aulitta terpaksa harus menyapu kelas, bukan tanpa sebab melainkan karena hukuman yang diberikan oleh Bu Yuni. Dengan malas ia menuruti perintah guru BK tersebut. Ternyata keputusan nya membolos di rooftop tempo hari berujung mala petaka.

"Udah ya bu, saya boleh pulang?"

"Baik, hukuman kamu sudah selesai. Tapi ingat! Jangan di ulangi lagi!" Aulitta hanya mengangguk pasrah, padahal batin nya sudah mendumal tidak karuan. Ia tidak habis pikir dengan orang yang berani melaporkan tindakan membolos nya.

Beberapa murid masih terlihat di lapangan utama. Mungkin sedang ekstra kurikuler atau kerja kelompok, sungguh Aulitta tidak perduli tentang itu. Ia hanya memikirkan cara menyelesaikan masalah yang melanda. Hingga cekalan seseorang membuat gadis itu terlonjak kaget.

Mata Aulitta terbelalak melihat alis Devano yang naik turun. Apa Devano tidak bosan mengganggu hidupnya? Kenapa dunia terasa sempit begini jika berhubungan dengan Devano.

"APA LAGI?" Tanya Aulitta menepis cekalan Devano. Enak saja main pegang-pegang. Kalau bukan karena menjaga image, pasti ia sudah memaki laki-laki itu.

Seutas senyum terukir di bibir Devano, "Jangan pura-pura lupa, Litta." Sontak Aulitta menautkan alis berusaha mencerna ucapan laki-laki itu. Pura-pura lupa apa? Judul lagu?

Aulitta menepuk pelan dahi nya ketika mengingat ulah Devano tadi siang. Ceroboh. Kalau tahu seperti ini harusnya ia kabur menjauh dari pandangan Devano. Bukan malah terjebak di situasi rumit ini.

"E-emang ngomong disini gak bisa?"

Gelengan Devano berhasil memupuskan harapan Aulitta. Ia hanya pasrah seolah terhipnotis dengan paras laki-laki di hadapan nya. Aulitta heran kenapa ia sangat sulit menolak ajakan Devano. Apa dirinya di pelet? Ah yang benar saja, hari gini tidak mungkin ada hal semacam itu.

"Ayo cepet naik!"

"Aelah sabar! Udah tau gue pake rok." dasar manusia aneh mana bisa ngerti! - lanjutnya di dalam hati.

Jalanan tidak terlalu ramai karena Devano sengaja memilih jalan yang lengang. Kali ini Aulitta tidak perlu protes dengan kecepatan rendah motor laki-laki itu. Tumben sekali Devano tidak mengendarai motor seperti orang kesetanan.

"Dev mau kemana?" Ucap Aulitta sedikit berteriak di balik punggung Devano. Suara gadis itu terdengar sayup-sayup terkikis angin.

"Kita makan. Gue laper."

Dahi Aulitta mengernyit, dia yang lapar kenapa Aulitta yang harus repot. Kan bisa makan di rumah atau Devano saja yang pergi sendiri.

Motor Devano berhenti di depan sebuah restaurant siap saji. Lalu mereka berjalan mencari tempat yang nyaman. Tidak-tidak. Yang memilih tempat hanya Devano.

"Litta, mau pesen apa?"

"Ngikut aja."

Setelah memesan makanan, tidak ada yang membuka obrolan. Mereka diam tenggelam dalam pikiran masing-masing. Ya tuhan Aulitta jengah dengan situasi ini. Setiap bersama Devano selalu seperti sekarang. Bungkam.

"Mau ngomong apa?"

Pertanyaan itu lolos begitu saja, mungkin karena Aulitta sudah tidak betah dengan keheningan disana. Devano menghela napas pelan kemudian berdehem.

"Jadi gue mau minta tolong. Lo mau kan ngajarin gue buat jadi siswa baik?"

"Siswa baik?" Dua kata itu sulit dicerna lantaran terdapat banyak makna di dalam nya.

Devano mengangguk, "Ya gue mau jadi kayak lo. Murid patuh yang gak pernah masuk BK."

Murid patuh? Aulitta tertawa mendengar ucapan Devano. Bagaimana mungkin orang lain mengira Aulitta murid patuh? Bahkan hari ini ia harus di hukum karena membolos. Itu yang nama nya murid patuh?

SEMESTA •• (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang