4. Please

3 1 0
                                    

"Orang gila,sejak kapan kau disini?" Titahku keheranan.

"Sejak tadi."

"Jangan bercanda.."

"Tidurlah... aku ada dibawah oke?"

"Jimin-ahh"

"Apa? Kau tidak percaya? Aku akan menaikkan volume tv sampai full jika kau mau."

"Aishh,bukan itu.."

"Lalu ?"

"Apa kamu juga akan kuliah besok? Aku kuliah pagi."

"Tentu saja. Kenapa?"

"Kupikir itu tidak perlu,aku bisa naik bus. Aku takut akan semakin merepotkanmu. Bahkan kamu sebenarnya tidak perlu pergi kuliah."

"Lalu apa yang akan aku lakukan jika tidak kuliah dan mengantarmu? Aku tidak punya kesibukan Yerin-ah, tenang saja."

"Tapi kan tetap saja" Aku yang lantas sedikit menunduk sambil memainkan ujung selimut tiba-tiba memikirkan sesuatu. Padahal belum lama ini Jimin sedikit membuatku kesal.

Tapi,melihatnya begitu tulus menjagaku semakin membuatku berpikir aku sudah banyak merepotkannya.

Jimin tiba-tiba sudah disini. Tapi raut wajah kelelahannya tidak bisa lagi ia tutupi. Aku menyadarinya semenjak kala itu.

"Tidak apa-apa kudanil jelek.." ucap Jimin yang entah dari kapan sudah berdiri disampingku, mengusap pucuk kepalaku sembari menyunggingkan senyum khasnya.

"Jangan cemberut nanti jadi semakin mirip kudanil kau tau? Tidurlah..... kau bisa kesiangan lagi." Kekeh Jimin melanjutkan ucapannya.

"Heisshh.." gerutuku sambil memukulkan bantal ke perut tegas miliknya.

Anggap saja itu sebuah protes karena candaannya itu tidak lucu sama sekali.
Tapi tetap saja,aku selalu ikut menyunggingkan senyum. Setidaknya aku lega,Jimin benar-benar tulus melakukannya.

Dia tidak berubah sama sekali semenjak pertama kali orang tuaku menaruh kepercayaan kepadanya.

"Sudah ya, aku akan turun kebawah"

Aku menganggukkan kepala menyetujui. Kurasa kantuk ku juga sudah mulai berlabuh.

Tapi tidak sampai dimana atensiku kembali menajam ketika melihat Jimin yang hendak melangkah keluar dari kamarku,lantas ada sesuatu yang sedikit membuat Jimin salah tingkah.

Jimin tidak sengaja menjatuhkan bungkus rokoknya dari saku jaketnya.

Sangat ceroboh,

Meskipun dia ingat betul aku sudah mengizinkannya dulu. Tapi tetap saja akan mencuri atensi yang dipenuhi kecanggungan ini, jika sudah berkaitan dengan rokok atau hal-hal liar lainnya.

"Jimin... kamu masih?"

Jimin dengan sigap mengambil bungkus itu dan segera melanjutkan langkahnya keluar seraya menyunggingkan kekehnya.
Aku tau itu sangat canggung baginya.

"Ah ini... ini tidak sering kok"

Ucap Jimin sedikit terbata sambil menggaruk ceruk lehernya yang tidak gatal itu.
Sebelum akhirnya mematikan lampu lalu menghilang dari balik pintu kamarku.

Aku sejenak menatap pintu yang sudah tertutup rapat itu seraya memikirkan dan memutar kembali, memori ketika dulu Jimin pernah mengatakan sesuatu.

Membuatku begitu menyesal membiarkan benda itu menjadi kesukaannya sekarang.

"Yerin-ahhh....Aku janji tidak akan memperlihatkannya didepanmu. Aku tidak akan membiarkan asap perusak ini ikut masuk kedalam paru-paru dan merusak organ tubuhmu. Tolong jangan larang aku,setidaknya selama aku masih bisa menjaga jarak lalu kamu tidak perlu melihatku. Pegang janjiku. Jika aku mengingkarinya,kau boleh melarangku untuk tidak merokok lagi dan aku akan menurutimu saat itu juga."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PARDON'STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang