1 : Instagram

27 3 0
                                    

Naa_raa

❤ disukai oleh Nana_ya, dan 13

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

disukai oleh Nana_ya, dan 13.543 orang lainnya

Naa_raa gomawoyo uri @Nana_ya suka banget ngga ngerti lagi😍😍

Lihat semua 5.234 komentar lainnya
Nana_ya 🥰🥰

H_Renjun jasa free @This_Chenle

LeeJeno Beuhh baek bener dah ni anak

Haechanae Suka nih gue kalo ada yang frontal gini

Na_Jaem Astaga

J_isung_ Terbaik emang hyung satu ini

Gue menutup aplikasi instagram ketika melihat komentar-komentar dari para pengikut akun gue. Meskipun ngga sepenuhnya gue kenal mereka. Tapi terkadang komentar konyol mereka cukup menjadi mood boster buat gue.

Gue mengunci layar ponsel gue ketika Nana -- sahabat gue -- dateng dari arah stand makanan. Berjalan ke arah meja yang gue tempati sembari membawa dua gelas minuman berwarna orang yang gue tebak adalah es jeruk pesanan kami.

"Makasih Nana~" Gue menatap es jeruk yang dibawa Nana dengan pandangan bahagia.

Hari ini cuaca cukup panas makanya ketika gue ngeliat es jeruk bawaan nya bahagia aja gitu. Ngga tau kenapa. Nana sendiri hanya menganggukkan kepala nya singkat. Memilih untuk duduk di hadapan gue tanpa membalas ucapan gue barusan.

Kami terdiam untuk sesaat. Gue asik dengan dunia gue dan es jeruk yang hari ini kerasa lebih seger dari biasanya. Sementara Nana, dia sibuk sama ponsel nya. Entah ngapain gue ngga tau dan ngga mau tau.

"Eh Ra,"

Gue mengalihkan pandangan gue ketika Nana memanggil nama gue dengan sedikit ngegas. "Apa?"

"Foto lo di komen lagi ya sama mereka?"

Gue mengernyitkan dahi gue dalam, tak mengerti dengan apa yang dimaksud sahabat gue ini. "Mereka sapa?"

“Itu loh, Dream Squad,”

“Haah? Siapa to?” Tanya gue dengan tak minat. Bahkan sedotan berwarna putih ini aja belum gue lepas sama sekali dari bibir gue karena sangking ngga minat nya. Cuma gue gigit pas gue mengajukan pertanyaan ke Nana.

“Astaga, itu loh geng nya Chenle. Anak pemilik sekolah ini. Masa lo ngga tau sih?”

Gue menghentikan kegiatan gue sejenak. Melepas sedotan putih yang sudah berbentuk gepeng karena terus menerus gue gigit sedari tadi. Berpikir tentang siapa yang tengah di bicarakan Nana ini. Tapi nihil. Di memori gue, ngga ada  sedikit pun memori tentang anak pemilik sekolah, Dream Squad, dan Chenle Chenle itu. Sama sekali ngga ada. Maka dengan santai nya gue menjawab, “Ngga,” lalu kembali meminum es jeruk pesanan gue yang sudah hampir habis karena gue minum tanpa henti sejak tadi.

Nana terlihat memutar bola matanya malas. Kesal dengan kecuekkan gue yang sudah terlalu mendarah daging. “Lo sekolah disini dah berapa lama sih Ra? Heran gue, bisa-bisa nya sampe ngga kenal Dream Squad,”

Gue mengangkat kedua bahu gie acuh, “Au Na, lupa. Tapi FYI aja ya, gue anak baru jadi mon maap gue ngga kenal orang yang lo maksud itu.” Balas gue santai yang dijawab dengan decihan dari Nana. Gue menghela nafas kasar ketika melihat es jeruk gue udah abis sedangkan milik Nana masih penuh.

Gue menatap es jeruk milik Nana dengan tatapan penuh minat. Mengedipkan kedua mata gue dengan sedikit lebih cepat. Memberi kode pada gadis itu agar mau memberikan es jeruk milik nya pada gue.

Nana yang merasa di tatap segera menarik es jeruk milik nya. Menjauhkannya dari pandangan gue. Membuat gue mencebikkan bibir gue kesal, “Ini punya gue ya Ra,”

“Ishh... Gue aus Na. Mau ya berbagi. Berbagi itu indah lho,” gue kembali menatap Nana dengan wajah-wajah penuh harap. Mencoba membujuk Nana yang terlihat muak dengan tingkah menjijikkan yang gue lakukan.

“Beli lagi sono, gue lagi ngga mau berbaik hati. Jadi maap aja,”

“Disana rame Na. Gue ngga suka – “

“Terlalu banyak skinship?”

Nana memotong kalimat gue. Melanjutkan dengan kalimat yang selalu gue ucapkan ketika gue melihat keramaian. Gue hanya menganggukkan kepala gue singkat. Lalu menggeser gelas bekas gue tadi sedikit lebih jauh dari pandangan gue.

“Tapi Ra, sumpah lo ngga kenal sama Chenle?” Nana kembali membuka suara ketika gue baru saja menghidupkan layar ponsel gue. Membuat gue kembali mengalihkan tatapan gue ke arah nya.

“Ngga. Dia emang siapa sampe gue harus kenal sama dia, presiden? Artis? Apa menteri?”

Nana memutar kedua bola matanya malas. “Lo mau tau?” tanya Nana, tak menjawab pertanyaan gue barusan.

Gue hanya menggeleng pelan, “Ngga, makasih ngga usah repot-repot,” ujar gue kembali memainkan permainan di ponsel gue.

Namun, ketika gue tengah asik bermain game. Tiba-tiba seseorang mengambil ponsel gue. Menarik nya dengan cepat hingga terlepas begitu saja dari genggaman tangan gue.

Ngga usah ditanya siapa pelaku nya. Karena tanpa perlu ngeliat lagi pun, gue udah tau siapa orang nya.

Nana. Yap, sudah pasti dia. Lihat. Bahkan dia dengan tanpa dosanya nya tersenyum lebar sekarang. Membalas tatapan datar yang gue layangkan saat ini.

“Balikin Na,” ujar gue dengan nada malas yang hanya dijawab dengan gelengan meledek dari gadis yang usia nya lebih muda beberapa bulan dari gue itu.

“Liat dulu ke sana. Baru gue balikin hape lo,”

“Kemana?”

“Arah jam 12 dari posisi gue,”

Gue segera mengalihkan pandangan gue ke arah yang Nana maksud. Mencoba mengakhiri permintaan konyol dari gadis itu.

Dengan enggan gue menatap ke arah rombongan laki-laki yang gue tebak sekitar 6 orang. Mungkin. Duduk di pojok kantin. Tidak ada yang aneh menurut gue.

Mereka semua terlihat sama seperti gerombolan anak laki-laki biasanya. Tidak ada yang berbeda. Hanya saja mungkin aura yang mereka keluarkan sedikit berbeda. Menurut gue. Pasalnya banyak perempuan-perempuan di kantin ini yang menatap mereka dengan tatapan memuja. Entah ke siapa, gue ngga tau. Tapi menurut gue ke arah laki-laki berkulit putih bersih dengan wajah ala orang china itu.

Bukan tanpa sebab gue ngomong gitu, karena ketika cowo china itu ketawa. Cewe-cewe yang ngeliatin mereka juga ikut ketawa. Kaya happy virus gitu.

Karena terlalu lama memperhatikan, tanpa sadar gue ikut terbawa dengan raut wajah cowo itu. Menatap semua pergerakan yang ia lakukan. Menatap nya dengan tatapan penasaran sekaligus tersihir dengan wajah itu.

Hingga seseorang yang sedari tadi gue tatap mengalihkan pandangan nya ke arah gue. Tepat setelah salah satu teman nya yang berambut merah burgandy itu menyenggol pelan bahu cowo china itu membuat nya menatap ke arah gue.

Dia menatap gue. Tepat di kedua mata gue. Menatap dengan lekat. Kami saling beradu pandang mengikis jarak kami yang sebenarnya lumayan jauh. Mengikis hingga membuat seluruh isi kantin terasa kosong. Ya hanya kami disana. Tak ada siapapun lagi selain kami.

“Namanya Zhong Chenle, putra tunggal keluarga Zhong yang nantinya akan mewarisi seluruh kekayaan orang tuanya. Termasuk sekolah ini. Dia adalah cowo yang gue maksud selama ini Ra,” suara Nana terdengar sayup-sayup ditelinga gue. Terasa jauh lalu tak lama menghilang. Tak terdengar apa-apa lagi karena gue masih terpaku dengan tatapan laki-laki itu.

Jangan ditanya gimana tatapan cowo itu, tapi yang pasti tatapan itu begitu candu bagi gue. Membuat kepala gue terasa sedikit pusing karena semakin lama tatapan itu semakin memerangkap gue dalam jebakan yang gue sendiri ngga tau itu apa.

Hingga pada akhirnya ucapan Nana kembali terdengar di telinga gue. Meskipun masih samar-samar terdengar, tapi gue yakin Nana ngomong sesuatu yang cukup mengganggu pikiran gue.

“... dan dia adalah salah satu penyebab laki-laki di sekolah ini ngga ada yang berani deketin lo.”

TBC

@Theodra_ara

The Simple Things ♡ Chenle ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang