Terdapat seorang wanita yang terlihat kelelahan, ia membawa satu koper, satu ransel, dan tas di tangan. Untuk sampai ke rumah yang sebentar lagi akan ia tinggali, ia harus melewati jalan menanjak.
“Maaf Jayvan, bolehkah saya meminta bantuan untuk membawa barang bawaan saya?” perempuan itu pun memutuskan untuk menghubungi sang pemilik rumah, berharap ia akan membantu. Karena sungguh, meskipun ia suka berolahraga tapi tetap saja bawaannya ini sangat banyak.
“Oh, boleh. Di mana posisimu, Tyona?” Tyona, nama perempuan yang tengah kelelahan itu.
“Saya ada tepat di bawah tangga, di depan jalan.” jawab Tyona. Ia menepi sebentar ke ujung jalan agar tidak mengganggu jalan calon tetangganya. Terkadang ia merasa kesal kenapa warga di Chicago—tempat di mana ia lahir—tidak banyak yang ramah dan suka membantu orang asing. Jika diandaikan, hanya 6 dari 10 orang yang akan dengan sukarela membantu.
“Baiklah, saya segera ke sana.”
Kurang dari lima menit setelah telepon itu berakhir, Jayvan menghampiri seseorang yang ia duga adalah Tyona—dilihat dari koper dan tas yang ia bawa—calon teman serumahnya. “Apa kamu Tyona?” tanyanya saat sudah berada tepat di sebelah perempuan dengan rambut berwarna pink tersebut.
“Oh, Jayvan?”
Wajar saja mereka saling tidak mengenal, karena perjanjian untuk tinggal bersama dimulai setelah Tyona melihat foto-foto rumah Jayvan yang minimalis namun terlihat sangat nyaman tersebar di media sosial, harganya pun lumayan murah. Apalagi saat tahu bahwa Jayvan pernah tinggal di Indonesia, Tyona jadi semakin tertarik. Langsung saja Tyona menghubungi Jayvan sang pemilik rumah.
“Ah jadi benar, sinikan kopermu.” ucap Jayvan dengan senyumnya.
"Sial, aku tidak tahu kalau Jayvan setampan ini. Oh, lihatlah lesung pipi itu! I saw an angel!" batin Tyona menjerit.
“Ah, oke. Terima kasih.” balas Tyona saat telah menyerahkan kopernya.
Mereka pun berjalan beriringan menuju rumah Jayvan. Tidak ada percakapan di antara mereka. Tyona terlalu gugup, sedangkan Jayvan merasa canggung.
Saat telah sampai di rumah yang dimaksud, Jayvan segera memencetkan password rumahnya. “Password-nya 021497. Itu tanggal lahir saya, haha. Apa ingin diganti?” ucap Jayvan sembari kembali menutup pintu dan menyerahkan koper Tyona kepada pemiliknya lagi.
“Ah, tidak apa. Saya akan menghafalnya.” balas Tyona.
●●●
Kamar yang cukup luas dan memiliki satu single bed itu sudah sangat pas bagi Tyona. Ia tidak perlu merubah apa-apa lagi. Jayvan memiliki selera yang bagus, sedang Tyona sendiri tidak pernah memiliki selera khusus.
Setelah selesai meletakkan kopernya ke kamar yang akan ditempatinya, Tyona kembali ke luar untuk menemui Jayvan. Ia memang belum sempat membicarakan tentang peraturan rumah dan lain-lain.
“Tyona, kemarilah. Saya membuatkan cappuccino.” ucap Jayvan yang telah duduk di meja makan. Ia awalnya membuat kopi untuk dirinya sendiri, tapi mengingat sekarang ia tidak lagi tinggal sendiri di rumah ini, ia memutuskan membuatkan juga untuk Tyona. “Langsung diminum saja, sudah tidak panas.”
“Terima kasih.” ucap Tyona sebelum meminum kopi yang dibuatkan oleh lelaki berlesung pipi. “Jadi bagaimana?”
Paham akan apa yang dimaksud perempuan yang menurutnya memiliki garis wajah yang mendekati sempurna itu, Jayvan menyerahkan kertas berisi peraturan rumah.
Tyona membacanya dengan seksama. Tagihan listrik dan air akan mereka tanggung bersama, sedang biaya sewa rumah Tyona membayar sesuai kesepakatan awal, dan untuk kebersihan rumah mereka akan bertanggungjawab masing-masing.
“Saya suka sekali dengan peraturannya, sama sekali tidak keberatan.” Tyona berkata saat selesai membacanya, mengundang senyuman menawan Jayvan.
“Baguslah kalau begitu. Sebenarnya rumah ini adalah pemberian orang tua saya. Mereka tinggal di Indonesia, sedangkan saya harus melanjutkan S3 di sini.” ucap Jayvan membuka percakapan, ia berpikir mungkin Tyona sedikit bingung kenapa yang tertulis hanya dia yang akan membayar uang sewa.
“Ah, pantas saja. Jadi kamu masih kuliah? Boleh tahu berapa umurmu?”
“Saya lahur tahun 1997.”
“Ah, saya 1995.” balas Tyona dengan sedikit terkekeh. Ia kira Jayvan lebih tua darinya.
“Wah, benarkah? Apa boleh saya panggil kakak?” tanya Jayvan dengan semangat. Jujur, ia terkejut. Tyona terlihat jauh lebih muda dari umurnya, bahkan Jayvan sempat mengira kalau Tyona masih SMA.
“Panggil saja aku Tyona, Jayden. Agar lebih akrab. Lagipula ini bukan di Indonesia, 'kan?”
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
HOUSEMATE
Teen Fiction、、⸙ 。 Jayvan memiliki banyak perempuan yang mengincarnya, Tyona tahu. Jayvan tidak suka padanya, Tyona juga tahu itu. Jayvan hanya menganggapnya teman serumah, Tyona sangat tahu itu. Tapi Tyona tidak tahu bagaimana cara untuk menghilangkan perasaann...