** Camera, Rolling, and Action***
Take 11: That Someone
*************************************
Riley (POV)
Bloody Hell.
Apa yang makhluk ini lakukan di rumahku?
Josh tersenyum senang di depan kompor. Ia sedang menggoreng telur, tapi matanya terfokus padaku yang baru saja bangun. Nico sudah menyalak riang dan bermain-main di bawah kakiku. Aku memasang wajah bad mood.
“Ayolah, Sir. Kau tidak mungkin bad mood hanya karena aku menginap tadi malam di apartemenmu.” ujar Josh sambil membalik telur mata sapi di depannya. Aku ingin sekali melempar sesuatu padanya karena aku memang jadi bad mood karena dia.
Aku melengos dan berjalan gontai ke kamar. Seseorang—dan aku tahu jelas siapa—meneriakiku. “Hei! Kamarmu sudah kubereskan! Awas saja kalau kau berantakkan lagi, Riley!”
Persetan. Kutengok dia dan begitu Josh menatapku, kujulurkan lidah padanya. Dia memaki dan buru-buru mematikan kompor. Aku mempercepat langkahku dan begitu melihat kasur kesayanganku, aku langsung menjatuhkan diri di atasnya.
Begitulah rencananya. Tapi, bloody hell, sebelum aku sempat menyentuh sepreinya, sebuah tangan menahanku.
“Josh, leeet meee gooo!” Aku mengerang kesal. Dia menggerutu dan menyeretku keluar dari kamarku. Kamarku. Tidak akan jadi masalah kalau ini adalah kamarnya, tapi ini adalah kamarKU. Pria ini jelas ingin sekali melihat aku marah.
“Kau tidak dengar? Aku sudah membereskan kamarmu. Tak akan kubiarkan kau mengacak-acaknya lagi.”
“Sejak kapan kau jadi seperti seorang ibu? Dan, oh Tuan Wilford, prajurit gagah berani dari Amerika Serikat, mengapa Anda hobi sekali menginap di hunian kecil milik seorang hamba dari Inggris ini?”
Josh tertawa mendengar perkataanku yang kelewat mendramatisir. Tapi aku tidak tertawa. Aku masih bad mood. Oke, aku memang sudah 27 tahun, tapi tak jadi masalah, kan, kalau aku bad mood? Siapa yang akan senang kalau dia diseret ketika hendak pergi tidur? Meh.
“Kau masuk kerja hari ini, kan?”
“Hm.”
“Kalau begitu jangan tidur lagi.”
Kusingkirkan tangannya dan memutar bola mataku. Serius, kurasa dia cocok sekali jadi single daddy. Aku membayangkannya berteriak dan mengejar-ngejar anak kecil berusia empat tahun dan berteriak ‘son, makan sarapanmu dulu!’, ‘jangan makan itu! Itu tanah—Kid, JANGAN MAKAN ITU!’ atau ‘kau bahkan tidak menggunakan celana itu dengan benar!’.
Aku nyaris tersedak karena menahan tawa. Damn. Aku gagal bad mood.
Kuputuskan untuk mengabaikan Josh yang memandangku dengan heran. Aku memanggil Nico dan anak anjing itu segera berlari ke arahku.
“Hai, Nic.” Kuangkat dia ke atas pangkuanku. Ia mengendus-endus leherku dan itu membuatku geli.
Terdengar kursi ditarik. Josh menaruh sarapan di atas meja makan dan menaikkan sebelah alisnya. “Kau menyapa Nico tapi kau marah padaku?”
Aku menatapnya dengan datar. “Ya.”
Kini Josh ikut kesal. Dia duduk di kursi sambil menatapku dengan gusar. Pfft, aku ingin sekali memotret wajahnya yang kelihatan sebal padaku itu. Dia mengernyitkan dahi melihatku. Crap. Dia pasti tahu kalau aku sudah tidak bad mood. Tapi ternyata aku salah karena Josh hanya berkata, “Kau akan membuat sarapanmu dingin.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Camera, Rolling, and ACTION!
RomanceRiley, seorang script dan scenario writer memasuki tempat kerja baru, yaitu RWM Studio. Di sana dia bertemu dengan banyak makhluk aneh bin ajaib. Mulai dari Damon sang sutradara yang cuek, Sean si Graphic Artist yang dingin sekaligus hangat, hingga...