☆Bismillahirrahmanirrahim☆
Hakikatnya manusia itu akan datang dan akan pergi, tentang ditinggalkan maupun meninggalkan. Dengan segenap rasa syukur, terima kasih, aku menunggu kau datang dengan mahar terbaikmu, untuk dia kekasih halal yang kelak akan menjadi imam dalam keluarga yang membawa ke surga.
🍁🍁🍁🍁🍁
Dengan terpaksa dan segenap rasa kesal yang ada, aku, Nazma, dan Ayla mengantar pak Nan ke tukang urut. Pak Nan sendiri berjalan di depan kami dengan sedikit membungkuk. Kami mengekor dari belakang. Tiba-tiba pak Nan menghentikan langkahnya saat sudah sampai di parkiran. Hampir saja aku menabraknya dari belakang.
"Tunggu! Pinggang saya sakit, bagaimana mungkin saya bisa menyetir?" ucap pak Nan yang sudah membalikkan tubuhnya pada kami.
Aku jelas terdiam. Tidak mungkin aku yang mengemudikan mobilnya, yang ada malah kami semua di bawa ke rumah sakit. Di antara kami berempat yang bisa menyetir hanya pak Nan dan Ayla. Aku melirik ke arah Ayla, dia nampak bingung mungkin karena dia juga belum terlalu lancar dalam hal menyetir.
Ayla yang merasa dilirik olehku, merubah pandangannya mencari orang yang bisa menolong. "Sebentar, kak Alif sini!" Deg, kak Alif? Dimana dia? Aku mengikuti arah pandangan Ayla. Benar saja kak Alif sedang berjalan menuju kami.
"Iya? Kenapa Ayla?" tanya kak Alif setelah sampai di kerumunan kami. Aku berdiri kaku. Ikhlas Sabila, aku membatin.
"Gini, pak Nan mau ke tukang urut. Kak Alif bisa kan mengemudikan mobilnya untukku. Karena kakak tau sendiri aku belum lancar juga, terus masa iya pak Nan yang harus menyetir, dia kan sedang sakit pinggangnya." Kak Alif terlihat sedang berpikir.
"Baiklah, ayo!" sahutnya menyetujui. Walaupun kelu apa boleh buat.
Setelah berkutat dengan jalanan macet, mobil pun sampai di pelataran rumah tukang urut. Udaranya segar, banyak ditumbuhi tanaman hijau. Rumah sederhana, tak kalah sederhana dengan pribuminya.
Pak Nan pun sudah menjalani pengobatan pinggangnya. Suara kami tertawa, kalah telak oleh jeritan pak Nan yang memang suaranya seperti memakai speaker masjid. Mungkin sedikit berlebihan, tapi memang suaranya sangat menggelegar. Maafkan kami karena telah menertawakanmu.
🍁
Kabar bahagia datang dari Nazma sahabatku. Akhirnya, penantiannya sudah di ujung masa. Kebahagiaan menyelimuti keluarganya. Dia sudah melahirkan anaknya yang pertama. Tepat menjadi Nazma junior, Arumi Khansa Tsabita bayi perempuan yang dititipkan Allah untuk Nazma. Lahir dengan sehat, tanpa kurang satupun. Sangat jelas, aku sangat bahagia untuknya. Walaupun kami jarang bertemu karena Nazma sudah mengambil cuti untuk 2 semester ini. Namun hal itu tak membuat kami kehilangan satu sama lain. Mereka selalu ada untukku, dan aku pun melakukan sebaliknya. Mencoba sebisa mungkin selalu ada disaat mereka membutuhkan.
Tentang Ayla, dia masih tetap menjadi salah satu sahabat terbaikku. Setelah berbulan-bulan lamanya peristiwa yang membuatku terpuruk itu, akhirnya aku bisa melewatinya tanpa harus menodai persahabatan ini. Aku ikhlas, aku ridho, aku bahagia untuk kedua sahabatku.
"Nazma, aku boleh gendong anakmu kan?" ucap Ayla gemas, ketika aku dan Ayla menengok Nazma yang baru saja melahirkan.
"Boleh dong, apa sih yang gak boleh buat kamu." Nazma menyerahkan bayi mungil itu kepangkuan Ayla.
Aku memandang Ayla yang sedang menggendong bayi Nazma dengan takjub. Namun sedetik kemudian bayi itu menangis menjerit, Ayla yang kaget mendengar jeritan bayi itu kemudian langsung menyerahkan bayi itu padaku tanpa babibu. Aku menerimanya dengan kaget juga, aku ayun kan gendongan bayi mungil itu, betapa terkesiapnya melihat wajah bayi itu mengubah ekspresinya menjadi tertawa tanpa gigi menandakan senang. Jadi begini rasanya menggendong bayi, batinku ikut bersuara.
"Waahh ... udah cocok tuh Sa kamu punya anak. Buktinya anakku nyaman di gendonganmu." Candaan Nazma membuatku terdiam.
"Emang aku belum cocok punya anak?" sahut Ayla mencebik.
"Aduuhh Ay, sepertinya kamu harus belajar pada Sabila sebelum menjadi nyonya Alif," ucap Nazma, yang diikuti tawa kami.
"Aduuh apaan sih Nazma bawa-bawa aku," ucapku tersipu.
"Tapi bener Sa apa kata Nazma, aku harus belajar menjadi istri yang baik darimu," ucap Ayla seenaknya.
"Kau ini, belajar menjadi istri yang baik itu harusnya sama wanita yang sudah menikah dong! Sedangkan aku? Aku kan belum!" ucapku gemas mengingatkan Ayla bahwa aku belum menikah.
"Iya juga sih, harusnya belajar ke Nazma ya?" ucap Ayla yang diangguki olehku. Dan dengan senang hati Nazma akan mengajari Ayla menjadi istri yang baik.
🍁
Tak habis-habis ujian ini, bukan karena skripsi akhir kuliah yang ku keluhkan. Skripsi terbungkus rapi walaupun ada sedikit kesalahan-kesalahan yang tak ku sengaja. Dosen pembimbing yang luar biasa, memiliki sifat keibuan namun tegas, bijaksana dalam bertindak, wanita tangguh, aku mengaguminya. Sudah ku katakan tak ada masalah yang terlalu sulit pada kuliahku. Ini tentang hidupku, yang tak tahu harus mengambil keputusan apa. Ini sangat berat bagiku.
"Sabila, aku akan menikahimu setelah kau sidang!" Tidak! Itu bukan pertanyaan persetujuan. Itu pernyataan yang sulit dibantah.
"Tapi pak, apakah bapak tidak meminta persetujuanku terlebih dahulu?" tanyaku kelabakan. Pening sudah menjalar di bagian kepala.
"Halaaah! Untuk apa? Toh kamu juga pasti menyetujuinya bukan?" jawabnya enteng.
"Saya tidak akan memberikan jawaban apapun sebelum saya selesai wisuda pak!" Masih banyak mimpi yang harus ku raih dengan tanganku sendiri.
"Heeuh kau ini, membuatku menunggu!" keluhnya kesal.
"Jika itu membuat bapak kesal, saya mohon maaf," ucapku sopan.
"Baiklah, saya menunggu jawabanmu," putusnya.
Dia datang dengan segenap kepercayaan diri yang meluap. Tidak, dia tak datang pada kedua orang tuaku. Apakah takdirku sepahit ini? Harus menikah dan menjadi istri ke empatnya. Aku tidak mau, tentu saja tidak.
Bukan hanya sampai disitu, hari-hari berikutnya pak Nan selalu menerorku dalam pesan tentang ancamannya jika aku menolak lamarannya itu. Seolah tak ada pilihan bagiku. Dengan hati yakin aku tak pernah mengindahkan pesannya.
Ya Allah kenapa jadi seperti ini? Aku terus bertanya-tanya. Haruskah aku terpuruk kembali setelah mengikhlaskan kak Alif. Takdir apa yang sedang kau rencanakan ya Rabb ... mengapa sepahit ini rasanya, aku telah meninggalkan 3 lelaki atas petunjuk-Mu. Apakah ini yang kau ridhoi untukku? Menikah dengan pak Nan yang sudah beristri tiga. Tidak! Bukan aku membenci poligami, aku tidak mampu untuk mencintai pria yang membagi cintanya pada wanita lain. Ya Rabb ku mohon berikan petunjuk-Mu untukku. Aku lelah, menyerah. Tapi di posisi ku saat ini aku harus kuat, ini baru permulaan kehidupan yang sebenarnya. Jika aku tak bisa melewati ini, maka aku tak akan bisa melewati cobaan yang selanjutnya. Ya Rabb jangan tinggalkan aku dalam keadaan seperti ini, ya Rabb bimbing aku ke jalan rencana indah-Mu. Aku percaya apapun rencana yang kau berikan pasti itulah yang terbaik untukku. Aku akan selalu menunggu petunjuk dari-Mu ya Rabb.
*Mohon maaf kalau ceritanya kurang berkesan di hati kalian
*Penasaran dengan kelanjutan ceritanya? Nantikan update nya setiap hari Sabtu atau bisa lebih cepat jika memungkinkan.
*Jangan lupa follow, vote, comment, dan share ♡
*Saran pembaca akan membangun setiap penulis
KAMU SEDANG MEMBACA
Kekasih Halal di Bumi Cordoba (TERBIT)
Aktuelle LiteraturCerita ini bermula ketika aku bertemu dengan laki-laki yang bernama Alif Harun, yang kemudian mengubah kehidupanku. Dia sosok sempurna bagi sebagian kaum hawa, diantaranya Aku. Hari-hari bersamanya membawa banyak rasa yang baru, mungkin ... rasa cin...