Prolog: Hannah's Death

169 11 3
                                    

Gadis itu punya sejuta pertanyaan dan juga andai-andai dalam kepalanya. Mengapa hal itu terjadi pada temannya? Hal tragis yang membuat hidupnya hilang arah karena rasa bersalah. Jika saja dari awal Nabilla tak sok pahlawan, mungkin temannya masih ada di sampingnya berbicara dan bercerita banyak hal seperti biasanya. Nabilla merasa bersalah. Harusnya saat temannya mengatakan bahwa dia bisa mengurus segalanya, Nabilla hanya harus diam saja. Tapi gadis itu melangkah terlalu jauh, seakan membela temannya, tapi malah membuat temannya celaka.

"Nabilla." Sentuhan hangat di bahunya menyadarkan lamunnya. Tapi dia tak bergerak, hanya diam kaku menatap pohon besar di taman rumahnya.

Mamanya, Alena, duduk di dekat Nabilla. Alena membelai rambut putrinya tersebut. Dia tak berbicara sepatah katapun. Alena tak mau banyak berbicara karena takut malah membuat putrinya merasa tak nyaman.

"Ma, Hannah died because of me. My fault," Nabilla terisak. Kejadian itu kembali berputar di kepalanya. Dia memeluk mamanya.

Alena dengan sigap membawa Nabilla dalam dekapannya. "Honey, listen to me, it's not your fault, okay? Hannah gak pergi karena kamu," kata Alena. "Dia pergi karena memang takdirnya begitu. Kamu teman yang baik, membela Hannah sampai akhir. Kita gak pernah tahu apa yang akan terjadi ke depannya, kita gak pernah tahu. Kamu gak salah. Kamu hanya membela dia," sambung Alena.

"Tapi, Ma," kalimatnya terputus di sana. Nabilla tak dapat membawa kalimat tersebut sampai selesai. Dadanya terlalu sesak untuk sekedar mengucapkan sepatah kata lagi. Dia tak mampu. Dia hanya bisa menangis dipelukan mamanya. Entah berapa banyak air mata lagi yang akan dia habiskan pada malam-malam selanjutnya, entah, dia tak tahu.

"Ada banyak hal yang harus direlakan dan tidak diapa-apakan, Nabilla," ucap Alena. Alena menghapus air mata Nabilla dengan punggung tangannya. "Ayo mulai kehidupan baru, seperti yang dikatakan Tante Winda. Pada akhirnya semua sama saja. Kamu hanya perlu jalan lebih jauh," kata Alena meyakinkan.

Nabilla menggeleng. Tinggal bersama kesedihan sepertinya sudah jalan paling benar yang dia pilih. Dia terlalu merasa bersalah untuk Hannah. Gadis itu meninggal karena kesalahannya.

Alena tersigap ketika ada tangan lain menyentuh lengannya. Dia mengangkat kepala, melihat siapa orang itu.

Wanita seumurannya tersenyum, memberi isyarat supaya menjauh dari Nabilla. Alena mengikut wanita itu, berdiri agak jauh dari putrinya yang dilanda kesedihan mendalam.

"Bagaimana, Win? Sudah beberapa bulan, gak ada perubahan," keluh Alena pada Winda selaku psikiater Nabilla.

"Sabar, Alena. Semua berproses. Sabar adalah kunci. Ingatan Nabilla masih berputar di kejadian tragis tersebut. Yang sekarang bisa kita lakukan adalah mengajak dia melakukan banyak kegiatan menyenangkan, mendengarkan ceritanya, dan juga mengawasinya terus agar tak melakukan hal-hal membahayakan," balas Winda.

"Until when, Win? Sampai kapan anak aku harus begini?" Alena merasa putus asa melihat keadaan putrinya yang jauh dari kata baik-baik saja.

Winda menggeleng. "Kita tidak tahu. Proses orang-orang dalam mencapai kesembuhan berbeda-beda. Ada yang berbulan-bulan dan bertahun-tahun bahkan. Luka itu bisa jadi terlalu dalam dan paling diingat Nabilla nantinya. Kita hanya bisa terus mendukungnya."

Alena menghela napas.

"Kalau begitu aku pamit dulu. Pastikan Nabilla minum obatnya," kata Winda seraya tersenyum dan melangkah pergi.

Alena melihat putrinya dari jauh. Nabilla tampak termenung sendirian. Beberapa bulan lalu gadis itu pulang dari Jerman dengan membawa berita buruk. Jane, anak angkat Alena, pun ikut pulang bersama Nabilla dari Jerman dengan psikis yang terganggu karena kejadian bunuh diri Hannah di asrama sekolah. Kejadian itu duka terdalam.

Ting! Sebuah suara notifikasi pesan masuk terdengar dari ponsel Alena. Alena mengangkat ponselnya membaca isi pesan.

 Alena mengangkat ponselnya membaca isi pesan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.

Bersambung

.

Terjebak Indonesia JermanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang