PU.Kel O1

181 71 1
                                    

Jeha berjalan tergesa-gesa, arloji di lengan kirinya sudah mati tidak bergerak "Sial, kenapa mati?". Gadis itu tersungkur kala menabrak seorang lelaki bertubuh tinggi di depannya. "Maaf" suara bariton itu membuat Jeha merinding, "Ah tidak apa-apa maaf aku sedang terburu-buru", "Berhenti" entah bagaimana Jeha menurut saja, badannya seolah tidak bisa bergerak, ia melihat lelaki itu, woah tampan.

"Mari aku perlihatkan sesuatu" "klik" dalam sekejap Jeha tertarik entah kenapa dan bagaimana, lelaki itu terkekeh "Keseimbangan tubuhmu buruk juga", "M-maksudmu? Heh ini apa?". Jeha melihat sekitar, suasananya suram, langit yang awalnya terlihat cerah dan bersemangat berubah gelap dan menakutkan. "Lihat di sebelah kananmu, perlahan" lelaki itu mengisyaratkan agar Jeha menoleh, "Eh?" Jeha menoleh perlahan dan saat itu juga ia ingin meminta Tuhan mencabut nyawanya, ada sebuah jeruji besi yang di dalamnya terdapat mayat hidup, zombie Berjumlah sekitar 10? Dan mereka saling memakan satu sama lain, ah itu terlihat menjijikkan.

"Kemari" lelaki itu menggenggam lengan kurus Jeha dengan erat, "Jangan sampai genggaman ini lepas, atau kamu tidak bisa kembali ke duniamu". Jeha mengangguk saja, "Siapa namamu?" "Aku Fardhan" lelaki itu tersenyum tipis, sangat tipis. "Bagaimana bisa ada dunia seperti ini?", "Coba kamu perhatikan baik-baik, bangunan dan tanaman disini sama persis seperti tempat kita bertemu tadi".

Jeha mengedarkan pandangannya, "Benar juga, hanya saja disini terlihat seperti neraka. Eh tunggu, itu arloji ku!" Jeha berlari namun lengannya tertahan, "Jangan sampai genggamanku ini lepas, nyonya", Jeha hanya menggaruk tengkuk belakangnya lalu berkata "Kemarikan jemarimu", Fardhan menunjukan kelima jarinya lalu Jeha menautkan jemari mungilnya, "Begini saja agar tidak lepas". Fardhan mengangguk, "Kamu bisa mendengarnya tidak?", "Apa?" Jeha menoleh, "Detak jantungku". Jeha tersenyum kecil lalu menarik lelaki itu, Jeha berjongkok melihat arlojinya tergeletak di lantai dengan keadaan naas. Pecah, retak dan penuh darah.

"Plak" Fardhan memukul lengan Jeha saat gadis itu mencoba mengambil arloji yang mirip dengan yang ia kenakan sekarang. "Jangan disentuh, kamu ini jangan ceroboh", lelaki itu berdiri dan mengisyaratkan gadis itu untuk mengikutinya, Fardhan menunjuk ke udara, membuat Jeha menoleh lalu tersenyum. "Itu Resha sama Rawson! Sahabatku di kampus!", Jeha ingin melambaikan tangannya namun lagi-lagi Fardhan memukul tangannya. "Apa aku harus merantai kedua tanganmu biar tidak ceroboh?". "Iya maaf", jawab Jeha dengan tertunduk.

"Mereka berdua adalah sepasang kekasih, paling ditakuti di dunia ini ,semua yang berada disini, yang berjalan disini di atur oleh mereka, ku dengar mereka menikah karena perjodohan, namun anak mereka.. yah yang kamu lihat di jeruji itu adalah anak mereka". "E-eh?" Jeha menoleh dengan cepat menatap jeruji yang tidak jauh dari lokasinya sekarang, "M-maksudmu Itu di santet kah?", "Ngawur mana ada santet disini". Fardhan menarik lengan gadis itu, "Mari bertemu Resha dan Rawson".

Jeha tidak berkutik, gadis itu merasa kehabisan nafas karena suasana disini benar-benar buruk dan panas seperti di neraka. Sedangkan Fardhan sedang asyik berbincang dengan sepasang kekasih dunia kelam ini, "Bagaimana kalian bisa kesini?" Ucap Resha sembari menuangkan darah ke gelas Fardhan dan Jeha, "Maaf aku tidak minum" Jeha melontarkan penolakan dengan sopan, "Ah tidak apa" Rawson tersenyum miring sambil menghisap rokok di tangannya, Resha menyandarkan kepalanya ke bahu Rawson lalu menunjuk Jeha dan Fardhan bergantian. "Bagaimana kalian melanjutkan hubungan kami?", Jeha meremas lengan Fardhan kuat, "Ya kita lihat saja nanti". Jawaban Fardhan membuat Jeha melotot, apalagi melihat darah di dalam gelas itu membuatnya muntah muntah. _"Tuhan tolong cabut nyawaku sekarang juga"_ Jeha membatin, "Ayo pulang", Jeha menatap Fardhan memohon.

"Bagaimana jika Jeha kujadikan istri kedua ku?", Resha terkekeh lalu menatap suaminya sekilas "Boleh, siapa tau keturunannya akan menjadi cantik seperti dia". Jeha hanya memberikan senyum kecut karena Fardhan seperti memberi isyarat untuk tidak berkomentar banyak. "Permisi tuan dan nyonya, mayat anak-anak kalian ingin di apakan?" Tanya seorang pelayan dengan penuh kehati-hatian. "Berikan ke fakir miskin, lalu berikan  yang masih membutuhkan makanan, aku dengar mereka sangat lapar hingga memakan satu sama lain" titah Rawson masih dengan rokok yang bertengger di tangannya. Asap rokok itu mengepul membuat Jeha ingin melepaskan hidungnya sekarang juga, bau darah dan hawa panas benar-benar membuat gadis itu ingin mengeluarkan isi perutnya.

Resha berdiri lalu tersenyum manis, "Fardhan, mari melihat anak-anak makan. Ah ajak juga Jeha, aku pikir kalian serasi". Resha berjalan dengan anggun namun terkesan angkuh, Rawson membuang rokoknya sembarangan lalu berjalan mengikuti istrinya. "Hey tunggu aku" Rawson merangkul bahu istrinya.

Sekarang mereka berada di ruangan, yang ada layar monitor besar untuk memantau keadaan seluruh penjuru dunia ini, "Fokuskan ke anak-anak" perintah Rawson ke salah satu pelayan. Tunggu,
Mayat siapa itu? Kenapa terlihat seperti Jeha? "Dia salah satu korban yang tadi di tangkap oleh suruhan tuan Rawson, terlihat masih sehat". "Perbesar, saya ingin melihat lebih jelas", dan benar saja itu Jeha. Jeha dari dunia ini terkapar tidak bernyawa dengan penuh luka, Fardhan menoleh lalu berbisik "Tidak apa-apa, kamu harus tenang".

Jeha menggeleng dia benar-benar sudah tidak tahan, ia melepas genggamannya. Baru beberapa langkah, gadis itu merasa sesak, benar-benar sesak, jantungnya terasa berhenti, suara-suara aneh memenuhi kepalanya, apakah ini saatnya ia bertemu dengan Tuhan?

"Hah hah hah" gadis itu terengah melihat sekitar, dimana dia? Seperti sebuah ruangan laboraturium, "Jeha, kamu baik-baik saja?" Resha datang memberi secangkir teh, di susul Rawson yang terlihat panik. "Jeha kamu tidak apa-apa?". "Aku kenapa?" Tanya Jeha melirik kedua sahabatnya, "Kamu pingsan lalu dibawa sama laki-laki siapa ya namanya tadi" ucap Resha terlihat  berfikir. "Aku sungguh terkejut, Resha berteriak disaat dosen sedang menjelaskan". Rawson melirik Resha sinis membuat Resha terkekeh kecil "Maaf aku kaget jadi wajar saja jika aku spontan teriak" Resha membela diri. "Jeha sudah sadar?" Lelaki berperawakan tinggi itu masuk, suara bariton nya menyeruak di seluruh ruangan, "Kita harus pergi" bisiknya sembari kembali menggenggam lengan Jeha, "Maksudnya?" Jeha menghernyitkan dahinya heran. "Kamu harus kembali ke duniamu" ucap Fardhan mendekap tubuh mungil itu erat.

 "Kamu harus kembali ke duniamu" ucap Fardhan mendekap tubuh mungil itu erat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 16, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Multiverse Dark WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang