Aku senang sekali, aku telah diterima di sekolah yang selama ini aku impikan. Iya, aku harus melawan beberapa kawanku, bahkan orang asing sekalipun yang ingin diterima di sekolah ini. Saat ini, aku berada di kelas 10. Hari ini, adalah hari dimana aku pertama kali masuk sekolah. Aku sangat bersemangat, tetapi entah mengapa aku masih merindukan teman-temanku yang dulu.
"Non.. Ayo bangun! Kamu harus bersekolah!" terdengar suara yang sangat ku kenali. Tapi aku masih belum sadar, siapa yang berbicara.
"Non.. Bangun!!" olala, ternyata itu suara bibi Naning. Akupun berusaha membuka mataku meskipun mataku masih lengket.
"Hmm.. Apa bi Ning? Apa ini hari Senin?" ujarku kikuk.
"Lhoalah, yaiya toh Non! Udah, mandi sana, bibi udah nyiapin sayur kangkung buat kamu." Aku langsung bangun dengan girangnya. Aku melangkah ke kamar mandi, sambil memikirkan sayur kangkung buatan bibi, pasti lezat sekali. Aku memakai seragam baruku dengan semangat, memakai parfum berbau cherry.
"Camelia sayangku.." ujar Mami sambil memelukku dengan rasa sayang.
Aku sudah tau, kalau Mami begitu, tandanya ia akan meninggalkanku bersama bibi di sini. Iya, Mami adalah seorang pramugari. Mami sudah beberapa kali keliling dunia, salah satunya Jepang. Ia membuatku iri, karena ia berfoto di depan pohon sakura yang indah dan sedang bermekaran.
"Mami, pergi lagi ya?" ujarku menjadi tak semangat. Bahkan sayur kangkung yang aku sukaipun, tak aku lirik.
"Hmm.. Jangan sedih Cam.." angguk Mami, sambil ia mengecup keningku.
"Mami mau kemana lagi? Gak bosen apa, keliling dunia tanpa Cam?" ujarku mengamuk.
"Mami akan pergi ke Prancis, Cam. Mami gak akan lama kok, paling-paling cuma 2 hari di sana. Cam mau oleh-oleh apa?" tanya Mami.
Prancis? Wow, fantastik, pikirku.
"Hmm.. Aku mau replika menara Eiffel mi" ujarku memohon sambil memakan sarapan.
"Ok, Mami akan berusaha mendapatkannya. Bi, jaga Cam ya. Bibi mau oleh-oleh apa?" Mami menawarkan.
"Oh, gak usah Nyonya. Nyonya kembali dengan selamat, sudah oleh-oleh buat saya" kata Bibi. Akupun melihat jam tanganku. Rupanya, sudah jam 6 tepat.
"Mi, aku pergi dulu. Udah mepet ini sama jam masuk ke sekelah. Hati-hati ya Mi, have a safe flight, I love you" ujarku sambil membalas mengecup kening Mami. Mami tersipu malu, pipinya memerah. Ia tetap saja melihatku, padahal aku sudah berjalan menuju Pak Dedik, sopir kami.
"I love you, Cam" bisik Mami. Tentu saja aku tak mendengarnya.
"Selamat pagi pak Ded!" sapaku pada pak Dedik.
"Eh, selamat pagi, non. Aduh, cantiknya non Cam. Ayo non, let's go!" seru pak Dedik.
Di dalam mobil, aku masih memikirkan nasib Mami. Aku khawatir, Mami tak bisa berkumpul denganku lagi. Papiku, berada di Sumatra. Ia tidak bisa pulang ke mari karena pekerjaannya. Ia hanya pulang pada tahun baru saja. Maka dari itu, aku sudah terbiasa hidup tanpa seorang Papi. Tapi kalau tanpa Mami, rasanya aku kangen. Mungkin aku belum terbiasa. Yah, semoga saja Mami baik-baik saja sampai pulang kemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fri(lov)endship
Short StoryAku terjebak diantara persahabatan dan cinta. Mana yang harus ku pilih? Dapatkah aku mempertahankan persahabatanku, sementara aku mencintai seseorang yang harusnya tidak aku cintai?