First Sight

70 3 2
                                    

"Non, udah sampai" ujar Pak Dedik.

Seperti biasa, ia turun dari mobil, dan membukakan pintu mobilnya untukku. 

"Terima kasih, Pak" ujarku sembari tersenyum. 

Langkah kakiku memasuki sekolah baruku. Hal pertama yang kucari adalah mading. Iya, semua nama siswa yang baru masuk sudah ditentukan kelasnya. Dan, tulisan itu ditempel besar-besar di mading sekolah. Sesuai dugaanku, banyak sekali anak-anak yang penasaran. Di depan mading terdapat anak-anak kelas 10 yang mencari nama mereka. Tapi aku tak yakin jika mereka mencari namanya sendiri. Mungkin mereka lama karena mencari nama temannya atau nama pacarnya. Aku merasa iri. Tak ada seorangpun yang aku kenal disini. Aku berusaha masuk ke gerombolan itu, dan mencari tahu dimana kelas yang akan aku tempati. Setelah bertarung dengan segerombolan manusia itu, akhirnya aku tahu dimana, di kelas 10-3.

Aku bertanya-tanya, dimana kelas 10-3? Aku mencari-cari, berkeliling sekolah kesana kemari, dan yang kudapat nihil.

 "Kamu mencari kelas apa, dek?" seseorang menanyaiku. Sepertinya ia adalah pak bon sekolah. 

"Kelas 10-3 dimana ya pak?" tanyaku penasaran.

 "Oh 10-3, ada di lantai 3, dek"  ujarnya. 

"Oh, terima kasih pak" sambil berlalu. Dengan keringat bercucuran di badanku, aku menaiki tangga. Aku sampai terengah-engah karena mencari kelasku. Akhirnya, aku bertemu ruangannya. Kelasku berada di dekat tangga, lokasi yang strategis, tapi cukup melelahkan untuk sampai ke sini. Lalu, aku mencari tempat duduk yang kosong. Aku menemuinya. Aku menempati bangku nomor 3 dari depan, di depanku ada 2 anak laki-laki yang mungkin sedang berkenalan. Aku jadi penasaran, siapa teman sebangkuku nanti.

Waktu semakin cepat berlalu, akhirnya ada seorang anak perempuan yang sama denganku; dengan nafas tersenggal-senggal, ia duduk di sampingku. Aku canggung, tak berani memulai pembicaraan. Sesudah 5 menit berlalu, aku memandang dirinya. Sepertinya ia klop padaku. Ia simple sekali, rambutnya diikat kuda. Keringatnya yang tadi bercucuran, sekarang sudah mulai kering, meskipun bajunya masih basah. 

Ia juga memandangiku, lalu bertanya padaku "Namamu siapa?". 

Aku kebingungan. Aku juga gugup. "Camelia.. Panggil saja aku Cam. Kamu?" ujarku, yang tentu saja gemetaran. 

"Namaku Candy. Senang berkenalan denganmu, Cam!" ujarnya ramah. Kita akhirnya mulai untuk bercerita apasaja. Candy menanggapinya dengan serius, tapi sikapnya juga tenang. Ia cukup menarik perhatianku dengan ceritanya.

Lalu tanpa disadari, 2 anak laki-laki yang duduk di depanku menoleh ke kami, lalu mengajak kami kenalan. 

"Eh, mau kenalan dong! Aku Brian, kamu?" tanyanya. 

"Aku Camelia, panggil saja Cam". 

"Aku Candy, siapa yang duduk disebelahmu?"tanya Candy penasaran. Anak itu melihatku dengan tajam, lalu bibirnya merekah tersenyum, lalu tertawa. 

"Aku, Randy" ujarnya. Lalu ia tertawa melihat Brian. Aku masih penasaran, apa yang sebenarnya ditertawakan Randy? Ah sudahlah, aku tak berhak memikirkannya, kelihatannya tidak penting, pikirku.


Fri(lov)endshipTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang