Chapter || 22.

3.9K 218 3
                                    

"Nggak tidur?" tanya Genta ketika melihat Shera masih memakan martabak yang tadi mereka beli dengan lahap.

Shera menggeleng. "Belum ngantuk." Shera menggeser piring martabaknya. "Kamu mau?"

Genta mengangguk. Ia mengambil duduk di samping Shera dan mengambil martabaknya. Suara musik yang ada di siaran tv membuat mereka saling lirik.

"Inget?" tanya Shera. Ia tersenyum memgingat memori yang terlintas di benaknya.

Genta pun mengangguk. "Nggak pernah saya lupain." Lagu Fly Me to The Moon yang dinyanyikan oleh Olivia Ong membuat suasana semakin tenang. Shera selalu mendengarkan ini setiap malam ketika dia hamil Avi. Genta sampai protes karena Shera selalu merengek agar lagu itu diputar.

Genta melirik Shera yang tersenyum kecil. "Saya belum bilang ke Ibu, soal kita."

"Menurut kamu, Ibu harus dikasih tau sekarang?"

Genta menatap Shera. "Kalau kata kamu, bagusnya gimana?" Shera suka Genta yang seperti ini, mempertimbangkan pendapat dan menanyakan apa yang baik untuk mereka.

"Can we keep this for a while? Cuma kamu sama saya." Shera mengatakannya dengan malu-malu.

Sementara Genta tersenyum lebar. "Oke, Ra. We keep this." Shera mengangguk. Dan, memang terjadi lagi, entah siapa yang memulai, terasa sekali jarak di antara mereka menipis. Hingga Shera bisa merasakan hembusan napas hangat Genta di wajahnya. Tangan Genta merambat ke lengannya dan memberikan sentuhan yang membuatnya merinding sendiri.

Shera baru akan menjauh ketika Genta menciumnya. Iya, menciumnya di bibir. Tepat sekali. Shera seperti dibawa ke masa lalu, di awal pernikahan mereka, di sepanjang pernikahn mereka dulu, setiap Genta menciumnya dengan lembut.

Namun, bayangan saat Genta menyiksanya, sekelibat muncul di otaknya.

"Traumanya bisa sesekali muncul walau nggak parah."

Nggak, Ra. Lawan, lawan. Genta di depan lo bukan Genta yang dulu lagi.

Hisapan Genta pada bibirnya dan tangan kekar pria itu yang melingkari pinggangnya membuat ia terbuai, namun bayangan itu terus muncul.

No, itu cuma trauma lo doang. Nggak, Ra.

Genta mencium pipi, kening, dan bibirnya. Shera membalasnya,  tidak ingin kalah pada Genta. Ia harus melawan bayangan itu.

Genta menciumnya dengan intim sekarang. Pria itu menjalari lehernya. Shera menahan setengah mati untuk tidak mengeluarkan suara. Bayangan itu sesekali berkecamuk, namun ia tetap melawannya.

"Papa, Ma?"

Mereka langsung memisahkan diri ketika Avi memanggil mereka. Nafas Shera memburu, apalagi Genta. Mereka saling menatap.

"Papa ngapain sama Mama? Kok ada suara cicak gitu? Papa ngigit Mama ya?"

What? Suara cicak? Ingin sekali Shera tertawa mendengar perkataan Avi. Shera menatap Genta, tatapannya seolah mengatakan; kamu aja yang jawab.

Genta menghela napas. "Nggak Vi, Papa nggak ngigit Mama kok. Tadi Mama gatel matanya abis digigit nyamuk, Papa bantuin obatin bekasnya." Genta memangku Avi yang menghampiri mereka dengan Dodo di pelukannya. Dodo adalah boneka lumba-lumba kesayangan Avi.

Avi mengeryitkan dahinya. "Mama kok manja, kan obatinnya bisa sendiri. Mama bilang Avi nggak boleh manja, tapi Mama sendiri manja."

Aduh, siapapun, tolong beritahu darimana anak ini bisa menyudutkan ibunya sendiri dengan bahasa yang lincah?

Shera hanya menghela napasnya. "Avi kenapa bangun?"

"Tadi Avi mau pipis."

Shera tersenyum. "Ya udah, ayo pipis, abis itu langsung tidur lagi, ya?"

L'amour L'emporte [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang