BAGIAN 8

267 17 2
                                    

Di balairung utama Istana Kerajaan Kertaloka, telah berkumpul beberapa pejabat istana, beberapa perwira, dan Prabu Suryalaga sendiri. Tak ada yang membuka suara sampai dua orang gadis masuk ke dalam ruangan itu. Setelah memberi salam hormat, kedua gadis itu mengambil tempat duduk yang telah disediakan, sejajar Prabu Suryalaga. Sedangkan tepat di depan Raja Kertaloka ini, duduk dua pemuda dengan sikap hormat.
"Ada apakah gerangan Ayah memanggil kami?" tanya salah seorang gadis yang tidak lain Cempaka Sari.
"Dua orang utusan ini mengaku membawa pesan dari Raja Karang Setra. Aku hanya ingin memastikan kalau ini bukan tipu muslihat para pemberontak. Dan Pandan Wangi berasal dari Karang Setra. Maka tentu bisa membuktikan kebenaran mereka," jelas Prabu Suryalaga.
Prabu Suryalaga kemudian menatap Pandan Wangi. Sementara yang ditatap seperti tak peduli. Matanya terus memperhatikan dua pemuda berusia sekitar dua puluh delapan tahun, bersenjatakan pedang. Keduanya memakai pakaian yang biasa dikenakan orang-orang persilatan.
"Pandan Wangi... Apakah kau kenal orang-orang yang mengaku sebagai utusan Karang Setra ini?" tanya Prabu Suryalaga.
"Kanjeng Gusti Prabu. Suruhlah mereka memperlihatkan kalung tanda pengenalnya. Sebab aku tahu, utusan Karang Setra memiliki tanda pengenal khusus," jelas Pandan Wangi.
Prabu Suryalaga mengangguk, kemudian berpaling pada kedua orang itu. "Nah, tunjukkanlah tanda pengenal kalian!" ujar laki-laki tua itu.
Kedua utusan itu segera mengeluarkan kalung bermatakan perak, sebesar genggaman tangan, berlambang Kerajaan Karang Setra.
"Kanjeng Gusti Prabu. Mereka memang utusan Karang Setra...," kata Pandan Wangi meyakinkan.
"Hm, baiklah. Sekarang jelaskan apa yang kalian bawa dari Karang Setra."
"Ampun, Gusti Prabu. Raja kami menawarkan bantuan tanpa imbalan apa pun selain persahabatan. Dan karena berita ini darurat, maka kami langsung saja pada tujuannya. Maaf, Kanjeng Gusti Prabu. Selama ini tanpa pemberitahuan secara langsung, kami telah memerangi pemberontak yang telah menguasai sebagian dari Kerajaan Kertaloka. Raja kami berbuat seperti itu, atas permintaan putrimu yaitu Gusti Ayu Cempaka Sari. Dan ini dianggap mewakili keputusanmu. Dan setelah menghalau pasukan pemberontak, ternyata kami dengar mereka menghimpun diri. Pasukan pemberontak pada hari ini bermaksud menyerang kotaraja, dan hendak merebut istana kerajaan pada pagi ini juga. Oleh sebab itu, raja kami memberitahu agar Gusti Prabu bersiaga menyambut mereka," tutur salah seorang utusan.
"Cobalah kalian jelaskan bagaimana rencana rajamu itu?" pinta Prabu Suryalaga.
"Gusti Prabu Karang Setra menginginkan agar pasukan kerajaan ini dibagi dua. Setengahnya yang terdiri dari pasukan panah berada dalam istana, untuk berjaga di sekelilingnya. Sebagian lagi bersembunyi di luar bangunan istana, siap menyergap mereka. Tunggulah pasukan pemberontak itu sampai mendekati bangunan istana kerajaan. Dan apabila mereka sudah berhadapan dengan pasukan panah, maka saat itu juga pasukan lain menyerbu. Sedangkan pasukan Karang Setra yang berjumlah sekitar tiga puluh orang akan mengejutkan mereka dengan serangan dari belakang. Sehingga, tidak ada kesempatan bagi mereka untuk kabur," jelas utusan itu, singkat.
Prabu Suryalaga dan yang lain terdiam mendengarkan rencana itu.
"Bagaimana, Gusti Prabu?" tanya Pandan Wangi.
"Apakah Raja Karang Setra yakin kalau siasatnya akan berhasil?" tanya sang Prabu setengah yakin.
"Percayalah, Gusti Prabu. Kemenangan berada di pihak pasukan yang bersemangat dan yakin akan mengalahkan musuhnya! Begitulah yang dikatakan raja hamba. Meski pasukan pemberontak lebih banyak, namun kita harus yakin akan memenangkan pertempuran," tegas utusan itu, meyakinkan.
"Baiklah. Kalian boleh istirahat, karena sekarang juga akan kusiapkan pasukan untuk menghadapi para pemberontak itu!" sahut Prabu Suryalaga bersemangat.
Kedua utusan itu segera bangkit berdiri, dan langsung memberi hormat. Dan dengan diantar dua orang prajurit, mereka segera menuju ruang peristirahatan bagi para tamu kerajaan. Sementara itu Prabu Suryalaga memerintahkan para prajurit yang hadir di situ untuk menyiapkan pasukan.

***

Para prajurit Kerajaan Kertaloka menunggu beberapa saat dengan jantung berdebar dan gelisah. Demikian pula para prajurit dan para panglima perangnya. Pasukan pemberontak yang dinantikan belum juga kelihatan. Sementara itu, kotaraja kelihatan sedikit sepi. Seluruh rakyat telah bersembunyi di dalam rumah masing-masing. Mereka memang telah dikabari kalau akan terjadi peperangan dahsyat.
Sementara itu Prabu Suryalaga menambahkan siasat baru. Lebih dari empat puluh pasukannya yang diberi pakaian biasa, diperintahkan untuk bertingkah seolah-olah sebagai penduduk biasa yang sibuk dengan kegiatan sehari-hari. Dengan begitu diharapkan pasukan pemberontak akan lengah. Cukup lama mereka menunggu. Dan ketika matahari baru saja mengintip di balik bukit...
"Heaaa! Heaaa...!"
Apa yang ditunggu-tunggu mulai terlihat. Dari kejauhan, terdengar derap langkah kuda yang dipacu kencang bersama teriakan-teriakan membahana. Prajurit-prajurit yang tengah menyamar sebagai rakyat biasa, seketika pura-pura berlarian ke sana kemari dengan sikap ketakutan. Sementara beberapa orang dari pasukan pemberontak berusaha menyerang.
Namun para prajurit yang menyamar itu tidak berusaha melawan. Mereka hanya melarikan diri sekencang-kencangnya. Karena jika mereka melawan, maka perhatian pasukan akan pecah. Bahkan akibatnya, penyergapan akan kacau. Sebab, pasukan pemberontak masih jauh dari jangkauan pasukan panah di benteng istana kerajaan.
"Hancurkan mereka! Bunuh seluruh penghuni kerajaan ini...!" teriak seorang laki-laki berpakaian mewah. Dia tidak lain dari Katut Denowo, memberi semangat.
Namun sebelum mereka berhasil mendobrak pintu gerbang kerajaan, sekonyong-konyong hujan panah telah menyambut
Cras! Crab! "Aaa...!"
Beberapa orang pemberontak langsung terkejut, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Dan mereka hanya terbeliak ngeri disertai jeritan tertahan, begitu anak-anak panah menembus dada.
"Hancurkan mereka! Jumlah kita lebih besar. Apa yang kalian takutkan?! Hancurkan gerbang ini, dan hajar mereka...!" kembali Katut Denowo berteriak memberi semangat
"Yeaaa!"
Pasukan pemberontak kembali berteriak saling sambung-menyambung, berupaya mendobrak pintu gerbang. Tapi saat itu juga, hujan anak panah kembali menyerbu. Dan kali ini datangnya dari samping kiri dan kanan, ditambah pasukan yang berada di atas benteng istana kerajaan.
"Serbuuu...!"
Terdengar teriakan dari arah kanan. Bersama sekitar dua puluh lima orang, menyerang pasukan pemberontak itu dengan semangat menyala-nyala. Pada saat yang bersamaan, kembali menyerbu sejumlah pasukan ke arah pasukan pemberontak yang sempat terkejut. Pertarungan memang tak bisa dielakkan lagi. Beberapa orang pemberontak sudah sejak tadi menjadi korban di tangan pasukan kerajaan. Namun pasukan pemberontak masih berusaha balas menyerang. Terutama setelah menyadari kalau pasukan kerajaan berjumlah lebih sedikit. Tapi yang lebih mengejutkan lagi....
"Heaaa...!"
"Heh?!"
Tiba-tiba terdengar teriakan panjang membahana. Tampak sebuah pasukan lain yang berjumlah sekitar tiga puluh orang datang menyerbu menyerang para pemberontak. Pasukan itu dipimpin seorang pemuda berbaju rompi putih yang duduk di atas kuda hitamnya. Mereka menyerang dari belakang, pasukan pemberontak itu terkejut.
Sementara itu, pemuda berbaju rompi putih yang tak lain dari Pendekar Rajawali Sakti segera menggebah kudanya ke arah Katut Denowo. Rangga memang telah mengenali ciri-cirinya, walaupun belum pernah bertemu.
"Katut Denowo! Menyerahlah... Pasukanmu telah kocar-kacir. Tak ada lagi kesempatan bagimu untuk merebut kerajaan ini!" ujar Rangga.
"Bangsat! Jadi, rupanya kau yang berjuluk Pendekar Rajawali Sakti! Huh! Sebaiknya kau tidak mencampuri urusan kerajaan lain. Ini bukan Karang Setra, jadi sebaiknya tarik pasukanmu!" sentak Katut Denowo.
"Siapa yang membawa prajurit? Yang kubawa hanya jago-jago Karang Setra saja, mereka bukan prajurit. Dan mereka juga jijik melihat tindakanmu!" sahut Pendekar Rajawali Sakti dingin.
"Kau memang patut dihajar, Pendekar Rajawali Sakti! Heaaat..!"
Di atas punggung kudanya, Katut Denowo langsung membabatkan pedang ke arah leher Pendekar Rajawali Sakti. Namun di luar dugaan, pemuda itu melenting tinggi ke atas mengerahkan jurus 'Sayap Rajawali Membelah Mega'. Begitu berada di udara, dengan kecepatan bagai kilat tubuhnya meluruk deras ke belakang Katut Denowo yang berada di punggung kuda. Begitu cepat gerakan Pendekar Rajawali Sakti, sehingga Katut Denowo tak bisa menghindar. Lalu....
Tuk! Tuk! "Aaakh...!"
Tanpa dapat dicegah lagi, Katut Denowo yang kepandaiannya jauh di bawah Pendekar Rajawali Sakti ambruk ke tanah dengan tubuh lemas, begitu totokan Rangga mendarat di punggungnya. Pemimpin pemberontak itu agaknya langsung pingsan. Sehingga ketika Rangga berkelebat menyambar tubuhnya, rasanya seperti menyambar karung basah saja. Pendekar Rajawali Sakti langsung melenting sambil membopong Katut Denowo, membawanya ke atas atap sebuah rumah penduduk.
"Berhenti!" teriak Pendekar Rajawali Sakti, lantang menggelegar. Seketika seluruh pertempuran berhenti. Semua mata seketika memandang ke arah datangnya suara lantang tadi.
"Lihat! Pemimpin kalian telah berada di tanganku, maka sebaiknya kalian menyerah!" ujar Pendekar Rajawali Sakti.
Melihat pemimpinnya tertangkap, pasukan pemberontak itu jadi hilang semangat. Beberapa orang mulai meletakkan senjata. Tapi sebagian besar telah tewas terbunuh. Dan begitu ada yang meletakkan senjata, yang lain segera menyerah.
"Hidup Prabu Suryalaga! Hidup Kerajaan Kertaloka...!" teriak para prajurit kerajaan yang setia pada Prabu Suryalaga.
Rangga segera membawa tubuh Katut Denowo untuk diserahkan pada pihak Kerajaan Kertaloka. Sedangkan para tokoh hitam yang ikut membantu pemberontakan, dengan kepandaiannya yang tinggi berhasil meloloskan diri dari kepungan jago-jago Karang Setra.
Sementara itu, para perwira Kerajaan Kertaloka segera menangkapi para pejabat istana yang terlibat dalam pemberontakan. Ada yang ditangkap saat peperangan, ada pula yang ditangkap setelah peperangan.
Dengan diiringi para prajurit Kerajaan Kertaloka dan pasukannya sendiri, Rangga memasuki gerbang kerajaan untuk menyerahkan biang kerusuhan pada Prabu Suryalaga.

***

TAMAT

🎉 Kamu telah selesai membaca 134. Pendekar Rajawali Sakti : Pemberontakan Di Kertaloka 🎉
134. Pendekar Rajawali Sakti : Pemberontakan Di KertalokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang