BAGIAN 4

252 18 0
                                    

Pendekar Rajawali Sakti jadi tercenung. Dan belum juga rasa bingungnya hilang, tampak beberapa orang perlahan-lahan mulai mendekatinya dengan senjata terhunus. Rupanya laki-laki dewasa di desa itu sudah sejak tadi memperhatikan Rangga. Dan mereka siap menghajarnya dengan wajah sinis penuh dendam. Rangga menghitung dalam hati. Dan jumlah mereka tidak kurang dari dua puluh orang.
"Kisanak! Ada apa ini? Mengapa aku dikurung seperti ini?" tanya Rangga ramah dengan sikap tenang.
"Jangan berpura-pura! Kedatanganmu ke sini pasti hendak menculik beberapa gadis desa ini lagi. Tapi, jangan harap kami akan tinggal diam begitu saja!" sahut salah seorang, mendengus sinis.
"Rupanya kalian menduga kalau aku adalah si Peri Peminum Darah. Padahal justru aku sedang mencari orang itu," sahut Rangga.
"Huh! Bisa saja kau berpura-pura baik. Padahal di hatimu tersimpan niat busuk!" desis orang itu lagi.
"Sudah, jangan banyak bicara! Tangkap saja dia. Dan kita gantung ramai-ramai...!" teriak beberapa pemuda. Agaknya dia sudah tidak sabar lagi ingin buru-buru meringkus pemuda berbaju rompi putih itu.
"Betul! Jangan tunggu lama-lama lagi. Nanti dia keburu kabur!" umpal yang lain.
Dan secara serentak. Lima orang pemuda dengan golok terhunus langsung melompat menyerang Pendekar Rajawali Sakti.
"Yaaat!"
Rangga hanya mampu menggeleng lemah melihat kenekatan penduduk desa ini. Agaknya mereka begitu dendam pada Peri Peminum Darah yang telah menculik beberapa gadis desa ini. Sehingga kemunculannya di sini, dianggap orang asing yang akan mendatangkan bencana. Dan lebih gila lagi, mereka menuduhnya sebagai Peri Peminum Darah!
"Hup!" Pendekar Rajawali Sakti melenting ke atas. Dan tahu-tahu, tubuhnya meluruk deras sambil mengibas-ngibaskan tangannya. Begitu cepat gerakannya, dan tahu-tahu...
Plak! Wuuut!
Tap!
"Heh?!"
Kelima pemuda desa yang mengeroyok kontan terkejut setengah mati karena tahu-tahu saja, pergelangan tangan mereka masing-masing terasa kesemutan. Dan ketika menyadari apa yang terjadi, golok-golok itu telah berada di tangan Pendekar Rajawali Sakti yang berdiri tegak pada jarak tiga langkah di belakang mereka.
"Sedikit pun tidak ada maksud jahat di hatiku. Tapi kalau aku mau, mudah saja menebas leher kalian," Rangga menggertak, berusaha menyadarkan kelima pemuda itu.
"Lihat! Dia benar-benar penculik keparat itu! Gerakannya cepat, seperti tadi pagi saat menculik putri Ki Dirja. Tunggu apa lagi? Ayo, ringkus dan jangan biarkan dia lolos!" teriak seseorang dengan wajah semakin geram.
"Sial!" rutuk Rangga, kesal.
Pada saat itu juga, beberapa pemuda segera maju menyerang tanpa mengenal rasa takut.
"Yaaat!"
"Bunuh dia...! Bunuh penculik keparat itu!"
"Cincang dia!"
Rangga cepat bagai kilat melompat ke belakang, sambil melempar kelima golok di tangannya satu persatu ke arah orang-orang yang menyerbu.
Wut!
Beberapa orang jadi terkesiap. Dan mereka merasa kalau sebentar lagi akan jatuh korban ketika golok-golok itu melesat kencang. Namun....
Trak! Tak!
Ternyata golok-golok yang dilemparkan Pendekar Rajawali Sakti sengaja diarahkan pada senjata-senjata di tangan para pengeroyok hingga berpentalan. Namun tindakan itu sama sekali tidak membuat mereka terkejut. Justru sebaliknya, mereka malah menyerang pemuda itu dengan kalap.
"Yeaaa!"
"Hhh...!" Pendekar Rajawali Sakti jadi mendengus kesal. Dan dengan gerakan mengagumkan, dia melompat ke samping sambil menangkis kelebatan senjata yang terdekat dengan tangan kanan. Lalu tanpa diduga sama sekali ujung kakinya menyodok ke dada.
Plak! Begkh!
"Akh!"
Seorang pengeroyok langsung mengeluh tertahan begitu dadanya terkena tendangan Rangga tanpa pengerahan tenaga dalam. Tubuhnya kontan terjerembab ke belakang, menimpa dua orang kawannya. Sedangkan golok di tangannya terpental jauh. Dan Pendekar Rajawali Sakti kembali bergerak gesit, melepaskan dua pukulan tanpa tenaga dalam ke arah dua orang pengeroyok. Kembali, dua orang roboh seperti kawannya tadi.
"Setan! Serang terus! Lama-lama dia pasti akan kehabisan tenaga!" teriak seseorang memberi semangat.
Rangga mendengus dingin, seraya melirik ke arah orang yang berteriak tadi. Sejak tadi, agaknya orang itu yang banyak bicara. Dan kawan-kawannya pun selalu mematuhinya. Maka setelah menghalau dua orang yang menyerang ganas, Pendekar Rajawali Sakti melompat mendekati orang yang berteriak tadi.
"Hiiih!"
Orang yang berteriak tadi agaknya memiliki sedikit kepandaian. Buktinya dia mampu berkelit, meski agak terkesiap. Dia memang kaget luar biasa, melihat kelebatan pemuda itu yang cepat bukan main.
Wuuut!
Namun belum juga rasa kaget itu hilang, tahu-tahu Pendekar Rajawali Sakti telah kembali berkelebat cepat. Dan Rangga langsung mencengkeram leher bajunya, dan langsung melipat kedua tangannya kebelakang.
Krep!
"Uhhh...!" Orang itu jadi mengeluh kesakitan.
"Kalau kalian memaksa juga, aku tidak akan segan-segan mematahkan leher orang ini!" teriak Pendekar Rajawali Sakti mengancam.
Kali ini ancaman Rangga berhasil. Tampak para pengeroyoknya jadi ragu-ragu bertindak.
"Apa yang kalian tunggu?! Jangan pedulikan aku. Tangkap orang ini. Dan bunuh dia! Ayo, lakukan...!" teriak laki-laki berusia empat puluh tahun yang tengah dicengkeram Pendekar Rajawali Sakti.
"Tapi, Ki Garba! Kau akan celaka...." sahut salah seorang dengan sikap ragu-ragu.
"Jangan pedulikan aku! Bunuh! Atau dia akan terus mengacau desa kita ini!" teriak laki-laki setengah baya yang dikenal dengan nama Ki Garba itu garang.
"Dengar kalian semua! Aku hanya kebetulan lewat di tempat ini. Tapi kalian telah menuduhku yang bukan-bukan. Maka bila kalian memaksa, maka aku tidak punya pilihan lagi selain membela diri!" teriak Rangga lantang.
Para pengepung untuk beberapa saat terdiam, saling melempar pandang. Demikian juga Ki Garba yang masih dalam cengkeraman Pendekar Rajawali Sakti.
"Kalau begitu, siapa kau sebenarnya?" tanya salah seorang dengan suara lebih lunak.
Belum juga Rangga sempat menjawab, saat itu juga terdengar derap beberapa ekor kuda mendekati. Tampak lima penunggang kuda yang masing-masing berusia sekitar dua puluh tahun dengan pedang di punggung mulai memperlambat kuda-kudanya. Kelima orang itu persis berhenti di tempat Rangga terkurung, kemudian turun dari punggung kuda. Dan mereka langsung menjura dengan merapatkan kedua tangan ke dada, ketika berada di depan pemuda berbaju rompi putih itu.
"Kisanak! Bukankah kau Pendekar Rajawali Sakti? Terimalah salam hormat kami," kata salah seorang penunggang kuda.
"Pendekar Rajawali Sakti...?"
Beberapa orang penduduk desa yang ikut menyerang Pendekar Rajawali Sakti tersentak kaget. Seketika mereka memandang Rangga dengan wajah tidak percaya.
Rangga segera melepaskan cengkeraman pada Ki Garba. Lalu dibalasnya salam penghormatan itu dengan menjura pula. "Kisanak! Ada keperluan apa sehingga kalian seperti sengaja menemuiku?"
"Ah! Sungguh kebetulan! Kami adalah murid Ki Bagong Udeg, dari Padepokan Merah Emas. Guru kami menyampaikan salam hormat padamu, serta sangat berharap agar Kisanak sudi menemui undangannya, untuk datang ke padepokan kami..."
"Hm, ya... Aku kenal padepokan kalian. Tapi aku belum pernah mengenal guru kalian. Ada apakah sehingga beliau berkenan mengundangku ke tempatnya?" tanya Rangga.
"Beliau hendak bermusyawarah dengan Kisanak, soal si Peri Peminum Darah," jelas orang itu.
"Peri Peminum Darah? Apakah gurumu tahu, di mana orang itu bersembunyi?"
"Kami tidak mengetahuinya. Namun jika Kisanak hendak mengetahui lebih banyak, sudilah memenuhi undangan guru kami."
Rangga berpikir sejenak matanya menyapu mereka satu persatu. Kemudian, kepalanya mengangguk pelan. "Baiklah.... Kita berangkat bersama-sama...," desah Pendekar Rajawali Sakti.
Penduduk desa yang tadi menyerang Rangga kini berkumpul di dekatnya. Sementara Pendekar Rajawali Sakti bersuit nyaring, memanggil kudanya. Tak lama, Dewa Bayu muncul. Pemuda itu pun segera melompat ke punggung kudanya. Sedangkan wajah para penduduk desa tampak tertunduk. Dan Rangga belum juga menggebah kudanya. Matanya masih merayapi para penduduk, lalu tersenyum.
"Terima kasih. Pada akhirnya, kalian mengerti kalau aku tidak bermaksud jahat"
Baru saja kata-kata Rangga selesai, Ki Garba maju ke depan. Kemudian dia menjura hormat. "Pendekar Rajawali Sakti, aku atas nama penduduk Desa Kuripan memohon maaf atas segala kekeliruan yang telah kami lakukan terhadapmu..." kata laki-laki setengah baya itu lirih.
"Sudahlah... Yang penting kalian telah menyadari kekeliruan itu. Lain kali, hendaknya periksa dulu orang asing yang memasuki wilayah kalian. Dan jangan main hantam saja."
"Baik, Tuan Pendekar. Oh, ya. Apakah Tuan Pendekar hendak mencari si penculik itu? Tolonglah kami. Orang itu telah kelewat batas. Bukan hanya kami yang menjadi korbannya. Namun di banyak tempat, dia telah membuat kekacauan yang amat meresahkan. Terutama penduduk yang memiliki anak gadis yang mulai dewasa. Pendekar Rajawali Sakti, nama harummu telah sering terdengar. Kau adalah pendekar besar. Dan untuk itu, tolonglah kami dalam menangkap si Penculik!" pinta Ki Gorba.
"Kisanak! Aku hanya manusia biasa yang punya batas kemampuan. Namun begitu, aku memang berniat hendak menangkap si Peri Peminum Darah. Nah! Aku pergi dulu," pamit Pendekar Rajawali Sakti, segera menggebah kudanya. Sementara kelima orang penjemputnya yang berasal dari Padepokan Merak Emas telah sejak tadi berlalu. Sedangkan orang-orang Desa Kuripan memandangnya sampai mereka menghilang dari pandangan.

135. Pendekar Rajawali Sakti : Peri Peminum DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang