BAGIAN 8

257 18 1
                                    

Peri Peminum Darah agaknya telah menunggu di tempat yang diperhitungkan si Pendekar Rajawali Sakti. Sebuah tepi sungai yang menjorok ke bawah, dan berada tidak jauh dari sebuah pohon beringin besar yang batangnya mungkin bisa dipeluk dua orang dewasa di dalam Hutan Lengkeng. Tempat itu memang persembunyian si Hantu Putih Mata Elang yang merupakan ibu Roro Inten alias si Peri Peminum Darah. Meskipun sampai saat ini Pendekar Rajawali Sakti tidak tahu pasti di mana sebenarnya persembunyian Peri Peminum Darah.
"Hm... Agaknya kau membawa kawan juga, Pendekar Rajawali Sakti...!" sindir gadis itu dengan wajah sinis.
"Roro Inten! Mereka juga mempunyai kepentingan sendiri denganmu." sahut Rangga cepat.
"Wanita iblis! Kau telah membunuh beberapa orang murid wanitaku. Maka sebagai guru mereka, aku datang meminta pertanggungjawabanmu!" dengus Ki Bagong Udeg geram.
"Bagus. Nah, silakan. Kau minta pertanggungjawabanku yang bagaimana?" sahut Peri Peminum Darah seraya tersenyum mengejek.
"Aku menginginkan nyawamu!" sahut Ki Bagong Udeg dingin. Orang tua itu segera melompat menyerang Peri Peminum Darah, mendahului Pendekar Rajawali Sakti.
"Huh!" Si Peri Peminum Darah mendengus pelan tanpa merubah sikap berdirinya.
Plak! Wuuut!
Telapak tangan kiri Peri Peminun Darah menangkap kepalan Ki Bagong Udeg. Namun orang tua itu langsung menghantamnya dengan tendangan kaki kanan ke arah kepala. Cepat bagai kilat, gadis itu memiringkan kepala untuk menghindari. Sementara cengkeramnya pada kepalan Ki Bagong Udeg makin dipererat. Kemudian dibanting orang tua itu ke kanan.
"Hiiih!"
Bruk!
"Uhhh..!"
Tubuh orang tua itu kontan tersungkur lima langkah mencium tanah. Untung saja Peri Peminum Darah tidak langsung mengirim serangan susulan.
"Kuperingatkan pada kalian! Pergilah dari sini. Dan jangan campuri urusanku dengan Pendekar Rajawali Sakti!" desis Peri Peminum Darah garang.
"Phuih! Perempuan celaka! Kau kira kami takut denganmu?!" sentak Ki Waskita dan Ki Tebong berbareng. Dan serentak mereka langsung menyerang garang.
Ki Ageng Sela sendiri sebenarnya bingung. Karena secara pribadi, dia tidak bermusuhan dengan wanita ini. Kedatangannya ke sini sekadar membela Ki Bagong Udeg sahabatnya. Sehingga dia tidak begitu bernafsu menyerang. Apalagi di sadari kalau kemampuannya tidak berarti dibanding Peri Peminum Darah.
"Yeaaa!"
"Tolol!" umpat si Peri Peminum Darah geram menangkis dua serangan sekaligus.
Plak! Wuuut!
Meski Ki Tebong dan Ki Waskita menyerangnya dengan pedang di tangan, namun seperti tidak berarti bagi Peri Peminum Darah. Demikian juga ketika Ki Bagong Udeg kembali membantu dengan suatu kibasan pedang. Gadis itu tampak mampu bergerak gesit. Dan terlihat kali ini tidak sedang main-main menghadapi lawan-lawannya. Tubuhnya berputar sesaat bagai angina. Lalu...
Begkh! Des!
"Wuaaa...!"
Ketiga orang itu langsung terjungkal beberapa langkah dengan dada seperti akan pecah begitu terkena pukulan dan tendangan keras bukan main dari Peri Peminum Darah. Bahkan senjata di tangan mereka terpental entah kemana.
"Kalian boleh mampus sekarang juga!" desis si Peri Peminum Darah, siap akan menghabisi mereka. Namun sebelum gadis itu bertindak lebih lanjut...
"Cukup!"
Terdengar bentakan menggelegar dari Pendekar Rajawali Sakti, membuat gadis itu mengurungkan niatnya. Seketika dipandangnya Rangga sambil tersenyum mengejek.
"Bagus! Kau tidak inginkan kematian mereka, tapi mengajaknya ke sini!"
"Mereka memang keras kepala. Tapi lebih keras hatimu yang diselimuti hawa iblis!" balas Rangga.
"Hm, sudahlah. Kalau saja kau tidak mencegahnya, maka nasib mereka akan sama seperti murid-murid Padepokan Kilat Buana yang tadi coba menyusulku!"
Rangga paham maksud kata-kata Peri Peminum Darah. Seketika dadanya terasa seperti terbakar, menahan amarah. "Roro Inten! Tindakanmu sudah kelewat batas. Rupanya iblis telah benar-benar menyusup di relung hatimu."
"Ya! Tapi, ini karena ulahmu! Kau penyebabnya!" desis Roro Inten seraya menuding.
"Apakah menyangkut soal ibumu?"
"Ya!"
"Tidakkah kau sadari, kalau perbuatan ibumu sesat? Dan aku tidak bisa membiarkan begitu saja. Aku telah mencoba menasihati, namun dia terlalu angkuh!" kilah Pendekar Rajawali Sakti.
"Persetan dengan segala alasanmu! Kau tidak merasakan, bagaimana sakitnya kehilangan satu-satunya orang yang menyayangimu!"
"Kehilangan orang yang dicintai bukanlah hal yang luar biasa, Roro Inten. Aku juga pernah mengalaminya. Ibuku tewas di tangan orang lain secara mengenaskan. Hanya orang yang kau cintai banyak membuat malapetaka bagi orang lain. Jadi, apakah masih harus dibela?"
"Persetan! Kubunuh kau! Kau harus balas kematian ibuku dengan nyawa busukmu! Yeaaa!"
Peri Peminum Darah langsung menggeram marah. Kemudian dia melompat menerjang Pendekar Rajawali Sakti sambil membentak nyaring.
Wuuut! Bruak!
Rangga terkejut bukan main. Demikian juga yang lainnya. Dan mereka segera beringsut-ingsut, menjauhi arena pertarungan, ketika sebatang pohon langsung hancur berantakan terkena pukulan gadis itu.
"Yeaaa...!" Peri Peminum Darah kembali mengamuk. Telapak tangannya dihentakkan ke depan. Maka seketika meluncur deras selarik cahaya kemerahan bercampur kuning ke arah.Pendekar Rajawali Sakti.
"Gila...!" desis Rangga takjub. Jantung Pendekar Rajawali Sakti jadi berdetak lebih kencang. Seketika dia bergeser ke kanan, menghindari sambaran pukulan Peri Peminum Darah. Meski mampu menghindar, namun pada jarak lima jengkal kulit Rangga terasa seperti terbakar. Dan...
Bruak!
Beberapa buah pohon kembali ambruk tidak karuan terhantam pukulan Peri Peminum Darah. Dan kini tubuh gadis itu telah mencelat bagai kilat menyerang Rangga. Namun Pendekar Rajawali Sakti tidak kalah sigap. Kedua tangannya segera dihentakkan dengan pengerahan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Sehingga kedua tangannya menjadi merah bagai terbakar.
Plak! Plak!
"Uhhh...!" Rangga jadi mengeluh tertahan, sehabis mencoba menahan pukulan kedua tangan Peri Peminum Darah. Bahkan tubuhnya sampai terjajar beberapa langkah.
Dan belum lagi Pendekar Rajawali Sakti menguasai diri, kembali gadis itu berkelebat cepat. Seketika dilepaskannya satu tendangan keras bertenaga dalam tinggi ke arah perut Rangga. Begitu cepat gerakannya. Sehingga....
Begkh!
"Aaakh!" Pemuda itu menjerit tertahan, ketika satu tendangan kilat telak menghantam perutnya. Tubuhnya terhuyung-huyung ke belakang. Dan belum lagi dia bersiap Peri Peminum Darah telah mencelat kembali menyerang.
Wut! Wut!
"Hup!" Empat kali tendangan dalam waktu nyaris bersamaan adalah suatu gerakan yang sulit dilakukan oleh tokoh silat mana pun. Dan ini membuat Rangga terkejut setengah mati. Cepat bagai kilat Pendekar Rajawali Sakti menghindari dengan menjatuhkan diri dan terus bergulingan.
"Gila! Dari mana dia memperoleh kemajuan begitu pesat? Anak ini bahkan lebih hebat dari ibunya sendiri!" gumam Rangga tidak habis pikir, begitu bangkit berdiri.
"Heaaa!" Roro Inten agaknya tidak sudi memberi kesempatan sedikit pun pada Pendekar Rajawali Sakti untuk bernapas. Kedua tangan dan kakinya sudah bergerak cepat, menyerang Rangga.
"Mampus kau!" Peri Peminum Darah langsung melepaskan pukulan maut dengan menghentakkan kedua tangannya.
Jder!
"Uhhh...!" Masih untung Rangga cepat melesat ke atas. Tubuh Rangga langsung berputaran ke belakang, namun gadis itu cepat mengejar dengan satu tendangan keras.
"Yeaaa!" Karena untuk menghindar tidak mungkin, Pendekar Rajawali Sakti harus memapak dengan tangannya. Tapi di luar dugaan sama sekali, gadis itu menarik kakinya. Lalu tubuhnya direndahkan dalam-dalam untuk menyerang dari bawah.
"Hiyaaa!"
Sementara Rangga masih mempergunakan lima rangkaian jurus 'Rajawali Sakti' yang digabung-gabungkan. Tubuhnya berkelebat cepat, menyambar Peri Peminum Darah. Sehingga Peri Peminum Darah seperti terkurung oleh serangan Pendekar Rajawali Sakti.
Tapi pemuda itu tidak habis pikir, karena Roro Inten mudah sekali menghindar dari setiap serangannya. Seolah-olah, gadis itu sama sekali tidak memandang Pendekar Rajawali Sakti.
"Yeaaa!" Kini Rangga mengerahkan jurus 'Pukulan Maut Paruh Rajawali'. Namun tubuh Peri Peminum Darah cepat meliuk indah menghindarinya.
"Ayo! Keluarkan segala kemampuan yang kau miliki! Keluarkan semuanya, sebelum kau mampus di tanganku!" teriak Peri Peminum Darah seperti memancing kemarahan Pendekar Rajawali Sakti.
"Heaaa!" Peri Peminum Darah ganti melepaskan pukulan mautnya yang terasa lebih dahsyat daripada sebelumnya. Nyaris tubuh Rangga hancur berantakan kalau tidak buru-buru menjatuhkan diri. Namun belum lagi bangkit, satu tendangan keras telah meluncur ke arah Rangga.
Duk!
"Akh...!" Pendekar Rajawali Sakti mengeluh kesakitan, begitu tendangan Peri Peminum Darah telah mendarat di dadanya. Dan kini gadis itu berdiri tegak, sambil memandang tajam Pendekar Rajawali Sakti. Tatapan matanya terlihat sinis disertai senyum mengejek.
Rangga mendengus. Tangannya segera menghapus darah yang meleleh deras dari mulutnya. Isi dadanya seperti remuk menerima tendangan yang keras bukan main. Tenaga dalam gadis itu memang dahsyat. Dan Rangga segera duduk bersila untuk bersemadi sebentar. Begitu dadanya terasa ringan, Pendekar Rajawali Sakti bangkit berdiri. Perlahan-lahan tangannya terangkat ke atas, memegang gagang pedangnya.
Cring!
Seketika sinar biru berkilauan memendar ketika Pendekar Rajawali Sakti mencabut Pedang Pusaka Rajawali Sakti. Cepat pedang disilangkan ke depan dada. Lalu kakinya merentang lebar, dengan tangan ini mengusap batang pedang. Kini matanya menatap tajam pada Peri Peminum Darah, setelah cahaya biru menyelimuti kedua tangannya dan pedangnya tersimpan kembali ke balik punggung.
"Hm.... Kini kau tidak berdaya, Rangga. Nyawamu berada di tanganku. Kalau saja kuteruskan serangan, kau akan mampus tanpa bisa duduk lagi!" desis Peri Peminum Darah.
"Aku tak pernah takut mati, Roro Inten...," sahut Rangga berusaha tenang.
"Hm... Kuakui keperkasaanmu. Namun sayang, kau tetap saja harus mati di tanganku...," kata Roto Inten.
"Aku justru menyayangkan sikapmu. Kau seorang gadis cantik yang berkepandaian tinggi. Namun perbuatanmu seperti iblis. Sungguh sayang..."
"Tutup mulutmu! Aku tidak sudi mendengar nasihatmu!" hardik Peri Peminum Darah geram.
"Percayalah, kau masih butuh seseorang. Khususnya orang yang harus kau percayai...," bujuk Pendekar Rajawali Sakti kembali.
"Tidak! Aku tidak percaya padamu! Kau sama sekali tidak mempedulikanku! Apa yang kau lakukan padaku dulu? Kau terlalu angkuh dan merasa dirimu hebat! Kau akan kubunuh! Kau akan kubunuh...! Yeaaa!"
Mendadak saja, Peri Peminum Darah terlihat berang. Wajahnya telah memerah membara. Dengan suara melengking tinggi, dia menghantam Pendekar Rajawali Sakti disertai tenaga dalam tinggi.
Rangga jadi berkerut keningnya. Tidak dikira kalau gadis itu akan berbuat demikian. Semula dia berharap Roro Inten bisa dilunakkan. Namun kenyataannya? Untung saja Rangga telah siap menghadapi segala kemungkinan. Maka...
"Aji Cakra Buana Sukma!" Disertai hentakan keras menggelegar, Pendekar Rajawali Sakti langsung memapak serangan dari kedua tangan Peri Peminum Darah dengan kedua tangannya yang telah terselimut cahaya biru berkilauan. "Yeaaat!"
Glarrr....!
Satu ledakan dahsyat terdengar, ketika kedua pasang telapak tangan beradu. Sementara, Roro Inten terlihat terjajar beberapa langkah. Seluruh kekuatannya sudah dikempos untuk membinasakan Pendekar Rajawali Sakti. Sedangkan Rangga sendiri terlihat bergetar walau tidak terjajar. Darah kental perlahan-lahan tampak menetes dari sudut bibirnya. Pergelangan tangan si Peri Peminum Darah perlahan-lahan mulai dijalari cahaya biru yang bergulung-gulung dari tangan Pendekar Rajawali Sakti.
"Hmmm..."
Peri Peminum Darah menggeram ketika tenaga dalamnya terasa seperti tersedot keluar. Dan gadis itu tak mampu mencegahnya. Semakin berusaha melepaskan diri, semakin banyak tenaganya terkuras. Tubuhnya terasa panas bagai dibakar api. Dan perlahan-lahan cahaya biru bergulung-gulung dari tangan Pendekar Rajawali Sakti membelit tubuhnya.
"Hiyaaa!" Rangga kembali berteriak keras, kemudian tubuhnya bergerak cepat sambil menghentakkan kedua tangannya.
Glarrr...!
"Aaa...!" Terdengar jerit melengking, namun cepat lenyap ketika cahaya biru meledakkan tubuh Peri Peminum Darah. Tak ada lagi jasad gadis itu, kecuali pecahan daging-daging kering seperti terbakar dari tubuh Roro Inten. Terasa bau daging terbakar menyergap hidung orang-orang yang ada disekitarnya.
"Hhh...!" Rangga menghela napas melihat keadaan Roro Inten yang tak berbentuk lagi.
"Rangga! Kau tidak apa-apa...?" tanya Ki Ageng Sela khawatir. Dihampirinya pemuda itu bersama yang lain.
Pendekar Rajawali Sakti menggeleng lemah. Dan ketika kakinya melangkah, tubuhnya terhuyung-huyung.
"Rangga, sebaiknya kau beristirahat dulu. Biar kami yang akan mengurusmu...." sambung Ki Bagong Udeg.
Pemuda itu kembali menggeleng. Tanpa berkata apa-apa dia menghampiri kuda Dewa Bayu. Begitu naik ke atas punggung kuda, tangannya melambai lemah. Kemudian digebahnya Dewa Bayu, dan berlalu dari tempat itu.
Sementara itu Ki Ageng Sela dan yang lain memperhatikan dengan cemas. Dari kejauhan, mereka melihat tubuh Pendekar Rajawali Sakti tertelungkup di punggung kudanya. Namun Dewa Bayu terus berlari kencang.
"Hm.... Dia terlalu keras hati untuk ditolong...," gumam Ki Ageng Sela, seraya menggeleng lemah disertai helaan napas pendek.

***

TAMAT

🎉 Kamu telah selesai membaca 135. Pendekar Rajawali Sakti : Peri Peminum Darah 🎉
135. Pendekar Rajawali Sakti : Peri Peminum DarahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang