22. Aksa

409 26 0
                                    

Seminggu setelah kecelakaan Diaz. Saat ini Diaz sudah baik-baik saja. Hanya lukanya yang belum mengering. Diaz juga sudah sekolah seperti biasanya. 

Seperti pada hari sabtu biasanya, sekolah mereka mengadakan pembelajaran, dan para murid mengikutinya dengan baik. Di kelas Aileen pun begitu. Semuanya tampak berjalan normal. 

Saat istirahat juga, mereka masih berkumpul bersama. Dengan abang kelas yang tidak dianggap abang kelas mereka, Josua ikut bersama mereka. 

"Eh, si Luna kok gak ikut lagi?" Aileen menatap ketiga nya. 

Mendengar penuturan Aileen, Vira dan Diaz langsung bersitatap. Tidak tahu mau berbuat apa, tetapi itu adalah reflek dari keduanya. 

"Kemarin katanya dia sakit. Terus gak datang ke sekolah. Tapi waktu kebersihan tadi, Luna datang kok." Vira menanggapi. 

"Aku satu jadwal dengan kelasnya Luna membersihkan aula. Memang kelihatan pucat dia." Josua ikut menanggapi. 

Aileen terdiam mendengarnya. Luna itu anaknya sehat. Orangnya rajin olahraga dan menjaga pola makan, ya walaupun terkadang ikut makan jajanan bersama mereka. Luna juga orang yang berprestasi di kelasnya. Istilah zaman sekarang adalah anak ambis. Jadi tidak mungkin seorang Luna izin sakit hanya karena flu ringan atau sakit kepala biasa. 

"Oh, yaudah kalo kurang sehat. Nanti aja kita ngasih roti ke kelasnya." Aileen berusaha biasa saja.
Dia masih belum menceritakan kejadian ketika dia melihat Luna ditampar ibunya di parkiran sekolah. Mendengar kabar ini, Aileen mulai curiga kalau Luna mungkin saja disiksa ibunya. 

"Yaudah, ayo."
Diaz menyahuti perkataan Aileen.

●●●

Selesai makan berempat di kantin, Aileen izin kepada ketiga temannya. Dia ingin menjumpai Luna sebelum istirahat selesai. Sebelum pergi, dia membawa beberapa roti yang tergolong kualitas atas di sekolah mereka. Bukan sembarang roti ini. Tentu saja, Aileen terlalu pelit mengeluarkan uangnya. Jadilah dia meminta uang Diaz. 

"Bayarin ini, sama ibu Kantin." Aileen menyodorkan 4 bungkus roti ke depan wajah Diaz. Dia meminta dengan nada tidak tahu diri. 

"Lah? Gue kira pake uang lo. Udah kagum duluan gue. Aileen yang pelit mau ngeluarin uangnya demi Luna." Diaz terkekeh sambil mengambil uang dari dompetnya. Gerakannya sangat lama, membuat Aileen geram. Tetapi harus ditahan, setidak tahu dirinya dia tetap harus berlaku sopan ketika hendak diberikan. 

"Lama amat sih!" Aileen kesal juga akhirnya. 

"Mau gak nih?" Diaz sengaja memancing emosi Aileen. 

Aileen berdecak sebal sambil meremas sedikit bungkusan roti. 

"Udah, ini pake." Josua menyerahkan selembar uang pecahan dua puluh ribu. Kebetulan uangnya ada di di kantong baju seragam, jadi tidak perlu repot-repot mengambil dari dompet. 

"Jangan banyak tingkah lo! Ini aja Leen!" Diaz melotot kepada Josua. Dia tidak suka kalau Josua memberikan uangnya kepada Aileen. Tidak tahu apa alasannya, hanya saja sedikit terusik. 

Diaz menyodorkan uang dengan jumlah yang sama, yaitu dua puluh ribu kepada Aileen. Aileen bimbang, dia harus mengambil uang siapa. Uang siapakah yang harus dia terima? Diaz tentu saja. Aileen sok berpikir, padahal Diaz juga ujung-ujungnya. 

"Nggak enak ngambil uangnya." Aileen menatap Josua dengan pandangan bersalah. 

"Nggak apa-apa. Buruan bayar, kasih sama temanmu." Josua mengantongi uangnya lagi. Sebenarnya, jika dia memberikan uang dua puluh ribu, sisa sepuluh ribu lagi uangnya. Ini akhir bulan. Uangnya sedang tipis. Tetapi demi pencitraan, apapun akan dilakukan. Tentu saja Josua ikhlas ingin membayar roti tadi. 

AILEEN (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang